• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 3096 K/Pid.Sus/2018)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANANDA MUHAMMAD ZIKRI NIM : 150200102

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(2)
(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Balakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 11

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : BAGAIMANA PENGATURAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A. Tindak Pidana Penipuan 1. Pengertian Tindak Pidana dan Penipuan ... 18

2. Unsur-unsur dari Penipuan ... 22

3. Pengaturan Penipuan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... 25

B. Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Pengertian Pencucian Uang ... 36

2. Proses Tindak Pidana Pencucian Uang ... 38

3. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 40

(4)

C. Hubungan Tindak Pidana Penipuan dengan Tindak Pidana

Pencucian Uang ... 45

BAB III : BAGAIMANA PENGATURAN PERAMPASAN ASET DI INDONESIA A. Perampasan Aset dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... 52

B. Perampasan Aset dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 59

BAB IV : PENERAPAN PERAMPASAN ASET DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 3096 K/Pid.Sus/2018 A. Analisis Yuridis Perampasan Aset dari Hasil Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Kasus Posisi ... 68

2. Dakwaan Penuntut Umum ... 76

3. Tuntutan Penuntut Umum ... 85

4. Amar Putusan ... 86

B. Analisis 1. Dakwaan ... 87

2. Tuntutan ... 92

3. Putusan ... 94

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(5)

ABSTRAK

Ananda Muhammad Zikri*

Madiasa Ablisar**

Eka Putra***

Tindak pidana dengan motif ekonomi salah satunya adalah penipuan.

Tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Sarana yang digunakan oleh kejahatan terorganisasi dalam menyalurkan harta hasil kejahatannya dilakukan melalui pencucian uang.

Dengan sarana ini harta yang awalnya dihasilkan dari tindak pidana seolah-olah menjadi harta yang sah atau legal. Pencucian uang sendiri diatur didalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Penelitian ini adalah penilitian yang menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah- kaidah atau norma-norma hukum dalam hukum positif dan dengan jenis penelitian kepustakaan (Library Research). Bahan penelitian yang diteliti didalam mengerjakan skripsi ini merupakan putusan kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018.

Putusan hakim didalam Putusan Tersebut dirasa bermasalah dikarenakan barang bukti didalam persidangan tersbut diputuskan untuk dirampas oleh negara.

Kesimpulan dari penulisan dari skripsi ini adalah Penipuan telah diatur penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), dan pencucian uang sendiri diatur didalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Perampasan aset sendiri sudah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 10 dan dikategorikan sebagai pidana tambahan. Pasal 39 KUHP memuat mengenai penggolongan barang-barang yang dapat dirampas. Perampasan aset juga diatur didalam KUHAP yaitu pasal 194 ayat (1), dan dalam pasal 70, 71,72 Undang-undang No. 8 Tahun Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Putusan Hakim didalam Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018 menjadi sorotan hingga saat. Putusan Hakim pada putusan tersebut dirasa bermasalah karena tidak mencerminkan keadilan bagi para korban karena majelis hakim menulak tuntutan penuntut umum yang meminta agar barang bukti nomor 1-529 untuk dikembalikan kepada korban.

Kata Kunci : Penipuan, Pencucian Uang, Perampasan Aset Untuk Negara

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum USU

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu, yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perampasan Aset Untuk Negara dari Hasil Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018)”.

Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk bisa menempuh ujian sarjana pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Di dalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Alm. Dr. Muhammad Hamdan, SH., MH selaku Ketua Dapertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

7. Liza Erwina, SH., M.Hum selaku Sekretaris Dapertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., MS Merupakan Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, motivasi dan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

9. Dr. M. Ekaputra, SH., M.Hum Merupakan Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, motivasi dan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

10. Amsali Syahputra Sembiring, SH., M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik penulis

11. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh Pendidikan perkuliahaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 12. Teristimewa ucapan terimakasih selaku Ibunda penulis ( Elly Julieti ),

Adik Perempuan ( Adinda Khairunnisa ) dan keluarga, tidak ada rangkaian kata mutiara yang dapat diutarakan dan tidak ada bahasa indah yang dapat dituliskan, pengorbanan serta perjuangan menjadi saksi bisu dalam masa perkuliahaan sampai menyelesaikan skripsi ini

13. Dr. H. RAHMAT SHAH selaku Pimpinan Perusahaan Tempat penulis Bekerja, yang telah memberikan motivasi, dan dukungan dalam menyelelasikan skripsi ini

14. Ucapan terimakasih juga kepada Alumni/Senior Himpunan Mahasiswa Islam FH USU terkhususnya Kader HmI Angkatan tahun 2015, Adik-

(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi dan informasi yang berkembang semakin pesat dewasa ini, tidak selamanya berdampak positif, di satu sisi perkembangan tersebut berdampak negatif, seperti berkembangnya tindak pidana dari yang bersifat konvensional kepada tindak pidana yang bersifat terorganisasi. Bahkan berkembanya tindak pidana pada zaman modern ini ke arah keuntungan ekonomis atau lebih dikenal sebagai tindak pidana dengan motif ekonomi, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana penipuan. Menurut Tindak pidana dengan motif ekonomi yang awalnya bersifat konvensional seperti pencucian, penipuan dan penggelapan berkembang menjadi semakin kompleks karena melibatkan pelaku yang terpelajar (white color crime).1

Jenis kejahatan ini selain menghasilkan banyak harta kekayaan sekaligus juga melibatkan banyak dana untuk membiayai peralatan-peralatan, sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tindak pidana tersebut. Dengan kompleksitas seperti ini maka penanganan tindak pidana menjadi semakin rumit dan sulit untuk ditangani oleh penegak hukum. Sudah jelas bahwa, tujuan utama para pelaku tindak pidana dengan motif ekonomi adalah untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya.

Tindak pidana dengan motif ekonmi salah satunya adalah penipuan. tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab

1 Romli Atmasasmita, Globalisasi & Kejahatan Bisnis, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hal. 119.

(10)

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya.2

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan, terutama ke dalam sistem perbankan. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana

2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politeia, 1995), hal. 260.

(11)

dalam skala nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Harta hasil tindak pidana ibarat darah yang menjadi sumber kehidupan pelaku kejahatan, baik yang bersifat individu maupun bersifat terorganisasi.

Pelaku tindak pidana, khususnya yang terorganisasi, dalam melakukan tindak pidanaya membutuhkan dana operasional untuk melancarkan tindak pidana yang direncanakan, harta hasil kejahatan yang sebelumnya menjadi modal atau dana untuk melakukan tindak pidana berikutnya. Suntikan dana segar dari hasil kejahatan sebelumnya diperlukan untuk membiayai operasi kejahatan berikutnya dan untuk membeli lebih banyak barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. 3 Layaknya bisnis dan industri yang sah atau legal, kejahatan terorganisasi membutuhkan pemasukan dana agar roda organisasi kejahatan berjalan terus menerus. Sarana yang digunakan oleh kejahatan terorganisasi dalam menyalurkan harta hasil kejahatannya dilakukan melalui pencucian uang. Dengan sarana ini harta yang awalnya dihasilkan dari tindak pidana seolah-olah menjadi harta yang sah atau legal.

Tindak Pidana Pencucian Uang atau money laundering di Indonesia menjadi salah satu permasalahan bangsa yang belum terselesaikan. Money laundering dapat diistilahkan dengan pencucian uang, pemutihan uang, pendulangan uang atau bisa juga pembersihan uang dari hasil transaksi gelap (kotor). Langkah demi langkah terus dilakukan pemerintah dengan mengundangkan Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 yang di sempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 dan saat ini diubah menjadi

3 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 28.

(12)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dibentuknya Undang-undang Pencucian Uang, merupakan sebuah bentuk komitmen dan political will negara Indonesia untuk memerangi permasalahan pencucian uang.

Tindak pidana pencucian uang merupakan proses harta kekayaan hasil dari tindak pidana untuk disembunyikan atau disamarkan baik melalui sistem keuangan maupun melalui sistem non keuangan yang akhirnya seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Tindak pidana ini mengandung dua tindak pidana, pertama, tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana penipuan dan penggelapan dan tindak pidana lain yang ancaman pidananya empat tahun atau lebih, tindak pidana ini diistilahkan dalam tindak pidana pencucian uang dengan “tindak pidana asal”. kedua, tindak pidana pencucian uang itu sendiri, harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana asal diproses untuk disembunyikan atau disamarkan (dicuci) sehingga nantinya seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Perpaduan dua tindak pidana ini menghasilkan harta kekayaan yang illegal dan dapat merugikan masyarakat secara luas dan negara.

Indonesia sebagai sebuah negara yang berdasarkan pada hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), maka upaya penegakan hukum berpegang pada prinsip-prinsip rule of law yaitu: adanya supremasi hukum, prinsip persamaan di depan hukum dan terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang dan putusan pengadilan. Dalam konteks ajaran

“negara kesejahteraan” (welfare state) pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mensinergikan upaya penegakan hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai

(13)

keadilan dengan upaya pencapaian tujuan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Berdasarkan pemikiran seperti ini, penanganan tindak pidana dengan motif ekonomi harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berkeadilan bagi masyarakat melalui pengembalian hasil dan instrumen tindak pidana kepada negara untuk kepentingan masyarakat.4

Kebutuhan yang nyata terhadap suatu sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif dan efisien. Tentunya tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar hak-hak perorangan. Pelaku tindak pidana, secara curang dan berlawanan dengan norma dan ketentuan hukum, mengambil keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Kejahatan juga memungkinkan terakumulasinya sumber daya ekonomi yang besar di tangan pelaku tindak pidana yang seringkali digunakan untuk kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, kejahatan berpotensi merusak tatanan kehidupan bermasyarakat yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan didalam suatu masyarakat secara keseluruhan.5

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia seperti United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic drugs and

4 Yenti Ganarsih, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money laundering), cet. 1, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 55.

5 Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit. hal. 5.

(14)

Psychotropic Substances (1988), United Nations Convention on Transnational Organized Crime (2000), dan United Nations Convention against Corruption (2003). Konvensi-konvensi PBB tersebut antara lain mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta perampasan hasil dan instrumen tindak pidana. Sebagai konsekuensi dari diratifikasinya konvensi-konvensi PBB tersebut mengharuskan pemerintah Indonesia menyesuaikan ketentuan-ketentuan perundang- undangan yang ada dengan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam konvensi-konvensi tersebut.

Mencegah dan memberantas tindak pidana terorganisasi dan transnasional tidak dilakukan dengan cara-cara yang konvensional, seperti menangkap pelaku tindak pidana (follow the suspect), cara ini tidak efektif untuk dilakukan karena untuk membuktikan adanya tindak pidana terhadap tindak pidana yang terorganisasi dan transnasional sangatlah sulit. Oleh karena itu, harus digunakan terobosan baru yakni dengan metode follow the money mengikuti dan mengetahui jejak rekam harta kekayaan hasil dari tindak pidana asal. Setelah itu selesai dilanjutkan dengan perampasan aset, harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana dirampas agar pelaku tindak pidana tidak dapat menikmati hasil tindak pidana yang dilakukan. Bisa dibayangkan jika harta kekayaan hasil dari tindak pidana yang diibaratkan darah dan jantungnya pelaku tindak pidana dirampas dan tidak dapat menikmati hasil dari tindak pidananya, maka pelaku tindak pidana tersebut akan mati perlahan-lahan.6

6 Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2013), hal. 4.

(15)

Berdasarkan pengalaman Indonesia dan negara-negara lain menunjukkan bahwa mengungkap tindak pidana, menemukan pelakunya dan menempatkan pelaku tindak pidana di dalam penjara (follow the suspect) ternyata belum cukup efektif untuk menekan tingkat kejahatan jika tidak disertai dengan upaya untuk menyita dan merampas hasil dan instrument tindak pidana.7 Ketentuan pidana di Indonesia sudah mengatur mengenai kemungkinan untuk menyita serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana seperti dalam KUHP, KUHAP, dan beberapa ketentuan peraturan perundang-perundangan lainnya. Akan tetapi berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, perampasan aset (harta kekayaan) hanya dapat dilaksanakan setelah pelaku tindak pidana terbukti di pengadilan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Sementara dalam praktiknya terdapat berbagai kemungkinan yang dapat mengangi penyelesaian mekanisme penindakan seperti itu, contohnya tidak ditemukannya atau meninggalnya atau adanya angan lain yang mengakibatkan pelaku tindak pidana tidak bisa menjalani pemeriksaan di pengadilan, atau tidak ditemukannya bukti yang cukup untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan dan juga karena sebab-sebab yang lainnya.

Perampasan asat mengalami Perkembangan sehingga sampai saat ini terdapat tiga jenis model perampasan aset.8 Pertama, perampasan aset secara pidana (in personam forfeiture) merupakan perampasan terhadap asset yang dikaitkan dengan pemidanaan seseorang terpidana; kedua, perampasan aset secara perdata (in rem forfeiture) merupakan perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya pemidanaan; dan ketiga, perampasan aseta secara administratif merupakan

7 Ibid.

8 Paku Utama, Memahami Asset Recovery & Gatekeeper, (Jakarta: Indonesia Legal Roundtable, 2013), hal. 60.

(16)

upaya perampasan yang dilakukan badan sifat federal untuk merampas suatu properti tanpa adanya campur tangan pengadilan.

Perampasan aset hasil tindak pidana asal atau tindak pidana pencucian uang tersebut diaturlah dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menyita dan merampas hasil dan instrumen tindak pidana dari pelaku tindak pidana tidak saja memindahkan sejumlah harta kekayaan dari pelaku kejahatan kepada masyarakat tetapi juga akan memperbesar kemungkinan masyarakat untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu terbentuknya keadilan dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28D ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sementara itu, pasal 28H (4) menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Berdasarkan penjelesan diatas, menarik untuk dikaji dan diteliti tentang kewenangan dan tujuan pemerintah dalam melakukan perampasan aset hasil tindak pidana penipuan dan pencucian uang, dan Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dihubungkan dengan perampasan aset hasil tindak pidana, khususnya tindak penipuan.

Berasarkan uaraian yang telah dijabarkan diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis tetang penerapan perampasan aset dari hasil tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang lebih lanjut dalam skripsi berjudul, “TINJAUAN YURIDIS PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA

(17)

DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( Studi Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia ?

2. Bagaimana penguturan perampasan aset di Indonesia ?

3. Bagaimana penerapan perampasan aset dari tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018 ?

C. Tujuan Peneletian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan perampasan aset di Indonesia.

3. Untuk mengetahui penerapan perampasan aset dari tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018.

(18)

D. Manfaat Penelitian

Skripsi ini sekiranya dapat memberikan manfaat yang signifikan sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Penulisan skripsi ini secara akademik berguna bagi pembangunan keilmuan khususnya di bidang hukum bagi mereka yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang.

2. Secara Praktis

1. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi kejelasan yang signifikan mengenai pengaturan mengenai tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang, serta memberikan kejelasan mengenai penerapan perampasan aset oleh negara.

2. Penulisan skripsi ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum terkait tindak pidana penipuan dan pencucian uang serta penerapan perampasan aset oleh negara.

3. Penulisan skripsi ini diharapkan bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan di bidang hukum.

E. Keaslian Penelitian

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERAMPASAN ASET UNTUK NEGARA DARI HASIL TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (STUDI PUTUSAN KASASI NO.

3096 K/PID. SUS/2018).” Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perjanjian dan perjanjian kerja, baik melalui

(19)

literatur yang diperoleh di perpustakaan maupun media cetak dan elektronik. Di samping itu juga diadakan penelitian dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan pustaka adalah sebuah tinjuan yang meninjau tentang pokok- pokokbahasan yang berkaitan dengan masalah yang penulis kaji. Tinjauan pustaka ini penulis buat untuk menguatkan bahwa pembahasan yang penulis teliti sudah pernah ditulis oleh orang lain namun berbeda sudut pandang pembahasan.

1. Pidana dan pemidanaan

Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.

Ahli hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf. Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukumpidana.9

Istilah Pemidanaan berasal dari inggris yaitu comdemnation theory.Pemidanaan adalah penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan: “Perbuatan yang oleh

9 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.27.

(20)

suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan ataukejadian yang ditimbulkan kelakuan orang sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu”.10

2. Tindak Pidana

Pengertian mengenai tindak pidana yang dipakai di negara Indonesia berasal dari bahasa belanda yaitu strabaarfeit. Perkataan “feit” itu sendiri berarti sebagian dari suatu kenyataan atau “een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti dapat dihukum, jadi secara harafiah kata straafbarfeit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, dimana yang sebenarnya dapat dihukum adalah manusia sebagai seorang pribadi.11

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang- undang sebagai perbuatan yang melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.12

10 R. Abdoel Djamali, Hukum Pengantar Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal.186.

11 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti), 1997, hal 181.

12 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal. 22.

(21)

3. Perampasan Aset

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memuat defenisi mengenai perampasan aset, perampasan adalah tindakan hakim yang berupa putusan tambahan pada pidana pokok sebagaimana yang tercantum pada Pasal 10 KUHP, yaitu mencabut hak dari kepemilikan seseorang atas benda. Berdasarkan penetapan hakim, benda hasil dari tindak pidana dapat dirampas dan kemudian dapat dirusak atau dapat pula dibinasakan atau bahkan dapat juga dijadikan sebagai milik negara.

4. Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Pengertian mengenai tindak pidana penipuan terdapat didalam 378 KUHP yaitu, “Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dalam memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan- perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan”.

Kamus hukum penipuan dikenal dengan istilah zwendelarij atau swindling yaitu, Perbuatan membujuk memberikan suatu barang, membatalkan hutang, menghapuskan piutang dengan melawan hukum dengan menggunakan nama palsu, tujuan menguntungkan diri sendiri adalah merupakan tindakan pidana atau kejahatan yang mana si pelaku dapat dituntut atau ditindak.13

Pencucian uang secara umum merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime, maupun individu yang

13 Mahrus Ali, Dasar -Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika. 2011), hal.

103

(22)

melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.14

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini disusun dengan menggunakan jenis penelitian yurudis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah- kaidah atau norma-norma hukum dalam hukum positif.15 Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.16

Penelitian normatif dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meniliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut di susun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

14 Emmy Yuhassarie, Tindak Pidana Pencucian Uang : Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Cetakan 1, (Jakarta Selatan: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal 45.

15 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006), hal. 295

16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Gia Indonesia,1998), hal. 13-14

(23)

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara faktual dan cermat.17 Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini semata-mata menggambarkan suatu objek untuk menggambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.18

3. Sumber Data

Dalam penelitian hukum Yuridis, sumber utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta social karena dalam penelitian ilmu hukum yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat kepustakaan.19

Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a. Sumber Bahan Hukum Primer:

Adalah bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:

a. Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

c. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

d. Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018 b. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang menjelasakan secara umum mengenai bahan hukum sekunder, ini bisa berupa, Buku-buku ilmu hukum, Jurnal ilmu

17Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.

7.

18Ibid, hal. 8.

19 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), hal. 112.

(24)

hukum, Internet dan bahan-bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.

c. Sumber dan Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum sebagai perangkap dari kedua bahan hukum sebelumnya terdiri dari:

a) Kamus hukum

b) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dan menelaah bahan pustaka (literature, hasil penelitian, majalah ilmiah, jurnal ilmiah dsb).20

5. Analisis Data

Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis artinya data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menetukan makna aturan hukum yang di jadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.21

C. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi penulisan skripsi, maka penulis membuat sistematika sebagai berikut :

20M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia) hal. 27.

21Ibid, hal. 29.

(25)

Bab I : Pendahuluan

Di dalam Bab ini berisi ; tentang pendahuluan, latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Bagaimana Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia

Di dalam Bab ini berisi : tentang definisi tindak pidana penipuan, unsur-unsur tindak pidana penipuan, pengaturan tindak pidana penipuan menurut KUHP, tentang definisi tindak pidana pencucia uang, proses tindak pidana pencucian uang, pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang, dan hubungan tindak pidana penipuan dengan tindak pidana pencucian uang.

Bab III : Pengaturan Perampasan Aset di Indonesia

Di dalam Bab ini berisi : tetang defenisi perampasan aset menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), perampasan aset menurut Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Bab IV : Penerapan Perampasan Aset Dari Hasil Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018

Di dalam Bab ini berisi : tentang, kasus posisi, analisis putusan kasasi No. 3096 K/Pid. Sus/2018,

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(26)

BAB II

BAGAIMANA PENGATURAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A. Tindak Pidana penipuan

1. Pengertian Tindak Pidana dan Penipuan

Tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.22 Tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan Delictum atau Delicta, dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Delict, yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar dan feit.Yang masing masing memiliki arti :

a) Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, b) Baar diartikan sbagai dapat dan boleh,

c) Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Mahrus Ali menerjemahkan istilah “strafbaar felt” dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliah istilah “perbuatan pidana” adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)

22 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sabagai Syarat Pemidanaan,(Yogyakarta: Mahakarya Rangkang Offset, 2012), hal. 20.

(27)

yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.23

Moeljatno menerjemahkan istilah strafbaarfeit dengan perbuatan pidana.

Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.24

Menurut wujud dan sifatnya, perbuatan-perbuatan yang melawan hukum merupakan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dan pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.25 Dapat dikatakan juga bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :

a) Melawan hukum;

b) Merugikan masyarakat;

c) Dilarang oleh aturan pidana; dan d) Pelakunya diancam dengan pidana.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam KUHP tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feititu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan

23 Mahrus Ali, Op. cit. hal. 97.

24 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 59.

25 Ibid.

(28)

hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”26

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni :

a) Suatu perbuatan manusia;

b) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang- undang; dan

c) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pendapat para sarjana hukum yang sangat beragam mengenai definisi strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu :27

a. Perbuatan pidana

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.9Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

b. Peristiwa pidana

26 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 47.

27 Ibid, hal. 48-50.

(29)

Secara substantif, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.

c. Tindak pidana

Tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feitdiperkenalkan oleh pihak pemerintah Departemen Kehakiman. Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.

Berdasarkan pejelasan-penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang suatu aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana, dimana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan hukuman atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang atau individu yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.

Pengertian mengenai penipuan miliki dua sudut pandang yang harus diperhatikan, yaitu menurut sudut pandang bahasa dan sudut pandang yuridis.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan penipuan adalah tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian maka berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu

(30)

orang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.28

Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

Pengertian penipuan unsur-unsur berdasarkan di dalam pasal 378 KUHP adalah, tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakancerita sesuatu yang seakan-akan benar.29

2. Unsur-unsur dari penipuan

KUHP tentang Penipuan terdapat dalam BAB XXV Buku II. Pada bab tersebut, termuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan dalam 20 pasal, masing-masing pasal mempunyai nama khusus. Keseluruhan pasal pada BAB XXV ini dikenal dengan sebutan bedrog atau perbuatan orang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Berdasarkan rumusan tersebut, maka tindak pidana penipuan memiliki unsur- unsur pokok, yaitu :

a) Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain hukum.

28 Ananda S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2009), hal.

364.

29 R.Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal. 396.

(31)

Tujuan terdekat dari pelaku, yakni pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian, maksud tersebut harusditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya harus bersifat melawan hukum.

b) Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).

Sifat dari penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang. Alat-alat penggerak yang digunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:

1) Nama palsu.

Nama palsu dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil.

Apabila penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan nama dan dengan dia sendiri, maka penipu dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.

2) Tipu muslihat.

Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupasehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.

(32)

3) Martabat dan keadaan palsu.

Pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa dia berada dalam suatu keadaan tertentu dan keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan tersebut.

4) Rangkaian kebohongan.

Terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran.” Rangkaian kebohongan itu harus diucapkan secara tersusun sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian, kata yang satu memperkuat atau membenarkan kata orang lain.

5) Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang.

Harus terdapat suatu hubungan sebab manusia antara upaya yang digunakan dengan penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat penggunaan alat-alat penggerak dipandang belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakannya alat-alat tersebut menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normalsehingga orang tersebut terpedaya

(33)

karenanya, alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga orang tersebut menyerahkan sesuatu barang.

3. Pengaturan penipuan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Tindak pidana penipuan dalam hukum pidana merupakan kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Buku II KUHP dalam Bab XXV dari pasal 378 sampai dengan pasal 395. Setiap pasal tersebut mempunyai bentuk- bentuk penipuan yang berbeda-beda. Berikut uraian pasal 378-395 mengenai penipuan, antara lain :30

1) Pasal 378 KUHP : mengenai tindak pidana penipuan dalambentuk pokok

”Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau diri orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang”.

2) Pasal 379 KUHP: mengenai tindak pidana penipuan ringan

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 278, jika barang yang diberikan itu bukan hewan dan harga barang, utang atau piutang itu lebih dari Rp.250,- dihukum karena penipuan ringan, dengan

30 R. Soesilo, Op. cit. hal. 260.

(34)

hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900,-“

3) Pasal 379a KUHP: merupakan bentuk pokok yang disebut penarikan botol (Flessentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan membeli barang tanpa membayar lunas harganya.

“Barangsiapa membuat pencaharianyya atau kebiasaannya membeli barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapat barang itu dengan tidak melunaskan sams sekali pembayarannya, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.”

4) Pasal 380 KUHP: tindak pidana pemalsuan nama dan tanda atas sesuatu karya ciptaan orang

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 75.000,-, dihukum

1e. barangsiapa menaruh sesuatu nama atau tanda palsu, atau memalsukan nama atau tanda yang asli pada aatau didalam suatu buatan tentang kesusasteraan, ilmu pengetahuan, kesenian atau kerajinan dengan maksud supaya orang percaya dan menerima, bahwa buatan itu sebenarnya dibuat oleh orang yang namanya atau tandanya ditaruh pada atau didalam buatan itu;

2e. barangsiapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau membawa masuk ke Negara Indonesia sesuatu buatan kesusasteraan,

(35)

ilmu pengetahuan, kesenian atau kerajinan yang diatasnya atau didalamnya ditaruh sesuatu nama atau tanda palsu atau nama yang dipalsukan seolah-olah buatan itu sebenarnya asal buah tangan orang yang namanya atau tandanya palsu ditaruh pada atau didalam buatan itu.

(2) Buatan itu jika kepunyaan terhukum, dapat dirampas.Pasal 5) 381 KUHP: mengenai penipuan pada pertanggungan atau

perangsuransian

“Barangsiapa dengan akal dan tipu muslihat menyesatkan orang menanggung asuransi tentang hal ikhwal yang berhubungan dengan tanggungan itu, sehingga ia menanggung asuransi itu membuat perjanjian yang tentu tidak akan dibuatnya atau tidak dibuatnya dengan syarat serupa itu, jika sekiranya diketahuinya keadaan hal ikhwal yang sebenar-benarnya, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.”

6) Pasal 382 KUHP : mengatur tindak pidana yang menimbulkan kerusakan pada benda yang dipertanggungkan

“Barangsiapa dengan maksud akan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, sedang hal itu merugikan yang menanggung asuransi atau orang yang dengan syah memegang surat penanggungan barang dikapal, membakar atau menyebabkan letusan dalam sesuatu barang yang masuk asuransi bahaya api, atau mengaramkan atau mendamparkan, membinasakan, atau merusakkan sehingga tak dapat dipakai lagi

(36)

kapal (perahu) yang dipertanggungkan atas atau yang muatannya atau upah muatannya yang akan diterima telah dipertanggungkan atau yang untuk melengkapkan kapal (perahu) itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.”

7) Pasal 382 bis KUHP: mengatur tentang tindak pidana persaingan curang atau oneerlijke mededinging

“Barangsiapa melakukan sesuatu perbuatan menipu untuk mengelirukan orang banyak atau seorang, yang tertentu dengan maksud akan mendirikan atau membesarkan hasil perdagangannya atau perusahaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, dihukum, karena bersaing curang, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

13.000,00-, jika hal itu dapat menimbulkan sesuatu kerugian bagi saingannya sendiri atau saingan orang lain.”

8) Pasal 383 KUHP: mengatur tindak pidana penipuan dalamjual-beli Dengan hukuman penjara selama-lamanyasatu tahun empat bulan dihukum penjual yang menipu pembeli:

1e. dengan sengaja menyerahkan barang lain dari pada yang telah ditunjuk oleh pembeli;

2e. tentang keadaan, sifat atau banyaknya barang yang diserahkan itu dengan memakai akal dan tipu muslihat.”

9) Pasal 383 bis KUHP : mengatur penipuan dalam penjualan beberapa salinan (copy) kognosement

(37)

“Pemegang surat pengangkutan dilaut (cognossement) yang dengan sengaja mempunyai beberapa lembar surat cognossement serta telah diikat dengan perjanjian hutang untuk keperluan beberapa orang yang harus mendapatnya, dihukum penjara selama- lamanya dua tahun delapan bulan.”

10) Pasal 384 KUHP: mengatur tindak pidana penipuan dalamjual beli dalam bentuk geprivilegeerd

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 383, jika harga keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp. 250,- dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900,-“

11) Pasal 385 KUHP: mengatur tentang tindak pidana penipuan yang menyangkut tanah

Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun dihukum:

1e. barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit ditanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu;

2e. barangsiapa dengan maksud yang serupa menjual, menukar atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak

(38)

rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah partikulir atau sebuah rumah, perbuatan tanaman atau bibit tanah tempat orang menjalankan hak raklyat dalam memakai tanah itu, sedang tanah dan barang itu memang sudah dijadikan tanggungan utang, tetapi ia tidak memberitahukan hal itu kepada pihak yang lain;

3e. barangsiapa dengan maksud yang serupa menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah partikulir dengan menyembunyikan kepada pihak lain, bahwa tanah tempat orang menjalankan hak itu sudah digadaikan;

4e. barangsiapa dengan maksud yang serupa menggadaikan atau menyewakan sebidang tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya, bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas tanah itu;

5e. barangsiapa dengan maksud yang serupa, menjual atau menukarkan sebidang tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu yang telah digadaikan, tetapi tidak memberitahukan kepada pihak yang lain, bahwa tanah itu telah digadaikan.

6e. barangsiapa dengan maksud yang serupa menyewakan sebidang tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu untuk sesuatu masa, sedang

(39)

diketahuinya bahwa tanah itu untuk masa itu juga telah disewakan kepada orang lain.”

12) Pasal 386 KUHP: mengatur penipuan dalam penjualan bahan makanan dan obat

(1) Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan atau minuman atau obat, sedang diketahuinya bahwa barang-barang itu dipalsukan dan kepalsuan itu disembunyikan, dihukum penjara selama-lamanya emoat tahun.

(2) Barang makanan atau minuman atau obat itu dipandang palsu, kalua harganya atau gunanya menjadi kurang, sebab sudah dicampuri dengan zat-zat lain.

13) Pasal 387 KUHP: mengatur penipuan terhadap pekerjaanpembagunan atau pemborongan

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum seorang pemborong atau ahli bangunan dari sesuatu pekerjaan atau penjual bahan-bahan bangunan yang pada waktu mengerjakan perbuatan itu atau pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan itu melakukan sesuatu akal tipu, yang dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan orang atau barang, atau bagi keselamatan negara waktu ada perang.

(2) Dengan hukuman itu juga dihukum barangsiapa diwajibkan mengawasi pekerjaan atau penyerahan bahan-bahan bangunan itu, dengan sengaja membiarkan akal tipu tadi.

(40)

14) Pasal 388 KUHP: mengatur penipuan terhadap penyerahan barang untuk angkatan perang

(1) Barangsiapa pada waktu meyerahkan barang keperluan balatentara laut atau darat melakukan akal tipu, yang dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan negara waktu ada perang, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

(2) Dengan hukuman itu juga dihukum barangsiapa diwajibkan mengawasi penyerahan barang itu, dengan sengajamembiarkan akal tipu tadi.

15) Pasal 389 KUHP: mengatur penipuan terhadap batas pekarangan

“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, membinasakan, memindahkan, membuang atau membuat sehingga tidak terpakai lagi barang yang dipergunakan untuk menentukan batas pekarangan, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”

16) Pasal 390 KUHP: mengatur tindak pidana penyebarluasanberita bohong yang membuat harga barang-barang kebutuhan menjadi naik

“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”

(41)

17) Pasal 391 KUHP: mengatur penipuan dengan memberikangambaran tidak benar tentang surat berharga

“Barangsiapa yang diwajibkan dirinya atau memberi pertolongan akan menjual surat utang dari sesuatu negeri atau dari sebagian negeri atau dari sesuatu balai umum atau saham atau surat utang dari sesuatu perkumpulan, balai atau perseroan, mencoba membujuk umum supaya membeli atau turut mengambil bahagian, dengan sengaja menyembunyikkan atau merusakkan keadaan atau hal ikhwal yang sebenar-benarnya atau membayangkan keadaan atau hal ikhwal yang palsu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.”

18) Pasal 392 KUHP: mengatur penipuan dengan penyusunan neraca palsu

“Pedangang, pengurus atau komisaris (pembantu) perseroan yang tidak bernama maskapai andil Bumiputera atau dari perkumpulan koperasi, yang dengan sengaja mengumumkan keadaan atau neraca (balans) yang tidak benar, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan”

19) Pasal 393 KUHP: mengatur penipuan dengan nama firma atau merk atas barang dagangan

(1) Barangsiapa membawa masuk ke negara Indonesia dengan tidak jelas akan dibawa keluar lagi, atau menjual, menawarkan menyerahkan, membagikan atau menyediakan untuk dijual atau dibagikan, barang yang diketahuinya atau dengan sepatutnya harus

(42)

disangkanya, bahwa pada barang itu sendiri atau pada bungkusannya, diletakkan nama palsu, firma atau merek yang menjadi hak orang lain untuk menyatakan asalnya, diletakkan nama sebuah tempat yang tentu dengan ditambahkna nama atau firma palsu ataupun sekira pada barang itu sendiri atau pada bungkusannya diletakkan nama tiruan, firma atau merek yang demikian walaupun dengan perubahan sedikit, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 9.000,-

(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan itu belum lalu 5 tahun sejak penghukuman dahulu bagi tersalah Karena kejahatan yang semacam itu juga, dapat dijatuhkan hukuman penjara selama- lamanya Sembilan bulan.

20) Pasal 393 bis KUHP: mengatur penipuan dalam lingkunganpengacara

(1) Pengacara yang dengan sengaja memasukkan atau suruh memasukkan keterangan tentang tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang tergugat atau orang yang berutang, dalam surat yang berisi gugat bercerai atau gugat membebaskan laki/isteri dari pada kewajiban tinggal serumah (bercerai dari meja makan dan tempat tidur) atau dalam permintaan palit, maupun dalam surat yang bersangkutan dengan itu sedang diketauhinya atau patut disangkanya, bahwa keterangan itu berlawanan dengan kebenaran, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun.

(43)

(2) Dihukum dengan hukuman yang sama, laki/isteri yang menggunakan atau penagih utang yang atas peermintaannya dituntutkan permintaan palit, yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu seperti dimaksudkan dalam ayat (1) kepada seorang pengacara.

21) Pasal 394 KUHP: mengatur penipuan dalam kelurga

“Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, kecuali bagi kejahatan yang diterangkan dalam (ayat kedua dari pasal 393 bis itu) sekedar kejahatan itu dilakukan mengenai keterangan tentang tergugat bercerai atau guigat membebaskan laki/isteri daripada kewajiban tinggal serumah”

22) Pasal 395 KUHP: mengatur tentang hukuman tambahan

(1) Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini hakim dapat memerintakan supaya mengumumkan keputusannya dan tersalah dapat di pecat dari menjalankan jabatannya, dalam mana dilakukannya kejahatan itu.

(2) Pada waktu menjatuhkan hukuman Karena salah satu kejahatan yang diterangkan pada pasal 378, 382, 385, 387, 388, dan 393 bis, dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 no. 1-4.

(44)

B. Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Pengertian Pencucian Uang

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni money laundering. Money artinya uang dan laundering artinya pencucian. Sehingga secara harfiah, money laundering berarti pencucian uang atau pemutihan uang hasil kejahatan.31 Pencucian uang sendiri tidak memiliki pengertian yang seragam dan komprehensif. Masing-masing negara memilki definisi mengenai pencucian uang sesuai dengan terminologi kejahatan menurut hukum negara yang bersangkutan. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-negara yang telah maju dan negara-negara yang telah maju dan negara-negara dari dunia ketiga, masing-masing mempunyai definisi senidiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Tetapi semua negara sepakat, bahwa pemberantasan pencucian uang sangat penting untuk melawan tindak pidana terorisme, bisnis narkoba, penipuan ataupun korupsi.32 Para ahli hukum Indonesia istilah money laundering disepakati dengan istilah pencucian uang. Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaanyang diperoleh darihasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.33

Pencucian uang sendiri memiliki beberapa pengertian. Secara umum, pengertian atau definisi tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain . Black’s Law Dictionary memberikan pengertian pencucian uang sebagai term used it describe

31 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 12.

32 Ivan Yustiavandana (dkk), Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 10.

33 Adrian Sutedi, Op. cit. hal. 12.

(45)

investment or of other transfer of money flowing from rocketeeting, drug transaction, and other illegal source into legitimate channels so that is original source cannot be traced (pencucian uang adalah istilah untuk menggambarkan investasi di bidang-bidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat diketahui lagi asal usulnya). Pencucian uang adalah proses menghapus jejak asal usul uang hasil kegiatan ilegal atau kejahatan melalui serangkaian kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan berkali-kali dengan tujuan untuk mendapatkan status legal untuk uang yang diinvestasikan atau dimusnahkan ke dalam system keuangan.34

Pengertian tetang pencucian uang menurut para ahli, antara lain:

a) Menurut Welling

Pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan sumber tidak sah atau aplikasi pendapat tidak sah, sehingga pendapatan itu menjadi sah.

b) Menurut Fraser

Pencucian uang adalah sebuah proses yang sungguh sederhana dimana uang kotor di proses atau dicuci melalui sumber yang sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati keuntungan tidak halal itu dengan aman.

c) Menurut Prof. Dr. M. Giovanoli

Money laundering merupakan proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang di peroleh dari tindak pidana dimananipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah berasal dari sumber yang sah.

34 Ibid.

(46)

d) Mr. J. Koers

Money laundering merupakan proses memindahkan kekayaan yang di peroleh dari aktivitas yang melawan hukum menjadi modal yang sah.

Pengertian pencucian uang juga terdapat didalam Pasal 3 Undang-undang no.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, dan mengibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asingatau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Proses Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak pidana pencucian uang dalam pelaksanaannya, para pelaku memiliki metode tersendiri dalam melakukan tindak pidana tersebut. Walaupun setiap pelaku sering melakukan dengan menggunakan metode yang bervariasi tetapi secara garis besar metode pencucian uang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu Placement, Layering, dan Integration. Walaupun ketiga metode tersebut dapat berdiri sendiri atau mandiri terkadang dan tidak menutup kemungkinan ketiga metode tersebut dilakukan secara bersamaan. Berikut adalah penjelasan dari metode pencucian uang tersebut:

1) Placement

Referensi

Dokumen terkait

Dilakukan kembali penimbangan untuk mendapatkan berat kerupuk kulit mentah untuk perhitungan rendemen. b) Menggoreng pada suhu ±160 0 C selama 3 menit sampai mengembang

Boiler merupakan suatu alat dengan prinsip kerja seperti ketel, yang digunakan sebagai tempat pemanasan air (feedwater) menjadi uap kerja (steam). Perubahan dari fase cair

Hal ini berarti bahwa likuiditas (CR), leverage (DER) dan ukuran perusahaan (Total Aktiva) tidak berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu penyajian

1. Sebelum mengikuti pelatihan, pada umumnya peserta pelatihan belum memiliki pekerjaan tetap yang dapat dijadikan sumber mata pencaharian, meskipun mereka sudah bekerja

Strategi pemasaran melalui peningkatan kualitas produk deposito mud{a<rabah di BPRS Bumi Artha Sampang yang sangat menonjol yaitu nasabah deposan mendapatkan

TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria atau alternatif pilihan yang merupakan alternatif yang mempunyai jarak terkecil dari solusi ideal positif dan

JUDUL SKRIPSI : NAVIGASI ROBOT MOBIL PENGIKUT DINDING PADA PETA KONTES ROBOT PEMADAM API BERBASIS MIKROKONTROLLER DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA LOGIKA FUZZY.. Menyatakan bahwa

Secara umum penipuan itu telah diatur sebagai tindak pidana oleh pasal 378 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya diri sendiri