• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari efektifitas manajerial seorang pemimpin. Oleh karena itulah mengherankan bahwa setiap orang yang menduduki jabatan paling rendah hingga paling puncak selalu menginginkan agar baginya tersedia suatu sistrm informasi yang handal agar pelaksanaan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya benar-benar terlaksana sesuai dengan hal-hal yang telah ditetapkan dalam rencana. Bahkan dilihat dari segi pengawasan, sebagian besar kegiatan yang kegiatan yang diselenggarakan oleh berbagai satuan karja penunjang dalam organisasi sebenarnya dilakukan dalam rangka penyediaan informasi, seperti informasi keuangan, informasi kepegawaian, informasi logistik, informasi ketatausahaan dan lain sebagainya sebagai jalan untuk memperlancar jalanya pengawasan. Maka dalam hal ini pengawasan akan berlangsung dengan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut menurut Siagian (1992:175) :

1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan yaitu bahwa tehnik pengawasan harus sesuai antara lain dengan penemuan informasi tentang siapa yang melakukan pengawasan dan kegiatan apa yang menjadi sasaran pengawasan tersebut.

2. Pengawasan harus segera memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi atau penyimpangan yang mungkin tearjadi sebelum penyimpangan itu menjadi kenyataan. Usaha deteksi seperti itu harus dilakukan sedini mungkin dan informasi tentang hasil deteksi itu harus

segera tiba ditangan manajer secara fungsional bertanggungjawab agar ia segera dapat mengambil tindakan pencegahannya.

3. Objektifitas dalam melakukan pengawasan

Salah satu komponen yang harus terlihat dalam rencana adalah standar prestasi kerja yang diharapkan dipenuhi oleh para pelaksana kegiatan operasional. Standar demikian harus jelas terlihat bukan saja dalam prosedur dan mekanisme kerja, akan tetapi juga dalam kriteria yang menggambarkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif dan sedapat mungkin dinyatakan secara tertulis. Kriteria demikian lebih bermakna lagi apabila para pelaksana mengetahui, memahami dan menerima kriteria itu. Dengan adanya kriteria tersebut, maka pengawasan dapat dilakukan dengan objektif.

4. Keluwesan Pengawasan

Hal ini berarti pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun organisasi menghadapi perubahan kerja karena timbulnya keadaan yang tidak diduga sebelumnya atau bahkan juga bila terjadi kegagalan atau perubahan tersebut dan dengan demikian penyesuaian yanag diperlukan dapat dilakukan dalam pelaksanaan kegiaatan pengawasan.

5. Efisiansi Pelaksanaan Pengawasan

Pengawasan dilakukan supaya keseluruhan organisasi bekerja dengan tingkat efisiensi yang semakin tinggi. Hal ini berarti, setiap organisasi harus menciptakan suatu sistem pengawasan yang sesuai dengan

kebutuhan organisasi yang bersangkutan karena hanya dengan demikianlah efesiensi pengawasan dapat ditingkatkan.

6. Pengawasan mencari apa yang tidak beres.

Teori pengawasan menonjolkan usaha peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja dengan menyoroti sistem kerja yang berlaku bagi organisasi. Artinya yang menjadi sorotan utama adalah usaha mencari dan menemukan apa yang tidak beres dalam organisasi apalagi jika terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini , pengawasan yang baik juga harus menemukan siapa yang salah dan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut.

7. Pengawasan harus bersifat membimbing

Jika telah ditemukan apa yang tidak beres dan siapa yang salah serta telah diketahui pula faktor-faktor penyebabnya, seorang manajer harus berani mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, sehingga kesalahan yang diperbuat oleh bawahan tidak terulang kembali meskipun kecenderungan berbuat kesalahan yang lain tidak dapat dihilangkan sama sekali mengingat sifat manusia yang tidak sempurna itu. Bahkan pengenaan sanksi berupa hukuman pun bila diperlukan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hanya saja dalam pengenaan sanksi, tetap harus membimbing, mendidik, objektif dan rasional serta didasarkan pada kriteria dipahami dan diterima oleh orang yang bersangkutan. Dalam hubungan ini harus ditekankan, bahwa tindakan

pengenaan sanksi terhadap bawahan keteladanan pada diri manajer yang bersangkutan.

1.5.2. Disiplin

Kata disiplin berasal dari kata “ disipel “ ( lateimin, 1995:67) yang berarti pengikut yang sungguh – sungguh dan yakin dengan kekuatan dan keyakinan tersebut merupakan dasar utama dari setiap ajaran.

Disiplin tidak hanya diartikan tunduk kepada peraturan-peraturan dan ketentuan yang sudah lazim dilaksanakan, akan tetapi dapat mendorong manusia melaksanakan kegiatan-kegiatan sadar diyakini manfaatnya.

Disiplin adalah suatu tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari kantor baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik apabila pegawainya tidak memiliki disiplin kerja yang baik pula. Untuk itu perlu ditingkatkan disiplin kerja para pegawai nageri sipil agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Disiplin juga dapat diartikan sebagai suasana kerja yang tertib aman dan tenang yang dapat membuat para pegawai lebih berkonsentrasi dalam pelaksanaan pekerjaanya dan akhirnya segala pekerjaan yang dilakukan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Disiplin pada dasarnya mempunyai dua objek yang meliputi disiplin terhadap perbuatan atau tingkah laku yang ada kalanya keduanya tergabung menjadi satu, dimana mereka dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

Disiplin terhadap waktu menekan akan pentingnya waktu dari detik sampai tahun. Arti disiplin terhadap waktu adalah jika sesuatu telah ditetapkan pada waktu tertentu maka sesuatu yang telah ditetapkan itu harus diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.

Ada 2 (dua) unsur pokok yang membentuk disiplin :

1) Sikap yang telah ada pada diri manusia 2) Sistem budaya yang hidup dalam masyarakat

Disiplin lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang dalam sistem nilai budaya yang di masyarakat. Disiplin dapat dimulai dari atas, maksudnya disiplin dimulai dari para atasan. “teladan adalah guru yang paling baik”. Disiplin juga dapat dimulai dari dalam, maksudnya disiplin dimulai dari kesadaran tiap manusia disiplin yang muncul dari kesadaran pribadi lebih baik dari pada karena ancaman/paksaan.

Menurut Moenir (1986:184) “Disiplin terhadap perbuatan atau tingkah laku mengharuskan orang untuk mengikuti dengan ketat perbuatan atau tingkah laku tertentu dalam perbuatan, agar dapat menghasilkan sesuatu dengan standar. Keharusan untuk mengikuti dengan ketat langkah atau perbuatan tersebut menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu itu. Langkah atau perbuatan yang ada

dibidang administrasi biasanya disebut prosedur sedangkan dibidang tehnik operasional disebut metode.”

Dan perlu diingat apapun objeknya ada 3 faktor yang berfungsi untuk menumbuhkan dan memelihara disiplin ketiga faktor itu adalah kesabaran, keteladanan, dan ketaatan peraturan. Kesadaran jelas merupakan faktor utama sedangkan keteladanan dan ketaatan merupakan penyerta dan penguat terhadap faktor utama tersebut. Keteladanan dan kataatan pengaturan tidak akan mampu bertahan tanpa dilandasi oleh kesadaran sebaliknya jika sudah ada kesadaran maka keteladanan dan ketaatan peraturan akan memperkuat sikap disiplin seseorang.

Menurut westra (1989:131) Bahwa disiplin adalah suatu keadaan tertib, dimana orang-orang yang bergabung dalam organisasi tunduk kepada peraturan yang telah ada dengan senang hati.

Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa disiplin merupakan sikap tertib seseorang yang menunjukkan kepatuhan atau ketaatan kepada peraturan ketentuan yang telah ada dengan senang hati,dalam arti tanpa paksaan. Untuk membentuk dan membina disiplin itu perlu adanya peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pedoman atau acuan dalam bertindak, berperilaku atau bersikap yang diharapkan dapat menjadi suatu kebiasaan atau sesuatu yang wajar dengan senang hati.

Menurut Prijodarminto (1994:23) : Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari rangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan keteraturan dan ketertiban, karena sudah menyatu dalam dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi

atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya.

Didalam kamus besar bahasa Indonesia menyatakan bahwa disiplin adalah 1. Tata tertib (disekolah, dikantor, kemiliteran dan sebagainya)

2. Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib , dan sebagainya

3. Bidang studi yang memiiki objek sistem dan metode tertentu.

Menurut pendapat Sudirjo (1986:64) Bahwa disiplin kerja merupakan suatu kekuatan dari pengendalian diri yang rasional, sadar dengan sepenuhnya dan tidak memakai perasaan sehingga tidak emosional, jika disiplin dapat dikembangkan secar luas maka akan tercapai suatu tingkat kestabilan dan kelancaran orang- orang taat tanpa pamrih artinya tanpa perhitungan untung dan rugi bagi dirinya sendiri.

Menurut Prajudi ( 1982:125) Bahwa disiplin kerja mempunyai 3 (tiga) aspek yaitu :

1. Suatu sikap mental yaitu sesuatu yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai dari hasil perhatian dan pengendalian diri dan watak oleh pimpian secara tertentu.

2. Suatu Suatu pengetahuan yaitu tingkat tinggi tentang sistem aturan-aturan prilaku , sistem dari norma-norma, kriteria dan standar-standar demikian rupa sehingga pengetahuan tersebut menimbulkan sekaligus kepekaan dan kesadaran bahwa ketaatan akan aturan-aturan, kriteria, standar-standar dan struktur serta sistem organisasi dan sebagainya itu adalah mutlak untuk

3. Suatu sikap kelakuan yaitu suatu sikap yang menunjukkan kesanggupan hati dan kesadaran untuk menaati segala apa yang diketahui secara cermat dan tertib.

Menurut Nitisemito (1982:199) bahwa :

1. Kedisiplinan merupakan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.

2. Disiplin waktu adalah suatu sikap kegiatan yang ditunjukkan oleh karyawan terhadap berbagai peraturan tentang jam masuk dan jam pulang kantor, serta pemanfaatan jam-jam kerja. Sedangkan disiplin tugas adalah suatu sikap ketaatan yang ditunjukkan oleh pegawai terhadap berbagai ketentuan dalam penyelesaian tugas yang tepat pada waktu yang telah ditentukan oleh atasannya.

3. Disiplin tingkah laku adalah sikap kegiatan yang ditunjukkan oleh pegawai terhadap norma-norma yang berlaku baik didalam maupun diluar kantor, terutama sekali dalam melayani masyarakat yang begitu terlihat tatakrama dan sopan santunnya.

Menurut Barthos (1993:24) pengertian disiplin tersebut adalah : “pencerminan dari nilai kemandirian yang dihayati dan diamalkan oleh setiap individu dan masyarakat suatu bangsa dalam kehidupan karena itu disiplin merupakan perwujudan kepatuhan dan ketaatan pada hukum, norma, etika dan aturan-aturan yang berlaku dalam persatuan dan kesatuan”.

Disiplin merupakan salah satu syarat mutlak dalam melakukan pekerjaan sebagaimana dikatakan oleh Barthos diatas, disiplin diwujudkan kepada

kepatuhan terhadap peraturan, ketaatan yang demikian ditunjukkan agar tujuan yang telah ditetapkan dalam buku disiplin dan tercapai sesuatu dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam buku manajemen yang memberikan pengertian tentang kerja tersebut: “Rangakaian aktifitas jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai suatu tujan tertentu (Sarwoto,1981 : 128)

Pekerjaan yang merupakan kumpulan dari kebutuhan kebulatan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh seseorang dimanapun tempat ia bekerja adalah barang tentu akan terlaksana dengan baik.

Namun disiplin kerja itu tidak datang begitu saja akan tetapi melalui usaha-usaha yang dilakukan oleh pimpinan agar anak buahnya dapat disiplin dalam bekerja maka perlu dimotivasikan.

Motivasi merupakan pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan agar bawahan tersebut melakukan kegiatannya secara sukarela sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh atasan tersebut. Pemberian inspirasi semangat dan dorongan kepada para bawahan atau ditunjukkan agar bawahan bertambah kegiatannya atau mereka lebih bersemangat guna melakukan tugas-tugasnya sehingga mereka lebih guna dan berhasil guna.

Pemberian motivasi dari atasan kepada bawahan sehingga para bawahan tersebut dapat bekerja secara lebih giat dan lebih semangat, sebagaimana diketahui bahwa motivasi kerja dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi kerja. Tingkat efisiensi kerja tergantung bagaimana cara itu dilakukan. Jadi efisiensi pada dasarnya adalah perwujudan dari pada kerja itu sendiri. namun dalam keseluruhan hasil dari suatu kerja tidak semata-mata ditentukan oleh cara kerja

Faktor –faktor tersebut menurut Sarwoto : sebagai berikut :

1. Faktor Intern (Manusia itu sendiri sebagai pelaksana kerja)

2. Faktor Ekstern (Hubungan antar manusia itu sendiri dalam kerja)

Bagi pegawai negeri sipil pelaksanaan kerja pegawai berarti mematuhi semua peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan para pegawai yang taat dan patuh pada peraturan-peraturan yang Sudah ditetapkan oleh kantor berarti pegawainya telah melaksanakan disiplin kerja yang telah ditetapkan tersebut. Semua pegawai kantor harus dapat menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya. Sebagai pegawai kantor yang baik tentunya harus menaati peraturan-peraturan yang sudah ditentukan dengan baik, pegawai tersebut dapat melaksanakan tata tertib yang berlaku pada kantor tersebut.

Tata tertib yang sudah ditetapkan oleh suatu instansi pemerintahan pada hakekatnya bukan hanya sekedar pelengkap kantor, akan tetapi merupakan bagian dari kehidupan pegawai kantor. Setiap pegawai sudah terikat akan disiplin dan tata tertib bekerja agar mencapai tujuan yang sudah direncanakan oleh pemerintah.

Dokumen terkait