• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : BAGAIMANA PENGATURAN TINDAK PIDANA

B. Tindak Pidana Pencucian Uang

3. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut

8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang.

Pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang saat ini diatur didalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang. Undang-undang tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya yang mengatur pencucian uang yaitu, Undang-undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang didalamnya terdapat pasal-pasal

37 Ibid.hal. 20

yang menjelaskan unsur-unsur dari tindak pindak pidana pencucian uang, anatra lain :38

a) Pelaku

Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian korporasi terdapat dalam Pasal 1 angka 10 yang menyatakan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yangterorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badanhukum.

Dalam Undang-undang ini, pelaku pencucian uang uang dibedakan antara pelaku aktif yaitu orang yang secara langsung melakukan proses transaksi keuangan dan pelaku pasif yaitu orangyang menerima hasil dari transaksi keuangan sehingga setiap orang yang memiliki keterkaitan dengan praktik pencucian uang akan diganjar hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.

b) Transaksi Keuangan atau alat keuangan untuk menyembunyikanatau menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadiharta kekayaan yang sah

Istilah transaksi jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hukum pidana tetapi lebih banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mempunyai ciri kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai unsur-unsur yang mengandung sisi hukum pidana maupun perdata. Undang-undang ini mendefinisikan Transaksi yang terdapat didalam Pasal 1 angka 3 sebagai seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Sementara transaksi keuangan yang terdapat

38 M. Arief Amrullah, Tindak Pidana Money Laundering, (Malang: Banyumedia Publishing, 2010), hal. 25-27.

didalam Pasal 1 angka 4 ialah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi keuangan mencurigakan. Definisi transaksi keuangan mencurigakan dalam Pasal 1 angka 5 adalah:

1) Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari PenggunaJasa yang bersangkutan;

2) Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini;

3) Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukandengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasaldari hasil tindak pidana; atau

4) Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untukdilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan HartaKekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

c) Perbuatan Melawan Hukum

Penyebutan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan

tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana. Pengertian hasil tindakpidana dinyatakan dalam Pasal 2 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang dalam pembuktian nantinya hasil tindak pidana tersebut merupakan unsur-unsur delik yang harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana dengan membuktikan ada atau tidak terjadi tindak pidanayang menghasilkan harta kekayaan tersebut.

Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahandan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pelaku pencucian uang. pasal-pasal tersebut berada dalam BAB II tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain:

Pasal 3, Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uangdengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dandenda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 4, Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya ataupatut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliarrupiah).

Pasal 5, (1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinyaatau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 6, (1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. (2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidanaPencucian Uang: a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberiperintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Pasal 7, (1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalahpidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliarrupiah).

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pengumuman putusan hakim; b.

pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha; d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau f. pengambil-alihan Korporasi oleh negara.

Pasal 8, Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun4 (empat) bulan.

Pasal 10, Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang samasebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

C. Hubungan Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak pidana pencucian uang selalu diawali dengan terjadinya suatu tindak pidana lainnya atau dapat dikatakan tindak pidana asal. Tindak pidana pencucian uang merupakan salah satu mata rantai dari bentuk tindak pidana.

Tindak pidana pencucian uang merupakan bentuk penyertaan pertisipasi atau kelanjutan dari suatu tindak pidana. Tanpa adanya pidana asal atau predicate crime yang mengawalinya tidak dapat terjadi perbuatan pidana pencucian uang.

Pada dasarnya perbuatan pidana pencucian memiliki tujuan untuk membersihkan uang yang sifatnya illegal berasal dari kejahatan agar terlihat seolah-olah merupakan uang yang legal.

Uang yang dicuci adalah uang hasil bermacam-macam kejahatan.

pencucian uang adalah suatu kejahatan (undelying crime) yang berasal dari tindak pidana lainnya (predicate crime) sebagai asal dana. Dapat dikatakan predicate crime atau predicate offence adalah detik-detik yang menghasilkan criminal

proceeds atau hasil kejahatan yang kemudian dicuci.39 Pidana asal tersebut akan menjadi dasar, apakah suatu transaksi dapat dijerat dengan undang-undang anti pencucian uang. Jika suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana, makan uang hasil kegiatan tersebut akan dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang.

Kejahatan asal sendiri memiliki beberapa kualifikasi, antara lain sebagai berikut:40

a. Kejahatan atau tindak pidana itu adalah kejahatan yang menimbulkan keuntungan yang berupa uang

b. Kejahatan atau tindak pidana tersebut berhubungan dengan perdagangan narkotika

c. Kejahatan atau tindak pidana itu melibatkan pelanggaran-pelanggaran serius terhadap tatanan internasional yang memerlukan transfer uang yang banyak

d. Kejahatan atau tindak pidana tersebut merupakan kejahatan yang terorganisir

e. Kejahatan atau tindak pidana tersebut secara serius menyerang kredibilitas bank dan lembaga keuangan lainnya.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengkategorikan 26 predicate crime, antara lain :

a) korupsi;

39 Barda Nawawi Arief. Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Lainnya Yang Terkait, Dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol.22 No. 3, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hal. 19.

40Ibid, hal. 170.

b) penyuapan;

c) narkotika;

d) psikotropika;

e) penyelundupan tenaga kerja;

f) penyelundupan migran;

g) di bidang perbankan;

h) di bidang pasar modal;

i) di bidang perasuransian;

j) kepabeanan;

k) cukai;

l) perdagangan orang;

m) perdagangan senjata gelap;

n) terorisme;

o) penculikan;

p) pencurian;

q) penggelapan;

r) penipuan;

s) pemalsuan uang;

t) perjudian;

u) prostitusi;

v) di bidang perpajakan;

w) di bidang kehutanan;

x) di bidang lingkungan hidup;

y) di bidang kelautan dan perikanan; atau

z) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih,

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal. Hal-hal yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut :41

1) Setiap orang yang dengan sengaja :

a) Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain.

b) Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.

c) Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.

d) Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.

41 Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering Di Indonesia, (Bandung:

Books Terrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2008) hal. 29.

e) Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakanhasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak yang lain.

f) Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidanan;atau

g) Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)”

2) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau spemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

3) Setiap orang yang menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan, yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana.

4) Setiap orang di luar wilayah negara RI yang memberikan bantuan,kesepakatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang. Atas perbuatan tersebut dipidana karena

kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)”.

Berdasarkan penjelesan Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dikatakan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1). Harta kekayaan yang menjadi objek dari pencucian uang harus harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang hanya disebutkan dalam pasal 2 Ayat (1) huruf a sampai dengan huruf z saja.

Dengan demikian harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana selain yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a sampai dengan huruf y atau yang selain diperoleh dari tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 4 (empat) tahun tidak termasuk atau tidak menjadi objek dari Pencucian Uang.42

Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan kejahatan yang berbeda dengan tindak pidana pada umumnya karena, pada hakekatnya tindak pidana pencucian uang tidaklah merugikan orang atau sekumpulan orang tertentu secara langsung dan terkesan bahwa kejahatan pencucian uang tidaklah memiliki korban.43 Pada Tindak Pidana Pencucian Uang, terdapat teori yang mengatakan bahwa no money laundering without core crime (tidak ada kejahatan pencucian

42 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 39-40.

43 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004), hal. 15.

uang tanpa adanya tindak pidana Asal), bahwa erat kaitannya antara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal (predicate offense). Hal ini berarti dengan pengungkapan tindak pidana pencucian uang berarti juga pengungkapan tindak pidana asalnya. Istilah tindak pidana asal itu sendiri memiliki arti tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya tindak pidana pencucian uang.44

44 Muhammad Yusuf, Iktishar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta: PPATK, 2011), hal. 97.

BAB III

PENGATURAN PERAMPASAN ASET DI INDONESIA

A. Perampasan Aset dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Pengertian perampasan aset yang didalam bahasa Inggris adalah asset forfeiture merupakan suatu proses di mana pemerintah secara permanen mengambil properti dari pemilik, tanpa membayar kompensasi yang adil, sebagai hukuman untuk pelanggaran yang dilakukan oleh properti atau pemilik.45 Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa perampasan aset merupakan suatu perbuatan yang permanen sehingga berbeda dengan penyitaan yang merupakan perbuatan sementara, karena barang yang disita akan ditentukan oleh putusan apakah dikembalikan kepada yang berhak, dirampas untuk negara, dimusnahkan atau tetap berada di bawah kekuasaan jaksa. Sedangkan di dalam perampasan aset berarti sudah terdapat putusan yang menyatakan mengambil properti dari pemilik tanpa membayar kompensasi yang terjadi karena pelanggaran hukum. Di dalam konteks upaya paksa yang dilakukan terhadap rekening bank, terdapat definisi dari penyitaan aset. Penyitaan aset adalah upaya paksa sementara untuk mengambil alih penguasaan atas sejumlah uang atau dana yang ada pada suatu rekening bank.46 Dari definisi tersebut, terlihat bahwa perbedaan antara penyitaan aset dan perampasan aset terletak pada bentuk penguasaan terhadap aset itu sendiri.

45 Ivan Yustivanda, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, (Bogor : Galia Indonesia, 2010), hal. 323.

46 Ibid.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur tentang perampasan aset yang terdapat di dalam Pasal 10 huruf b angka 2 yang bernama perampasan barang-barang tertentu yang digolongkan sebagai sebagai pidana tambahan. Pasal 10 KUHP yang terletak di dalam bab II tentang pidana:

Pasal 10. Pidana terdiri atas:47 a) Pidana pokok:

1) Pidana mati;

2) Pidana penjara;

3) Kurungan;

4) Denda

5) Pidana tutupan;

b) Pidana tambahan:

1) Pencabutan hak-hak tertentu;

2) Perampasan barang-barang tertentu;

3) Pengumuman putusan hakim.

Letak perampasan barang-barang tertentu berada di dalam pengaturan pidana tambahan, sehingga mempunyai karakteristik dan konsekuesi yang berbeda dibandingkan dengan pidana pokok itu sendiri. Perbedaan antara pidana pokok dan pidana tambahan adalah:

1. Hanya dapat ditetapkan apabila telah dijatuhkan pidana pokok.

Apabila hakim tidak dapat menerapkan satu pidana pokok maka dengan sendirinya tidak dapat menetapkan pula pidana

47 R. Soesilo, Op. cit. hal. 9

tambahannya.48 Terdapat pengecualian di dalam Pasal 40 KUHP dimana di dalam Pasal tersebut hakim boleh menjatuhkan perampasan barang tanpa pidana. pokok pada tindak pidana anak di bawah umur yang dikenai putusan dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya.49

2. Pidana tambahan itu bersifat fakultatif, sehingga hakim bebas menggunakan atau tidak menggunakan pilihan tersebut.50

Diantara pidana tambahan yang lain, perampasan barang-barang tertentu inilah yang paling banyak dijatuhkan.51 Barang yang dapat dirampas hanyalah barang-barang tertentu saja, karena barang-barang yang dirampas harus disebut satu persatu di dalam putusan hakim, karena undang-undang pidana tidak mengenal lagi perampasan atas seluruh kekayaan terpidana yang dahulu disebut sebagai perampasan umum.52

Pasal 39 KUHP menentukan barang-barang yang dapat dirampas. Barang- barang yang dapat dirampas itu dibagi dalam dua golongan, yaitu:53

a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh karena kejahatan, seperti uang palsu yang diperoleh dari kejahatan pemalsuan uang, uang yang diperoleh dari kejahatan penyuapan dan sebagainya. Barang- barang tersebut disebut sebagai corpora delicti dan selalu dapat dirampas asal saja menjadi milik dari terhukum dan berasal dari kejahatan;

48 E. Utrecht, Hukum Pidana II, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1997), hal. 326.

49 Ibid.

50 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal.

490.

51 Ibid, hal. 498.

52 Ibid, hal. 499.

53 E. Utrecht, Op. cit, hal. 148.

b. Barang-barang kepunyaan terpidana yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan. misalnya sebuah pistol, sebuah pisau belati, dan lain-lain. Barang-barang ini disebut instrumenta delicti.

Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) KUHP barang-barang yang termasuk di dalam penggolongan di atas belum tentu dapat dilakukan perampasan, yaitu bagi tindak pidana yang tidak dilakukan dengan sengaja (memiliki unsur culpa) dan bagi pelanggaran. Untuk merampas barang yang berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan dengan culpa dan karena suatu pelanggaran, dipersyaratkan harus dinyatakan dengan tegas di dalam undang-undang yang berarti jika tidak terdapat di dalam undang-undang maka hakim tidak mempunyai wewenang untuk melakukan perampasan barang tersebut.

Perampasan barang sejak dahulu kala juga berhubungan dengan tindakan pemusnahan barang. 54 Hal ini dikarenakan bahwa jika telah dilakukan perampasan, barang yang dirampas telah berpindah kepemilikannya yaitu menjadi milik negara.55 Oleh karena itu negara berhak untuk melakukan perbuatan terhadap barang tersebut termasuk juga pemusnahan terhadap barang yang telah dirampas. Jika negara belum merampas barang tersebut maka otomatis negara tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan pemusnahan dan jika tetap dilakukan maka negara melakukan perbuatan melawan hukum karena telah melanggar hak kebendaan warga negaranya.

Terdapat dua keadaan yang memungkinkan dalam mengeksekusi perampasan ini, yaitu:56

54 Jan Remmelink, Op. cit, hal. 499.

55 Ibid, hal. 504.

56 E. Utrecht, Op. cit, hal. 336.

1. Barang-barang yang akan dirampas telah berada dalam keadaan disita;

2. Barang-barang yang akan dirampas tidak dalam keadaan disita.

Pada keadaan barang telah disita maka barang-barang tersebut akan dijual atau dimusnahkan. Jika dijual maka hasil penjualan tersebut berdasarkan Pasal 42 KUHP menjadi milik negara dan disetor dalam kas negara.57

Jika barang yang akan dirampas tidak dalam keadaan tersita maka dalam putusan hakim harga barang-barang tersebut ditaksir dengan sejumlah uang dan setelah itu terhukum boleh memilih antara menyerahkan barang-barang tersebut atau membayar sesuai hasil taksiran tersebut.58 Apabila terhukum tidak mau menyerahkan barang atau membayar maka berdasarkan Pasal 41 ayat (1) KUHP terhukum harus menggantinya dengan pidana kurungan pengganti.

Perampasan aset juga sudah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang terdapat didalam pasal-pasal berikut, antara lain :

Pasal 39, mengatur tentang jenis barang-barang yang dapat dikenakan penyitaan adalah:

a. Harta kekayaan sebagai hasil dari tindak pidana;

b. Harta kekayaan rampasan yang didapat dari terdakwa;

c. Benda atau tagihan yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidaana;

d. Digunakan langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

57 Ibid.

58 Ibid.

e. Benda yang diperguakan untuk menghalangi-halangi penyidikan tindak pidana;

f. Benda yang dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

g. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Pasal 40, perampasan atas barang-barang selundupan melanggara aturan pengawasan pelayaran.

Pasal 41, mengatur pidana pengganti atas perampasan aset yang dijatuhkan.

Pasal 44:

a. Barang sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.

b. Penyimpanan barang sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk digunakan oleh siapapun juga.

Pasal 45:

a. Dalam hal penyimpanan tidak mungkin atau biaya mahal, maka dapat diambil tindakan sebagai berikut:

b. Benda dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum.

c. Bila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda dapat diamankan atau dijual lelang dengan persetujuan hakim.

d. Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.

e. Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

f. Benda sitaan yang bersifat terlarng atau dilarang untuk diedarkan dirampas atau dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Pasal 46:

a. Benda yang dikenakan penyitaan harus dikembalikan jika,

b. Benda tidak lagi diperlukan untuk tujuan penyidikan dan penuntutan;

c. Perkara tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti;

c. Perkara tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti;

Dokumen terkait