• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia ?

2. Bagaimana penguturan perampasan aset di Indonesia ?

3. Bagaimana penerapan perampasan aset dari tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018 ?

C. Tujuan Peneletian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan perampasan aset di Indonesia.

3. Untuk mengetahui penerapan perampasan aset dari tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018.

D. Manfaat Penelitian

Skripsi ini sekiranya dapat memberikan manfaat yang signifikan sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Penulisan skripsi ini secara akademik berguna bagi pembangunan keilmuan khususnya di bidang hukum bagi mereka yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang.

2. Secara Praktis

1. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi kejelasan yang signifikan mengenai pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang, serta memberikan kejelasan mengenai penerapan perampasan aset oleh negara.

2. Penulisan skripsi ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum terkait tindak pidana penipuan dan pencucian uang serta penerapan perampasan aset oleh negara.

3. Penulisan skripsi ini diharapkan bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan di bidang hukum.

E. Keaslian Penelitian

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (STUDI PUTUSAN KASASI NO.

3096 K/PID. SUS/2018).” Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perjanjian dan perjanjian kerja, baik melalui

literatur yang diperoleh di perpustakaan maupun media cetak dan elektronik. Di samping itu juga diadakan penelitian dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan pustaka adalah sebuah tinjuan yang meninjau tentang pokok-pokokbahasan yang berkaitan dengan masalah yang penulis kaji. Tinjauan pustaka ini penulis buat untuk menguatkan bahwa pembahasan yang penulis teliti sudah pernah ditulis oleh orang lain namun berbeda sudut pandang pembahasan.

1. Pidana dan pemidanaan

Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.

Ahli hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf. Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukumpidana.9

Istilah Pemidanaan berasal dari inggris yaitu comdemnation theory.Pemidanaan adalah penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan: “Perbuatan yang oleh

9 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.27.

suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan ataukejadian yang ditimbulkan kelakuan orang sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu”.10

2. Tindak Pidana

Pengertian mengenai tindak pidana yang dipakai di negara Indonesia berasal dari bahasa belanda yaitu strabaarfeit. Perkataan “feit” itu sendiri berarti sebagian dari suatu kenyataan atau “een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti dapat dihukum, jadi secara harafiah kata straafbarfeit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, dimana yang sebenarnya dapat dihukum adalah manusia sebagai seorang pribadi.11

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang sebagai perbuatan yang melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.12

10 R. Abdoel Djamali, Hukum Pengantar Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal.186.

11 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti), 1997, hal 181.

12 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal. 22.

3. Perampasan Aset

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memuat defenisi mengenai perampasan aset, perampasan adalah tindakan hakim yang berupa putusan tambahan pada pidana pokok sebagaimana yang tercantum pada Pasal 10 KUHP, yaitu mencabut hak dari kepemilikan seseorang atas benda. Berdasarkan penetapan hakim, benda hasil dari tindak pidana dapat dirampas dan kemudian dapat dirusak atau dapat pula dibinasakan atau bahkan dapat juga dijadikan sebagai milik negara.

4. Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Pengertian mengenai tindak pidana penipuan terdapat didalam 378 KUHP yaitu, “Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dalam memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan”.

Kamus hukum penipuan dikenal dengan istilah zwendelarij atau swindling yaitu, Perbuatan membujuk memberikan suatu barang, membatalkan hutang, menghapuskan piutang dengan melawan hukum dengan menggunakan nama palsu, tujuan menguntungkan diri sendiri adalah merupakan tindakan pidana atau kejahatan yang mana si pelaku dapat dituntut atau ditindak.13

Pencucian uang secara umum merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime, maupun individu yang

13 Mahrus Ali, Dasar -Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 2011), hal.

103

melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.14

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini disusun dengan menggunakan jenis penelitian yurudis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum dalam hukum positif.15 Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.16

Penelitian normatif dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meniliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut di susun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

14 Emmy Yuhassarie, Tindak Pidana Pencucian Uang : Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Cetakan 1, (Jakarta Selatan: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal 45.

15 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006), hal. 295

16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Gia Indonesia,1998), hal. 13-14

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara faktual dan cermat.17 Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini semata-mata menggambarkan suatu objek untuk menggambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.18

3. Sumber Data

Dalam penelitian hukum Yuridis, sumber utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta social karena dalam penelitian ilmu hukum yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat kepustakaan.19

Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a. Sumber Bahan Hukum Primer:

Adalah bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:

a. Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

c. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

d. Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018 b. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang menjelasakan secara umum mengenai bahan hukum sekunder, ini bisa berupa, Buku-buku ilmu hukum, Jurnal ilmu

17Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.

7.

18Ibid, hal. 8.

19 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), hal. 112.

hukum, Internet dan bahan-bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.

c. Sumber dan Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum sebagai perangkap dari kedua bahan hukum sebelumnya terdiri dari:

a) Kamus hukum

b) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dan menelaah bahan pustaka (literature, hasil penelitian, majalah ilmiah, jurnal ilmiah dsb).20

5. Analisis Data

Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis artinya data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menetukan makna aturan hukum yang di jadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.21

C. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi penulisan skripsi, maka penulis membuat sistematika sebagai berikut :

20M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia) hal. 27.

21Ibid, hal. 29.

Bab I : Pendahuluan

Di dalam Bab ini berisi ; tentang pendahuluan, latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Bagaimana Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia

Di dalam Bab ini berisi : tentang definisi tindak pidana penipuan, unsur-unsur tindak pidana penipuan, pengaturan tindak pidana penipuan menurut KUHP, tentang definisi tindak pidana pencucia uang, proses tindak pidana pencucian uang, pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang, dan hubungan tindak pidana penipuan dengan tindak pidana pencucian uang.

Bab III : Pengaturan Perampasan Aset di Indonesia

Di dalam Bab ini berisi : tetang defenisi perampasan aset menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), perampasan aset menurut Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Bab IV : Penerapan Perampasan Aset Dari Hasil Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018

Di dalam Bab ini berisi : tentang, kasus posisi, analisis putusan kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018,

Bab V : Kesimpulan dan Saran

BAB II

BAGAIMANA PENGATURAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A. Tindak Pidana penipuan

1. Pengertian Tindak Pidana dan Penipuan

Tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.22 Tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan Delictum atau Delicta, dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Delict, yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit.Yang masing masing memiliki arti :

a) Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, b) Baar diartikan sbagai dapat dan boleh,

c) Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Mahrus Ali menerjemahkan istilah “strafbaar felt” dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliah istilah “perbuatan pidana” adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)

22 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan,(Yogyakarta: Mahakarya Rangkang Offset, 2012), hal. 20.

yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.23

Moeljatno menerjemahkan istilah strafbaarfeit dengan perbuatan pidana.

Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.24

Menurut wujud dan sifatnya, perbuatan-perbuatan yang melawan hukum merupakan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dan pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.25 Dapat dikatakan juga bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :

a) Melawan hukum;

b) Merugikan masyarakat;

c) Dilarang oleh aturan pidana; dan d) Pelakunya diancam dengan pidana.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam KUHP tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feititu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan

23 Mahrus Ali, Op. cit. hal. 97.

24 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 59.

25 Ibid.

hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”26

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni :

a) Suatu perbuatan manusia;

b) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; dan

c) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pendapat para sarjana hukum yang sangat beragam mengenai definisi strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu :27

a. Perbuatan pidana

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.9Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

b. Peristiwa pidana

26 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 47.

27 Ibid, hal. 48-50.

Secara substantif, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.

c. Tindak pidana

Tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feitdiperkenalkan oleh pihak pemerintah Departemen Kehakiman. Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.

Berdasarkan pejelasan-penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang suatu aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana, dimana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan hukuman atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang atau individu yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.

Pengertian mengenai penipuan miliki dua sudut pandang yang harus diperhatikan, yaitu menurut sudut pandang bahasa dan sudut pandang yuridis.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan penipuan adalah tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian maka berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu

orang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.28

Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

Pengertian penipuan unsur-unsur berdasarkan di dalam pasal 378 KUHP adalah, tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakancerita sesuatu yang seakan-akan benar.29

2. Unsur-unsur dari penipuan

KUHP tentang Penipuan terdapat dalam BAB XXV Buku II. Pada bab tersebut, termuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan dalam 20 pasal, masing-masing pasal mempunyai nama khusus. Keseluruhan pasal pada BAB XXV ini dikenal dengan sebutan bedrog atau perbuatan orang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Berdasarkan rumusan tersebut, maka tindak pidana penipuan memiliki unsur-unsur pokok, yaitu :

a) Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain hukum.

28 Ananda S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2009), hal.

364.

29 R.Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal. 396.

Tujuan terdekat dari pelaku, yakni pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian, maksud tersebut harusditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya harus bersifat melawan hukum.

b) Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).

Sifat dari penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang. Alat-alat penggerak yang digunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:

1) Nama palsu.

Nama palsu dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil.

Apabila penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan nama dan dengan dia sendiri, maka penipu dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.

2) Tipu muslihat.

Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupasehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.

3) Martabat dan keadaan palsu.

Pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa dia berada dalam suatu keadaan tertentu dan keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan tersebut.

4) Rangkaian kebohongan.

Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran.” Rangkaian kebohongan itu harus diucapkan secara tersusun sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian, kata yang satu memperkuat atau membenarkan kata orang lain.

5) Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang.

Harus terdapat suatu hubungan sebab manusia antara upaya yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat penggunaan alat-alat penggerak dipandang belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normalsehingga orang tersebut terpedaya

karenanya, alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga orang tersebut menyerahkan sesuatu barang.

3. Pengaturan penipuan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Tindak pidana penipuan dalam hukum pidana merupakan kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Buku II KUHP dalam Bab XXV dari pasal 378 sampai dengan pasal 395. Setiap pasal tersebut mempunyai bentuk-bentuk penipuan yang berbeda-beda. Berikut uraian pasal 378-395 mengenai penipuan, antara lain :30

1) Pasal 378 KUHP : mengenai tindak pidana penipuan dalambentuk pokok

”Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau diri orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang”.

2) Pasal 379 KUHP: mengenai tindak pidana penipuan ringan

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 278, jika barang yang diberikan itu bukan hewan dan harga barang, utang atau piutang itu lebih dari Rp.250,- dihukum karena penipuan ringan, dengan

30 R. Soesilo, Op. cit. hal. 260.

hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“

3) Pasal 379a KUHP: merupakan bentuk pokok yang disebut penarikan botol (Flessentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan membeli barang tanpa membayar lunas harganya.

“Barangsiapa membuat pencaharianyya atau kebiasaannya membeli barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapat barang itu dengan tidak melunaskan sams

“Barangsiapa membuat pencaharianyya atau kebiasaannya membeli barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapat barang itu dengan tidak melunaskan sams

Dokumen terkait