• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Sumber Daya Kelautan

Dalam dokumen BAB II PROFIL STASIUN PSDKP PONTIANAK... (Halaman 66-78)

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN SDKP

3.4. Pengawasan Sumber Daya Kelautan

3.4.1. Pengawasan Pemanfaatan Wilayah Pesisir 3.4.1.1. Pengawasan Ekosistem Perairan

Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai siklus nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, Sehingga ekosistem mangrove dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai. Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi. Mangrove Di Indonesia Terdiri atas 157 Jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat. Ekosistem Mangrove juga merupakan pelindung pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami.Salah satu langkah strategis yang dilakukan untuk menjaga dan melindungi kelestarian sumber daya biota dan lingkungan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan adalah dengan melakukan pengawasan pemanfaatan mangrove yang dikelola sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan pengawasan dilakukan untuk meminimalisir perusakan atau pemanfaatan mangrove mengingat keberadaannya di alam mulai terbatas serta terancam kelestariannya.

Kegiatan pengawasan ekosistem perairan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan cakupan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari aktivitas perikanan yang merusak (destructive fishing). Sejumlah kegiatan perikanan yang masih mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan antara lain penangkapan ikan dengan bahan peledak, racun/bius, dan penyeteruman. Objek yang diawasi meliputi : ekosistem mangrove dan terumbu karang. Eksosistem tersebut memiliki peran ekologis penting pada kondisi perairan secara umum dan saling

60 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Hal itu berarti, bila terjadi kerusakan terhadap salah satu komponen ekosistem maka akan merusak kualitas perairan yang mengakibatkan gangguan keseimbangan habitat perairan.

Analisis :

1. Kegiatan pengawasan ekosistem perairan pada Tahun 2019 dilaksanakan pada wilayah pesisir di Kabupaten Sambas, Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan pengawasan melibatkan 4 (empat) unit kerja (1 UPT yaitu Stasiun PSDKP Pontianak, 2 Satuan Pengawas yaitu Satuan Pengawas SDKP Sambas dan Kayong utara serta 1 Wilayah Kerja Ketapang). 2. Selama Tahun 2019 jenis objek ekosistem perairan yang diawasi di

lingkup UPT Stasiun PSDKP Pontianak sebanyak 1 (satu) jenis yaitu mangrove.

Tabel 23. Daftar Pelaksanaan Pengawasan Ekosistem Perairan

No. UPT/Satwas / Wilker PSDKP Pengawasan Ekosistem Perairan 1 Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak 22

2 Satwas SDKP Sambas 1

3 Satwas SDKP Kayong Utara 2

4 Wilker PSDKP Ketapang 1

Jumlah 26

3. Hasil pengawasan yang telah dilakukan diperoleh data 25 (dua puluh lima) pelaku usaha yang memanfaatkan objek ekosistem perairan bakau (mangrove). Sebanyak 8 (Delapan) pelaku usaha melakukan aktivitas pemanfaatan bakau (mangrove) untuk kepentingan objek ekowisata taman mangrove dan sebanyak 17 (tujuh belas) pelaku usaha melakukan aktivitas produksi arang bakau (mangrove).

4. Kegiatan pemanfaatan objek ekosistem perairan yang terawasi sebanyak 25 (dua puluh lima) pelaku usaha usaha, terverifikasi sebanyak 3 (tiga) berbentuk badan usaha, 5 (Lima) berbentuk kelompok dan 17 (Tujuh belas) perorangan. Hasil verifikasi terhadap perijinan usaha diketahui 17 usaha pemanfaatan objek ekosistem perairan yang diusahakan oleh perseorangan belum memiliki Ijin Usaha yang diterbitkan oleh otoritas/ instansi yang berwenang karena masih berupa produsen arang bakau berskala rumah tangga.

61 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019

Grafik 20. Bentuk pelaku usaha pemanfaatan ekosistem perairan

Gambar 8. Kegiatan Pengawasan Ekosistem Perairan Tahun 2019 3.4.1.2. Pemeriksaan Muatan Kapal Perikanan ≤ 10 GT

Kegiatan pemeriksaan muatan kapal perikanan di bawah ≤ 10 GT dimaksudkan untuk mengawasi bahan-bahan/alat yang berpotensi digunakan untuk melakukan aktivitas perikanan yang merusak (destructive fishing). Bahan-bahan tersebut antara lain : ammonium nitrat, potasium sianida, detonator, sumbu, dll. Adapun alat-alat yang berpotensi merusak/ membahayakan penggunanya antara lain : Alat penyeteruman ikan, Kompresor, dsb. Destructive fishing merupakan kegiatan mall praktek dalam penangkapan ikan atau pemanfaatan sumberdaya perikanan yang secara yuridis menjadi pelanggaran hukum. Secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor;

(1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan yang tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini;

(2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut; 0 5 10 15 20 BADAN USAHA KELOMPOK PERSEORANGAN 3 5 17

62 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya

kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi; (4) Masih lemahnya penegakan hukum;

(5) Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum. Kegiatan pemeriksaan muatan kapal perikanan di bawah ≤ 10 GT yang dilakukan oleh pengawas perikanan berpedoman kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 50/PERMEN-KP/2016 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan Bidang Penaatan Peraturan Perundang-Undangan Kelautan dan Perikanan. Salah satu butir kegiatan pengawasan tersebut menjelaskan mengenai pemeriksaan kapal perikanan yang diduga membawa bahan dan/ atau alat yang dapat mengakibatkan kerusakan sumberdaya ikan dan lingkungannya dengan tolak ukur:

a. Mengumpulkan data jenis kapal perikanan berukuran ≤10 GT dan alat penangkap ikan yang dapat merusak sumberdaya ikan dan lingkungannya;

b. Memeriksa kepemilikan kapal perikanan, dokumen kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan, wilayah penangkapan, dan jenis muatan sebelum kapal perikanan berlayar;

c. Memeriksa jenis alat penangkap ikan, jenis hasil tangkapan ikan, dan kondisi hasil tangkapan ikan pada saat kapal perikanan kembali. Analisis :

1. Kegiatan pemeriksaan muatan kapal perikanan ≤ 10 GT di lingkup Stasiun PSDKP Pontianak melibatkan pada 1 UPT Stasiun Pontianak, 2 (dua) Satuan Pengawas SDKP.

Tabel 24. Daftar Pelaksanaan Pemeriksaan Muatan Kapal ≤ 10 GT

No. Unit Kerja

Pemeriksaan Muatan Kapal Perikanan Jumlah Kegiatan

Pemeriksaan Jumlah Unit Kapal Terperiksa

1. Stasiun PSDKP Pontianak 6 6

2. Satwas SDKP Kayong Utara 906 29

3. Satwas SDKP Kotawaringin Barat 147 50

Jumlah 1059 85

2. Kegiatan Pemeriksaan muatan kapal perikanan ≤ 10 GT Tahun 2019 dilakukan terhadap 85 (Delapan Puluh Lima) unit kapal dengan total jumlah pemeriksaan sebanyak 1059 (seribu lima puluh sembilan) kali.

63 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 3. Kegiatan Pemeriksaan muatan kapal perikanan ≤ 10 GT Tahun 2019

dilakukan terhadap 85 (Delapan Puluh Lima Lima) unit kapal. Jenis kapal yang diperiksa adalah kapal penangkapan ikan sebanyak 63 (enam puluh tiga) unit kapal dan kapal pengangkut ikan sebanyak 22 (dua puluh dua) unit kapal.

Grafik 21. Jenis kapal perikanan terperiksa pada kegiatan Pemeriksaan muatan kapal ≤ 10 GT di Stasiun PSDKP Pontianak Tahun 2019

Grafik 22. Jenis API pada kapal penangkap ikan terperiksa pada kegiatan Pemeriksaan muatan kapal ≤ 10 GT di Stasiun PSDKP Pontianak Tahun 2019

1. Hasil pemeriksaan terhadap 85 (Delapan Puluh Lima) unit kapal, diketahui sebanyak 4 pelaku ditemukan bahan/alat yang berpotensi digunakan untuk melakukan aktivitas perikanan yang merusak yaitu alat Penyetruman ikan. Hal tersebut juga didukung hasil observasi Pengawas Perikanan yang melaksanakan tugas, bahwa telah

74%

26%

Kapal Penangkap Ikan Kapal Pengangkut Ikan

0 5 10 15 20 25 30 35

Gill Net Rawai Pukat Jaring tiga lapis

Pancing Bubu API yang dilarang

31

7 10 5

64 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 ditemukan hasil tangkapan ikan yang diduga ditangkap/dimuat dalam kapal dalam keadaan rusak akibat aktivitas destructive fishing. Sebanyak dua pelaku diperiksa oleh Pengawas Perikanan di Perairan Sungai Kapuas Wilayah Administratif Kecamatan Sungai Kakap dan dua pelaku lainnya di periksa di Perairan Sungai Kapuas Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Adapun dasar hukum dari Alat Penangkap Ikan yang dilarang adalah sebagai berikut;

a. Pasal 84 ayat 1 jo pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan ;

b. Hukuman dan sanksi terhadap pelaku yang melanggar diatur dalam Pasal 85 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Tindak lanjut yang diambil oleh Pengawas Perikanan berupa :

a. Memberikan sosialisasi tentang aturan, bahaya dan sangsi hukuman tentang API yang dilarang dalam hal ini alat penyetrum ikan kepada pelaku

b. Pelaku kemudian secara sadar dan sukarela menyerahkan alat penyetruman ikan yang dikuasainya beserta dengan surat pernyataan penyerahan alat penyetrum ikan.

c. Pengawas Perikanan membuat Berita Acara Serah Terima Alat Tangkap yang ditandatangani oleh Pelaku selaku yang menyerahkan alat tangkap dan Bapak Pengawas Perikanan selaku

65 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 penerima Alat tangkap dalam kewenangannya sebagai Pengawas Perikanan.

4. Sejumlah rekomendasi/tindakan yang telah dilakukan Pengawas Perikanan antara lain:

A. Pengawas Perikanan mensosialisasikan larangan penggunaan API yang berbahaya termasuk didalamnya Alat Penyetruman kepada pelaku, sehingga pelaku bersedia menyerahkan alat setrum yang dikuasainya kepada Pengawas Perikanan.

B. Bagi kapal yang sudah diperiksa dan tidak ditemukan pelanggaran maka Pengawas Perikanan memberikan izin untuk melanjutkan beraktifitas kembali.

Gambar 9. Kegiatan Pemeriksaan Muatan Kapal ≤ 10 GT 3.4.2. Pengawasan Pencemaran Perairan

Perairan darat dan laut adalah ekosistem akuatik yang memiliki peran penting dalam siklus hidrologi. Selain dipengaruhi oleh aktivitas organisme atau lingkungan, kualitas suatu perairan juga ditentukan oleh aktivitas manusia. Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi area pemukiman, pertanian, serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kualitas perairan. Perairan menjadi ekosistem yang rentan tercemar akibat limbah yang dihasilkan dari beragam pola pemanfaatan lahan dan aktivitas industri. Mengingat peran penting perairan bagi keberlangsungan hidup organisme, termasuk berbagai jenis ikan, maka pemantauan perairan yang terindikasi tercemar sangat perlu dilakukan secara berkelanjutan, komprehensif, dan menggunakan metode yang tepat agar dapat segera ditangani.

Pencemaran Perairan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, dan energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh

66 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air yang telah ditetapkan. Berdasarkan sumbernya, pencemaran dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu pencemaran yang berasal dari daratan (land-based pollution) dan pencemaran yang berasal dari laut (sea-based pollution). Bahan pencemar dapat berasal dari limbah industri, domestik, pertambangan, pelayaran, budidaya, tumpahan minyak dan pertanian. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari sumber tersebut antara lain berupa sedimen, unsur hara, logam beracun (Hg, Cd, Pbdan Cu), pestisida, sampah dan organisme patogen. Pencemaran perairan akan berdampak pada kelangsungan hayati apabila tidak diatasi dengan serius. Langkah-langkah konkrit diperlukan untuk mencegah penurunan fungsi dan manfaat sumberdaya perairan. Mengingat berbagai kondisi dan kegiatan tersebut dapat membahayakan kelestarian potensi sumber daya kelautan dan perikanan maka Salah satu tugas pokok Pengawas Perikanan adalah melakukan pengawasan terhadap segala bentuk aktivitas yang berpotensi menyebabkan pencemaran perairan,untuk menjamin tertib kegiatan/aktivitas pemafaatan ekosistem perairan, pesisir, pulau-pulau kecil dan perikanan, dampak pencemaran, dan pemanfaatan sumber daya non hayati. Pengawasan pencemaran perairan merupakan salah satu objek pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan yang diamanahkan dalam program kerja Stasiun PSDKP Pontianak. Sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan maka lokasi pengawasan pencemaran perairan meliputi :

a. Perairan Indonesia;

b. ZEEI (Zona Ekslusif Indonesia); dan

c. Sungai, Waduk, Danau, Rawa, dan Genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di Wilayah Republik Indonesia.

Sedangkan objek pengawasan pencemaran perairan meliputi :

a. Sumberdaya ikan dan biota perairan yang terkena dampak pencemaran.

67 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 b. Industri perikanan dan industri non perikanan yang berpotensi

menimbulkan pencemaran.

c. Lingkungan perairan yang perlu diawasi antara lain : 1. Habitat Ikan (air tawar,payau,laut)

2. Ekosistem Laut (Terumbu karang, mangrove, lamun dan Estuaria)

3. Daerah genangan air (Danau, Waduk, Rawa-rawa pantai) 4. Lingkungan Non Hayati (sedimen, pasir, lumpur, batuan)

Langkah –langkah yang dilakukan pada saat pelaksanaan pengawasan, yaitu :

1. Inventarisasi berbagai kegiatan perikanan dan non perikanan di sekitar lokasi pencemaran.

2. Pengumpulan bahan keterangan melalui interview dengan masyarakat di sekitar lokasi kejadian (Jumlah penduduk, jenis mata pencarian, jumlah pendapatan).

3. Pengujian kualitas air dan pengambilan sampel air serta biota perairan dari lokasi yang diduga tercemar untuk dianalisis di laboratorium.

4. Pemeriksaan keabsahan dokumen dan hal lainnya yang menjadi objek pengawasan.

5. Peloporan pelaksanaan pengawasan dan rekomendasi dituangkan pada form pengawasan pencemaran perairan (FM/SDK-03).

6. Apabila ditemukan adanya dugaan pencemaran perairan, pengawas kelautan dan perikanan menyerahkan kasus tersebut PPNS Kelautan dan perikanan untuk dilakukan proses hukum/penyidikan.

Analisis :

1. Unit kerja di Stasiun PSDKP Pontianak yang telah berkontribusi dalam kegiatan pengawasan pencemaran perairan yaitu : Stasiun PSDKP Pontianak dan Satwas SDKP Sambas.

Tabel 25. Daftar Pelaksanaan Pengawasan Pencemaran Perairan

No UPT/Satwas / Wilker PSDKP Pengawasan Pencemaran Perairan Jumlah Pemeriksaan Jumlah Pelaku

1 Stasiun PSDKP Pontianak 6 6

2 Satwas SDKP Sambas 2 1

68 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 2. Hasil pengawasan yang telah dilakukan diperoleh data 7 (tujuh) objek

pengawasan pencemaran perairan, sebanyak 4 (empat) objek pengawasan merupakan pelaku usaha di bidang Perikanan dan sebanyak 3 (tiga) objek pengawasan merupakan pelaku usaha di bidang Non-Perikanan.

Grafik 23. Jenis Usaha Objek Pengawasan Pencemaran Perairan

3. Kegiatan pengawasan pencemaran perairan yang terawasi sebanyak 8 (delapan) pelaku usaha usaha, terverifikasi sebanyak 7 (tujuh) berbentuk badan usaha dan 1 (satu) merupakan usaha perorangan. Hasil verifikasi terhadap perijinan usaha diketahui 3 (tiga) pelaku usaha usaha berpotensi memilki potensi pencemaran perairan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, habitat Ikan dan Ekosistem di sekitarnya, yaitu, PT. Unococo Industries Indonesia dan PT. TBK di Kabupaten Mempawah dan PT. Sentosa Bumi Wijaya di Kabupaten Bengkayang. Ketihga pelaku usaha bergerak di bidang Industri Non Perikanan

4. Sejumlah rekomendasi/tindakan yang telah dilakukan Pengawas Perikanan antara lain;

a. Untuk Pelaku usaha atas nama PT. Unococo Industries Indonesia dan PT. TBK di Kabupaten Mempawah, Pengawas Perikanan telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan berupa pengambilan sampel air dan keterangan warga sekitar. Pengawas Perikanan kemudian berkordinasi dengan Inststansi terkait setempat yaitu Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan Pemuda dan

Perikanan 57% Non Perikanan

69 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 Olahraga selaku pembina Kelompok Sadar Wisata Mempawah Mangrove Conservation.

b. Untuk Pelaku usaha di Kabupaten Bengkayang yaitu PT. Sentosa Bumi Wijaya, di Kabupaten Bengkayang, Pengawas Perikanan telah melakukan pengawasan, pengumpulan bahan dan keterangan berupa pengambilan sampel air dan keterangan dari Humas PT TBK. Pengawas Perikanan menunggu hasil investigasi Dinas Lingkungan Hidup Kab Bengkayang .Pengawas Perikanan juga melakukan pengecekan satu persatu kondisi 12 tanggul IPAL dan jika benar terjadi kebocoran perusahaan akan berkoordinasi dengan pihak terkait.

Gambar 10. Kegiatan Pengawasan Pencemaran Perairan Tahun 2019 3.4.3. Pengawasan Jenis Ikan yang dilindungi Undang-Undang.

Perlindungan terhadap suatu jenis ikan merupakan suatu bentuk upaya dalam melestarikan sumberdaya ikan.Dari sekian banyak jenis ikan yang dilindungi pemerintah diantaranya adalah Penyu (Chelonioidea) termasuk jenis yang dilindungi seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999. Pada COP 13 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Bangkok, Thailand tanggal 2 – 14 Oktober 2004 negara-negara anggota CITES juga telah menyepakati untuk memasukan ikan Napoleon ke dalam Appendiks II CITES.

Pemanfaatan Penyu (Chelonioidea) harus sesuai dengan ketentuan CITES, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi CITES sesuai Keputusan Presiden Nomor : 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan CITES of Wild Fauna and Flora. Salah satunya adalah penyu terdapat di perairan yang termasuk wilayah kerja Stasiun

70 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 Pengawasan SDKP Pontianak. Pengawasan terhadap Penyu (Chelonioidea) dilaksanakan oleh Satwa Kayong Utara.

3.4.3.1. Penyu

Penyu termasuk spesies yang dilindungi dikarenakan penangkapan dan pemanfaatan yang tinggi oleh manusia tanpa memperhatikan kemampuan reproduksi penyu yang rendah serta adanya ancaman predator dan rusaknya habitat penyu sehingga terjadi penurunan populasi penyu. Pengawasan terhadap Penyu sangat diperlukan untuk mencegahnya dari kepunahan. Kalimantan Barat memiliki banyak tempat peneluran Penyu yang salah satunya terletak di Pulau Mentangor, kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Pengawasan di Pulau Mentangor yang berlokasi di Desa Padang Kepulauan Karimata, Kecamatan Pelapis, Kabupaten Kayong Utara adalah tempat penangkaran penyu yang dimulai sekitar tahun 2015. Pulau Mentangor dijadikan tempat penangkaran penyu disebabkan banyak aktifitas penyu di sekitaran pulau tersebut terutama Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), maka Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Kayong Utara melalui Keputusan Kepala Dinas No. 523/005.A/DKP/I/2018 menempatkan petugas untuk menjaga penyu di pulau mentangor sebagai upaya melestarikan hewan penyu dari kepunahan.

Pulau Mentangor berbatasan langsung dengan wilayah sebagai berikut : Barat dengan Pulau Genteng, Timur dengan Pulau Gresik serta Utara dan Selatan dengan Laut Selat Karimata. Pulau Mentangor Pantai peneluran Penyu di Kecamatan Kayong Utara merupakan pantai peneluran Penyu dengan panjang pantai mencapai ± 15-20 km. Puncak Penyu bertelur terjadi pada bulan Maret – September. Berdasarkan hasil pemantauan dilapangan, telah terjadi penurunan spesies Penyu yang bertelur ke pantai di selama beberapa tahun terakhir.

Analisis :

1. Pengawasan terhadap Penyu dilaksanakan oleh Satwas SDKP Kayong Utara pada tanggal 05 – 07 Desember 2019. Lokasi Pengawasan berada di Pulau Konservasi Penyu di Pulau Mentangor Kabupaten Kayong Utara. Kegiatan penangkaran penyu oleh Petugas DKP Kabupaten Kayong Utara belum maksimal karena SK Penunjukan

71 Laporan Kegiatan Stasiun PSDKP Pontianak - Tahun 2019 Petugas Penangkaran Penyu Pulau Mentangor sudah habis masa berlakunya per Desember 2019.

2. Kondisi bangunan untuk tempat penangkaran penyu dibiarkan terbengkalai sehingga terkesan tidak terawat baik.

Gambar 11. Peta lokasi Pengawasan Ikan yang dilindungi (Penyu)

Gambar 12. Kegiatan Pengawasan ikan yang dilindungi

3.5. Dukungan Manejemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya

Dalam dokumen BAB II PROFIL STASIUN PSDKP PONTIANAK... (Halaman 66-78)

Dokumen terkait