• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Posisi Tubuh, Mobilisasi dan Latihan Berpindah Tempat

E. Penggunaan Alat Bantu Jalan F. Pencegahan Terjadinya Jatuh

IV. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN

A. Langkah 1: Pengkondisian peserta (5 menit)

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. 2. Fasilitator menyampaikan topik yang akan dibahas

3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, dengan menggunakan bahan tayang.

B. Langkah 2. Penyampaian Materi (80 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat untuk menggali pengetahuan peserta tentang Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien lanjut usia di Puskesmas.

2. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang

3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya selama / sesudah presentasi selesai

C. Langkah 3. Simulasi Tatalaksana Gangguan Gerak (45 menit) Kegiatan Fasilitator

1. Fasilitator menyampaikan beberapa penugasan simulasi tentang tatalaksanan gangguan gerak

2. Fasilitator mengevaluasi hasil penugasan simulasi tentang tatalaksanan gangguan gerak

Kegiatan Peserta:

Peserta melakukan penugasan simulasi tentang tatalaksanan gangguan gerak. D. Langkah 4. Latihan Kasus (45 menit)

Kegiatan Fasilitator

1. Fasilitator menyampaikan beberapa penugasan Latihan Kasus 2. Fasilitator mengevaluasi hasil penugasan Latihan Kasus

Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas 181

Kegiatan Peserta:

Peserta melakukan penugasan Latihan Kasus dengan diskusi kelompok dan presentasi. E. Langkah 5. Rangkuman dan Kesimpulan (5 menit)

1. Fasilitator merangkum hal-hal penting dari materi yang disampaikan. 2. Fasilitator membuat kesimpulan

V. URAIAN MATERI

A. Tatalaksana Gangguan Gerak Definisi:

Gangguan gerak biasanya berhubungan dengan keterbatasan lingkup gerak sendi dan kelemahan otot. Lingkup Gerak Sendi (LGS) adalah lengkung gerakan yang melalui suatu sendi. Pengukuran sendi diperlukan untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi pasien yang mempunyai disfungsi fisik yang mengenai mobilitas sendi yang mempengaruhi fleksibilitas.

Deteksi:

 Ajukan pertanyaan:

- Apakah pasien sukar menggerakan lengan, tungkai, badan atau leher? - Apakah pasien merasa lengan, tungkai, badan atau leher lemah? - Apakah pasien merasa nyeri pada lengan, tungkai, badan atau leher

- Jika paling tidak ada 1 jawaban dari pertanyaan diatas yang menyatakan ―ya‖, maka harus dilakukan tes lebih lanjut.

 Tes Gangguan Gerak

- Mintalah pasien mengangkat kedua lengan melampaui kepala kemudian menurunkannya ke belakang kepala, terus ke pinggang

- Letakkan cangkir/benda lainnya di depan pasien dan mintalah pasien untuk memegang atau mengangkatnya

- Letakkan benda-benda kecil di lantai dan mintalah pasien jongkok dan mengambilnya

- Mintalah pasien berjalan 3 m, kemudian putar balik (leter U) kembali ke tempat semula.

182 Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri untuk Petugas Puskesmas

 Tatalaksana

Pasien dan keluarga bisa diajarkan latihan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot. Sumber Buku 9 dan 16 Paket Pelatihan Untuk Keluarga Penca Gangguan Gerak. B. Aktifitas Kehidupan Sehari-hari

Tingkat kemandirian dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS) dapat diukur salah satunya dengan Modifikasi Barthel Index yaitu suatu kuesioner dalam bentuk skala angka, ditanyakan langsung kepada pasien ataupun keluarga terkait kemandirian fungsi dalam mengurus diri sendiri dan mobilitas. Modifikasi Barthel Indeks dapat digunakan untuk melihat kemajuan pasien penyakit kronis sebelum dan setelah terapi, serta untuk menentukan berapa besar bantuan perawatan yang dibutuhkan pasien.

Cara Pelaksanaan:

Pemeriksa menanyakan 10 kegiatan sehari-hari yang tercantum di kuesioner dan memberi skala angka (seperti yang tertera berikut ini)

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN HASIL

1 Mengendalikan rangsang BAB

0 1 2

Tidak terkendali/tak teratur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali (1 x / minggu) Terkendali teratur 2 Mengendalikan rangsang BAB 0 1 2

Tak terkendali atau pakai kateter

Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1 x / 24 jam) Mandiri

3 Membersihkan diri (mencuci wajah, menyikat rambut, mencukur kumis, sikat gigi)

0 1

Butuh pertolongan orang lain Mandiri 4 Penggunaan WC (keluar masuk WC, melepas/memakai celana, cebok, menyiram) 0 1 2

Tergantung pertolongan orang lain

Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain

Mandiri 5 Makan minim (jikan

makanan harus berupa potongan, dianggap dibantu) 0 1 2 Tidak mampu

Perlu ditolong memotong makanan Mandiri

Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas 183

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN HASIL

6 Bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya (termasuk duduk di tempat tidur)

0 1 2 3

Tidak mampu

Perlu banyak bantuan untuk bias duduk (2 orang) Bantuan minimal 1 orang

Mandiri 7 Berjalan di tempat rata

(atau jika tidak bias berjalan, menjalankan kursi roda) 0 1 2 3 Tidak mampu

Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri

8 Berpakaian (termasuk memasang tali sepatu, mengencangkan sabuk)

0 1 2

Tergantung orang lain

Sebagian dibantu (mis: mengancing baju) Mandiri

9 Naik turun tangga 0 1 2 Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri 10 Mandi 0 1

Tergantung orang lain Mandiri

Skor Modifikasi Barthel Indeks (Nilai AKS): 20 : Mandiri (A)

12 – 19 : Ketergantungan ringan (B) 9 – 11 : Ketergantungan sedang (B) 5 – 8 : Ketergantungan berat (C) 0 - 4 : Ketergantungan total (C)

Sumber: Wirawan RP, Wahyuni LK, Hamzah Z, ed. Asesmen & Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. PERDOSRI. 2012.

Peningkatan tingkat kemandirian dalam AKS dapat dicapai dengan memberikan latihan atau melakukan modifikasi AKS sehingga pasien dapat melakukannya dengan lebih mandiri. Contoh, pasien stroke yang harus dibantu mengancingkan baju dapat direkomendasikan untuk memakai kaos saja saat berpakaian, atau kalaupun harus memakai kemeja, maka kancing dibuat lebih besar sehingga pasien dapat mengancingkan sendiri.

C. Deteksi Dampak Imobilisasi Definisi :

Imobilisasi adalah keterbatasan gerak fisik yang dapat bersifat segmental ataupun seluruh tubuh. Penyebab umum imobilisasi di bagian rehabilitasi adalah gangguan

184 Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri untuk Petugas Puskesmas

neuromuskuler dan cedera (pasien pasca stroke dan cedera medulla spinalis); pemakaian gips dan splint, paska trauma atau fraktur; penyakit akut yang membutuhkan istirahat / tirah baring di tempat tidur (penyakit jantung akut, syok, septik, disaritmia); posisi tidur yang berkepanjangan (nyeri punggung bawah kronis), posisi duduk yang berkepanjangan (pemakaian kursi roda). Imobilisasi akan menyebabkan efek samping deconditioning, yaitu suatu keadaan penurunan kapasitas fungsional dari berbagai sistem organ terutama sistem muskuloskeletal.

1. Kontraktur

Adalah terbatasnya lingkup gerak sendi baik secara aktif ataupun pasif yang dapat disebabkan oleh keterbatasan sendi, jaringan lunak ataupun otot. Penyebabnya adalah nyeri, imbalans otot, fibrosis kapsular dan jaringan periartikular, kerusakan otot primer atau faktor mekanik.

Serabut otot dan jaringan konektif akan berada dalam posisi memendek (dalam 5 – 7 hari). Hal ini disebabkan oleh kontraksi serabut kolagen dan menurunnya serabut sarkomer otot. Dalam waktu lebih dari 3 minggu, jaringan konektif di otot dan sekitarnya akan menebal dan menyebabkan kontraktur. Kontraktur paling sering terjadi pada anggota gerak bagian bawah terutama mengenai otot yang melewati 2 sendi di pangkal paha (panggul), lutut dan pergelangan kaki. Untuk deteksi awal dapat diketahui dengan memeriksa lingkup gerak sendi menggunakan goniometer, namun dalam praktik lapangan dapat menggunakan deteksi sederhana dengan tes gangguan gerak.

2. Kelemahan otot dan atrofi

Hal ini sering terjadi pada otot – otot tungkai bawah yang anti gravitasi . pada keadaan imobilisasi, Kekuatan otot dapat berkurang 1 – 3 % per hari, total 3 – 5 minggu akan menurunkan kekuatan otot sampai 50 %. Untuk deteksi awal dapat diketahui dengan memeriksa kekuatan otot menggunakan manual muscle testing, namun dalam praktik lapangan dapat menggunakan deteksi sederhana dengan tes gangguan gerak.

3. Ulkus Dekubitus

Ulkus dekubitus adalah nekrosis selular yang bersifat lokal, terjadi pada tempat - tempat penonjolan tulang. Hal ini disebabkan oleh faktor biomekanik (tekanan, gesekan, kelembaban dan suhu,) faktor biokimia (asupan nutrisi buruk), dan faktor medis (trauma, penyakit yang menyebabkan imobilisasi). Klasifikasi ulkus dekubitus didasarkan pada derajat kedalaman ulkus. Terdapat berbagai macam klasifikasi, pertama kali dikembangkan oleh SHEA dan sampai sekarang masih digunakan.

Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas 185

Klasifikasi Shea

Derajat 1 Eritema atau indurasi di daerah penonjolan tulang tanpa adanya ulserasi Derajat 2 Ulkus mencapai dermis meluas ke perbatasan jaringan lemak subkutan Derajat 3 Ulkus meluas sampai ke jaringan subkutan lemak, namun belum menembus

fasia dan otot

Derajat 4 Ulkus menembus otot, dengan tulang sebagai dasar ulkus

4. Hipotensi Postural

Hipotensi postural/ Hipotensi ortostatik adalah Penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba saat berubah posisi dari telentang ke posisi duduk atau tegak . Pada saat berdiri, darah akan berkumpul di tungkai bawah menyebabkan venous return menurun dengan tiba – tiba, sehingga mengurangi isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output). Pada kondisi normal, sebagai kompensasi akan terjadi vasokonstriksi dengan segera dan meningkatnya denyut nadi serta tekanan darah. Pada pasien dengan imobilisasi lama, adaptasi ini terganggu sehingga terjadilah hipotensi postural. Hipotensi postural dapat dideteksi dengan mudah yaitu dengan memeriksa tekanan denyut nadi, apabila terdapat kenaikan denyut nadi > 20 x/menit dan penurunan tekanan darah sistolik > 20 mmHg. Peraktik dilapangan dengan melakukan pengukuran tekanan darah minimal dua posisi. (tidur-duduk/ duduk-berdiri)

D. Pengaturan Posisi Tubuh, Mobilisasi dan Latihan Berpindah Tempat (Transfer) 1. Pengaturan Posisi Tubuh

Pengaturan posisi tubuh terutama penting bagi lanjut usia yang hanya bisa berbaring. Sebagian dari mereka dapat bergeser atau berguling sendiri namun sebagian besar lainnya memerlukan bantuan pelaku rawat. Manfaat pengaturan posisi tubuh antara lain:

a. Membantu pasien merasa lebih nyaman b. Mengurangi nyeri

c. Membantu agar fungsi tubuh lebih efisien

d. Mencegah komplikasi: kontraktur dan ulkus dekubitus.

Untuk melakukan pengaturan posisi tubuh dibutuhkan beberapa bantal dengan berbagai ukuran serta selimut. Berikut merupakan prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan pengaturan posisi tubuh pasien:

186 Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri untuk Petugas Puskesmas

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan terhadap pasien berikut tujuannnya, serta tanyakan preferensi dan kenyamanan pasien

b. Berikan kondisi privasi bagi pasien jika dibutuhkan

c. Tinggikan kepala pasien bila diperlukan, ganti posisi setiap 2 jam sekali. d. Pengaturan posisi tubuh di tempat tidur

a. Tidur Terlentang

1) Tempatkan bantal kecil di bawah kepala dan bahu hingga bokong pasien 2) Letakkan bantal kecil memanjang di bawah pergelangan kaki, betis dan lutut. 3) Biarkan tumit menggantung dari ujung bantal untuk mengurangi tekanan,

mencegah ulkus dekubitus.

4) Jika pasien membutuhkan selimut, pastikan selimut tidak membuat tekanan pada jari kaki

b. Tidur miring

1) Lipat handuk mandi dan letakkan di bawah pinggul pasien dengan posisi miring kearah posisi miring sehat.

2) Letakkan lengan dan siku sisi lemah di atas bantal. Posisi lengan harus lebih tinggi dari jantung.

3) Pasien dimiringkan bisa sampai 60 (tidak boleh miring 90).

Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas 187

2. Mobilisasi

Mekanika tubuh yang tepat saat membantu berdiri dan menggerakan tubuh pasien lanjut usia pada hakikatnya berorientasi pada keselamatan pasien dan pencegahan cedera pada pelaku rawat atau tenaga kesehatan.

Yang perlu dipelajari adalah bagaimana mengontrol dan menjaga keseimbangan tubuh, sehingga penolong dapat dengan mudah memindahkan atau membantu pasien untuk bergerak dengan aman. sekaligus mencegah terjadinya cedera pada diri kita penolong . Hal tersebut dapat kita capai dengan memperhatikan beberapa aturan dasar sebagai berikut: beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Jangan mencengkram atau menarik lengan atau kaki pasien

2) Letakkan sepotong kain di tengah tempat tidur dan terselip di bawah kasur untuk memudahkan mobilisasi

3) Selimut berat dapat menyulitkan mobilisasi. Bila menggunakan selimut pilih bahan yang ringan.

a. Mobilisasi pasien naik ke kepala tempat tidur 1) Jelaskan kepada pasien apa yang akan lakukan

2) Arahkan pasien ke posisi datar dengan melepaskan bantal. Jangan memindahkan dengan menyeret namun mengangkat pasien ke atas.

3) Minta pasien menekuk lutut, kaki menjejak terhadap kasur untuk membantu mendorong dirinya naik

4) Penolong Berdiri di samping tempat tidur dan menempatkan satu tangan pada bahu pasien dan yang lainnya di bawah bokong

5) Tekuk lutut dan jaga punggung pada posisi netral

6) Hitung "1-2-3" dan minta pasien untuk mendorong kaki dan menarik tangannya ke arah kepala tempat tidur

7) Pasang bantal di bawah kepalan pasien

b. Mobilisasi pasien kearah duduk di tempat tidur.

1) Penolong Berdiri di sisi tempat tidur dengan kaki membuka selebar bahu, lutut ditekuk, punggung pada posisi netral

2) Minta pasien mengangkat kepala dan bahu, dengan menjejakkan kedua siku ke tempat tidur, untuk mendukung tubuhnya sendiri.

3) Bantu pasien mengangkat bahunya dengan menempatkan tangan dan lengan kita di bawah bantal dan tulang bahunya.

188 Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri untuk Petugas Puskesmas

4) Lutut tetap ditekuk, punggung pada posisi netral dan lengan mengunci untuk membantu mengangkat

5) Sesuaikan bantal Untuk sandaran pasien c. Mobilisasi Pasien Berguling dan Duduk

Hal ini umumnya dilakukan pada lanjut usia dengan keterbatasan fisik sehingga kesulitan untuk berguling atau masuk dan keluar tempat tidur.

Tips ini dapat membantu pasien dengan kelemahan pada satu sisi: 1) Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan

2) Tekuk lutut pasien

3) Gulingkan pasien sehingga menghadap ke penolong. Usahakan untuk menggulingkan seluruh tubuh pasien berbarengan (teknik log roll) sehingga tidak menimbulkan cedera pada pasien.

4) Masukan satu lengan penolong di bawah tulang belikat 5) Tempatkan lengan lainnya di belakang lutut

6) Posisi kaki penolong terbuka selebar bahu 7) Punggung pada posisi netral

8) Hitung "1-2-3" dan geser berat badan penolong ke kaki belakang.

9) Geser kaki pasien ke tepi tempat tidur sambil menarik bahu ke posisi duduk 10) Tetap di depannya sampai pasien berada dalam posisi yang stabil.

3. Berpindah Tempat atau Transfer

Terdapat prinsip umum yang harus diterapkan saat membantu pasien transfer dengan metode apapun:

1) Jelaskan tiap langkah transfer dan biarkan pasien menyelesaikan secara perlahan

Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas 189

3) Jangan mencengkram, menarik atau mengangkat pasien pada sendi lengan (siku, bahu, pergelangan) karena dapat menyebabkan cedera sendi.

4) Kenali batas kemampuan penolong! Jangan memindahkan seseorang yang lebih berat dari yang penolong mampu.

a. Transfer dari Tempat Tidur ke Kursi Roda Langkah 1

1) Tempatkan kursi roda pada sudut 45 ° dari tempat tidur

2) Kunci kursi roda dan (tempat tidur bila beroda) , atau menggunakan blok roda

3) Beritahu pasien apa yang akan dilakukan

4) Bawa pasien ke posisi duduk dengan kaki di atas tepi tidur berikut langkah a, b, c, dan d seperti yang ditunjukkan pada gambar

5) Biarkan pasien beristirahat sejenak jika merasa pusing

Langkah 2

1) Peluklah dadanya, kedua tangan menopang di punggung pasien

2) Dukung kaki pasien yang terjauh dari kursi di antara kaki penolong

Langkah 3

1) Mundur, geser kaki penolong dan angkat 2) Putar tubuh Anda ke arah kursi

Langkah 4

1) Tekuk lutut penolong dan biarkan pasien membungkuk ke arah penolong

2) Turunkan pasien ke kursi roda

190 Modul Pelatihan

Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia dan Geriatri untuk Petugas Puskesmas

b. Transfer dari kursi roda ke tempat tidur dengan papan transfer pada pasien dengan kelemahan otot tungkai bawah namun tungkai atas fungsional. 1) Cobalah untuk sebisa mungkin membuat permukaan tempat tidur dan kursi

sama tinggi

2) Tempatkan kursi roda pada sudut 450 dari tempat tidur.

3) Kunci kursi roda dan (tempat tidur bila berroda), atau menggunakan blok roda

4) Beritahu pasien apa yang akan dilakukan

5) Turunkan kaki pasien dari pijakan kaki kursi roda dan lipat pijakan tersebut. 6) Minta pasien mengangkat bokong dan letakkan papan transfer dibawah

panggul pasien dan ujung lainnya di tempat tidur. 7) PASTIKAN JARI PASIEN TIDAK TERTINDIH PAPAN

8) Minta mintalah pasien untuk menaruh kedua tangan diatas papan, dekat ke sisi tubuh

9) Minta pasien untuk bergeser sedikit demi sedikit menuju tempat tidur.

10) Ketika pasien berada di tempat tidur, minta pasien untuk mengangkat bokong dengan sikunya dan tarik papan transfer dari bawah bokongnya 11) Sesuaikan posisi pasien hingga ia merasa nyaman di tempat tidur

Dokumen terkait