• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesepakatan Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Wakatobi dan Balai TNW dalam pengelolaan kawasan seluas 1,3 juta hektar tersebut mencakup dua fokus yakni : (1) zonasi sebagai bagian dari sistem tata ruang kabupaten, (2) pengelolaan ruang pada daerah peisisir dan laut untuk pembangunan daerah mengacu pada tata zonasi TNW. Sehubungan dengan hal tersebut Pemkab Wakatobi telah menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) yang memasukkan zonasi sebagai bagian dari sistem pengaturan ruang kabupaten. Demikian juga dalam Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor 149/V-KK tahun 2007 tentang revisi zonasi TNW memasukkan daratan pulau-pulau se-Wakatobi sebagai zona khusus daratan (ZK) dengan luas ± 46.370 Ha atau 3% luas kawasan.

Zonasi TNW hasil revisi terdiri dari ZI dengan luas ± 1.300 Ha, ZPB dengan luas ± 36.460 Ha, ZPr dengan luas ± 6.180 Ha , ZPL luas ± 804.000 Ha, ZPU dengan luas ± 495.700 Ha. Pengertian masing-masing zona adalah :

a. Zona inti (ZI) adalah bagian taman nasional yang mutlak dilindungi. Berfungsi untuk perlindungan keanekaragaman hayati asli dan khas. b. Zona perlindungan bahari (ZPB) adalah bagian taman nasional yang letak,

kondisi dan potensinya mampu mendukung ZI dan ZPL.

c. Zona pemanfaatan lokal (ZPL) adalah zona yang dapat dimanfaatakan dan dikembangkan secara tradisional oleh masyrakat sekitarnya atau hanya untuk masyarakat lokal.

d. Zona pemanfaatan umum (ZPU) adalah zona yang diperuntukan untuk perikanan laut dalam dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan secara umum. e. Zona pariwisata adalah bagian taman nasional yang dimanfaatkan untuk

pariwisata alam dan jasa lingkungan lainnya (TNW 2007).

Pembagian wilayah dalam zonasi hasil revisi ditunjukkan gambar 4. Bagian yang diberi warna merah adalah ZI, ZPB ditunjukkan dengan bagian yang berwarna biru tua, ZPr ditunjukkan dengan bagian yang berwarna hijau. ZPL ditunjukkan dengan bagian yang berwarna coklat, dominan meliputi 62 % wilayah, sedangkan ZPU ditunjukkan dengan bagian yang berwarna hijau muda (meliputi ruang diluar warna coklat). Luas daerah larang tangkap yang ditunjukkan dengan warna merah (ZI), biru (ZPB), hijau (ZPr) meliputi 37% dan zona pemanfatan 64%.

Pembagian wilayah dalam zona lama sesuai SK Dirjen PHPA Nomor. 198/Kpts/DJ/1997 tanggal 31 Desember 1997 ditunjukkan dalam gambar 5. Luas daerah larang ambil yang ditunjukkan dengan warna merah (ZI), biru (ZPB), hijau (ZPr) mencapai 78.38 %, sedangkan daerah pemanfaatan masyarakat (warna coklat) hanya 21.62 % dari luas kawasan.

Gambar 4 : Peta Zonasi baru TNW

Sumber : Balai Taman Nasional Wakatobi

Gambar 5 : Peta zonasi lama TNW

5.4.2 Proses Revisi Zonasi TNW

Revisi zonasi yang dsepakati Direktorat PHKA dan Pemda Kabupaten Wakatobi tahun 2007 merupakan hasil dari proses panjang mulai dari penggalian gagasan pengelolaan TNW, monitoring dan survey sumberdaya alam, penggalian gagasan sumberdaya penting, konsultasi publik tentang pengertian dan manfaat zonasi, konsultasi publik menata ruang zonasi, konsultasi publik tingkat nasional dan sosialisasi hasil konsultasi nasional, yang berlangsung Maret 2004 – Desember 2006. Rekaman proses, materi, aspirasi dan hasil dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari proses ini dapat dilihat bahwa masyarakat berbicara dalam sudut pandang rasa memiliki sumberdaya alam, pengetahuan mereka akan manfaat kelestarian sumberdaya dan kepentingan hidup yang harus dilindungi. Hal ini sesuai dengan tujuan revisi yakni untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, melindungi sumber daya penting bagi kelestarian sumberdaya hayati dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal (TNW 2008).

Proses revisi zonasi TNW dilakukan melalui tahapan membangun presepsi pengelolaan taman nasional, monitoring sumberdaya, pengkajian efektivitas TNW yang dilakukan tim independen dari pemerintah, LIPI dan perguruan tinggi (IPB dan Unhalu). Tahapan berikutnya adalah kompilasi hasil survey monitoring sumberdaya biofisik kawasan dengan informasi dari pengalaman masyarakat yang menghasilkan peta lokasi sumberdaya hayati penting dan peta lokasi pemanfaatan kawasan (resource use). Informasi dari masyarakat tentang lokasi penting yang mereka ketahui berdasarkan pengalaman mereka dan lokasi pemanfaatan sumberdaya yang mencakup jenis pemanfaatan, pihak yang memanfaatkan didapatkan melalui dua kegiatan yakni monitoring langsung di laut dan diskusi mulai dari rumah, kelompok, kampung, desa, kecamatan, pulau dan kabupaten fokus mulai tahun 2005 – 2007. Peta sumberdaya penting dan lokasi pemanfaatan kemudian dikembalikan kedalam diskusi masyarakat mulai dari rumah, kelompok, kampung, desa, kecamatan, pulau dan kabupaten untuk mengkonsultasikan mana dari informasi dalam peta yang menurut masyarakat penting untuk dilindungi.

Tabel 5 : Proses Revisi Zonasi TNW Waktu dan

Tempat Proses Materi Peserta Aspirasi Hasil

Maret 2004 - Juli 2004, 5 kecamatan, 64 desa se Wakatobi, pada sekitar 190 titik tempat diskusi Diskusi kampung Pengelolaan kawasan dengan alat bantu lembar jurnal diskusi

Kelompok-kelompok masyarakat dalam unit kelompok lingkungan perumahan, dusun (peserta mulai dari 2 - 5 orang) tiap tempat

Masyarakat lebih duluan/turun temutun mengelola kawasan, pemerintah berantasa bom, bius.

Jurnal pertemuan kampung berisi gambaran isu dominan dalam mayarakat kawasan dan informasi pihak (individu) yang selalu dominan dalam diskusi setiap kampong

Tidak mengetahui zonasi, tidak mengetahui

pengelolaan taman nasional tetapi mengenal jagawana (polhut), mayoritas masyarakat tidak bisa membedakan taman nasional, perusahaan pariwisata laut (PMA) yang beroperasi di pulau Tomia bersamaan dengan pembentukan TNW tahun 1996 dan Operation Wallace di pulau Hoga

List name tokoh kampung untuk diskusi tingkat desa

Agustus - Desember

2004 FGD pengguna sumber daya di 64 desa

Pengguna sumber daya, jenis penggunaan, lokasi dan hasil yang diperoleh

4 - 8 nelayan, pemerintah desa

Peningkatan hasil, bantuan permodalan, peningkatan kapasitas

Data pengguna sumber daya laut 64 desa, wilayah tangkap, jenis alat

List name berdasarkan penggunaan sumber daya laut untuk diskusi tingkat desa Pelibatan kelompok/lembaga- lembaga kampung Penyebarluasan pengelolaan kawasan, pelestarian terumbu karang melalui kegiatan sekolah, kelompok nelayan, papan informasi 10 ksm di 4 pulau

Perlu pengetahuan biota yang dilindungi, kegiatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan masyarakat

Gambaran pola

berkelompok, isu yang sering menjadi pembahasan

(konsen) dan pengetahuan yang perlu ditingkatkan

Pertemuan desa

Isu bersama pengelolaan sumber daya laut di desa,

Kepala desa dan aparatnya, dan nelayan, peserta 10 - 20 orang/tiap desa

Petugas taman nasional harus sering turun lapangan melakuka pengaman dan sosialisasi kepada

masyarakat, bantuan untuk pemberdayaan nelayan, pengamanan melibatkan masyarakat

Rekomendasi untuk TN, sistem perwakilan, daftar nama wakil desa pada pertemuan pulau, daftar nama wakil pengamanan kawasan dari masyarakat desa Sistem perwakilan pertemuan tingkat pulau, Agenda pertemuan tingkat pulau

Lokakarya pulau (kecamatan) Prosentase isu-isu hasil kompilasi dikusi kampung, FGD, hasil monitoring survey biofisik dan resources use kawasan dan pengelolaan TN

3 orang tiap desa (kades, wakil pengaman, wakil nelayan)

Penanggulangan bom, bius, nelayan luar, taman nasional akan mengambil alih hak masyarakat, zonasi tidak diperlukan,

masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan dan pengamanan, kegiatan pemberdayaan

Isu-isu yang akan diperjuangkan pulau pada pertemuan tingkat kabupaten, sistem perwakilan dalam pertemuan kabupaten terdidi dari wakil pemerintah kecamatan, perwakilan kepala desa, perwakilan nelayan/masyarakat (biasanya langsung menunjuk tokoh nelayan)

Lokakarya kabupaten Pembahasan isu tiap pulau, program pemerintah daerah dan TN

Tiap pulau diwakili, camat, polsek, TNI, 5 - 6 wakil

nelayan/perempuan, wakil kepala desa 3 tiap pulau, wakil DKP (pemda), Bappeda, AL, TNW masyarakat yang datang sukarela

Pegelolaan TN perlu melibatkan masyarakat, patroli bersama pemda, asyarakat dan TNW Revisi zonasi sehingga tidak merugikan masyarakat, pembentukan forum konsultasi ditiap pulau yang beranggotakan wakil nelayan tiap desa

Perencanaan pengelolaan kolaboratif, rencana peningkatan kapasitas wakil masyarakat nelayan, rencana revisi zonasi, rencana patroli bersama, rekomendasi pemberdayaan ekonomi masyarakat, rencana pembentukan forum konsultasi ditingkat pulau dan kabupaten Januari 2005 Pembentukan fasilitator pulau Kriteria fasilitator, kerangka acuan kegiatan 2 orang pulau Binongko, 3 orang pulau Tomia, 2 orang pulau kaledupa, 2 orang pulau Wangi- Wangi

fasilitator berasal dari warga pulau bersangkutan

Fasilitator pulau 2 orang dari Binongko, 3 orang Tomia, 2 orang Kaledupa, 2 orang Wangi-Wangi. Tugas fasilitator memfasilitasi pertemuan-pertemuan forum konsultasi, memasilitasi peningkatan kapasitas wakil nelayan dalam forum konsultasi, memfasilitasi dengan mitra peningkatakan kapasitas dari TNC/WWF

Februari - Juli Diskusi desa Pembentukan forum konsutasi, kegunaan dan tujuan

5-10 orang Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan

Wakil desa dalam forum konsultasi lokakarya pulau (kecamatan) Pembentukan forum konsutasi pulau, mekanisme forum

Anggota forum tingkat pulau wakil pulau dalam forum kabupaten 4 orang nelayan Binongko, 6 nelayan Tomia, 6 nelayan Kedupa, 6 nekayan Wangi-wangi, wakil pemerintah kecamatan, rancangan mekanisme forum

Perception Monitoring Penelitian sosial ekonomi, persepsi tentang TN, pengelolaan, pengamanan 30 KK dan 10 desa

Pengamanan kawasan oleh TN, polisi dan pemerintah desa, peningkatan mata pencaharian,

60 % mengatakan perlu pengaman intensif TN, semua menginginkan pemerintah meningkatkan mata pencahrian masyarakat, memahami manfaat

pelestarian tetapi sulit berperan langsung. Agustus - Desember 2005 Pertemuan Regular Forum Konsultasi kabupaten pembuatan mekanisme forum, agenda kegiatan 35 orang wakil nelayan, pemerintah Pelatihan-pelaihan peningkatan kapasitas, revisi zonasi forum harus berperan, SK (legitimasi) anggota forum dari TNW

Mekanisme forum, kegiatan forum dalam mebingkatkan kapasitas nelayan,

mendorong pengelolaan kolaborasi, revisi zonasi yang melibatkan masyarakat, pertemuan regular forum pulau 3 bulan 1 kali, forum kabupaten 1 tahun 3 kali, forum independen sehingga tidak perlu SK

Pulau Hoga Kaledupa Pelatihan peningkatan kapasitas Community Organizing, Analisis sosial, Marine protected area

25 orang tiap pelatihan utusan wakil-wakil nelayan dalam forum konsultasi tiap pulau

Pembentukan organisasi nelayan tiap pulau untuk memperkuat perjuangan nelayan

Peserta membentuk kelompok

nelayan/revitalisasi kelompok dengan tiga indikator : aturan bersama, aset bersama dan cita-cita dan aktivitas yang seprofesi

Pengkajian efektivitas pengelolaan TNKW oleh tim independen PHKA, LIPI, IPB, UNHALU, PEMDA WAKATOBI, BTNW Pengelolaan TNKW

Dilakukan tiap pulau dan kabupaten, peserta wakil masyarakat, pemerintah desa, camat, koramil, polsek, instansi terkait, DPRD

revisi zonasi, pemberdayaan

masyarakat Arahan revisi zonasi

Januari - Maret 2006 Sosialisasi sumber daya penting kawasan hasil monitoring dan survey Peta sumberdaya penting hasil monitoring survey dan informasi dari masyarakat

10 respondensetiap desa pada 64 desa

Perlindungan sumber daya penting

Perlu zona-zona perlindungan yang tidak diganggu April - September di 64 desa Pengumpulan Pendapat Masyarakat dalam dokumen hasil Marxan tentang sumber daya penting

Peta hasil marxan, nilai penting sumber daya dan daftar pertanyaan sumber daya mana yang penting dilndungi

10 respondensetiap desa pada 64 desa

Titik-titik yang perlu dilindungi dan tidak

Cara melindungi adalah dengan zona perlindungan yang tidak diganggu, cara melindungi dengan membuat pos jaga, cara melindungi dengan membatasi alat tangkap tetapi tidak perlu ditutup

Oktober - November di empat pulau dimulai dari Binongko, Tomia, Kaledupa, Wangi- Wangi Konsultasi publik zonasi tingkat pulau (gabungan kecamatan karena tiap pulau sudah mekar jadi 2 kecamatan) Prosentase hasil sosialisasi sumber daya penting, hasil marxan, prosentase penegrtian zonasi, prosentase rencana pengembangan daerah oleh pemda

Wakil nelayan dalam forum konsultasi tiap desa, wakil

pengamanan masyarakat, ketua BPD, kepala desa, forum nelayan tiap pulau

Zonasi harus disertai peningkatan kesejahteraan, jangan diterapkan sebelum dipahami, perlu tanda batas yang jelas, tdak

mengorbankan hak-hak masyarakat yang ada turun- temurun

Sepakat belum membuat peta tetapi membuat kriteria zona : perlestarian sumber daya dan tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Memilih utusan untuk lokakarya kabupaten Desember di ibukota Wangi- Wangi Konsultasi publik tingkat kabupaten Hasil lokakarya kabupaten, hasil sosialisasi sumber daya penting, hasil marxan

Wakil nelayan dalam forum konsultasi, kades, Camat, TNI, Polres, Bappeda, BTNW DKP, Dispar, Dishub, Sekretariat daerah

Dapat memahami manfaat zonasi tetapi sayaratnya tidak mengganggu kehidupan masyarakat nelayan

Draf peta zonasi hasil pleno

2007,

Februari Konsultasi nasional

Peta hasil pleno kabupaten, aspirasi hasil pleno kabupaten Pemda, BTNW PHKA, Tokoh masyarakat Wakatobi, Mahasiswa Wakatobi Jabodetabek Pemerintah pusat menganggap zona inti terlalu sedikit (),3 %), pemerintah daerah dan BTNW mengatakan itulah hasil aspirasi masyarakat

Peta zonasi hasil revisi

2007, Maret-

April Konsultasi publik tahap 2 tingkat desa/kampung Hasil konsultasi BTNW dan Pemda dengan PHKA Masyarakat, BPD, pemerintah desa

Hasil revisi perlu

disebarluaskan, pemasangan tanda-tanda batas.

Persetujuan peta dan perencanaan pemasangan tanda Konsultasi publik tahap 2 tingkat pulau/kecamatan Hasil konsultasi publik tingkat desa

Wakil nelayan dalam forum konsultasi tiap desa, wakil pengamanan masyarakat, ketua BPD, kepala desa, forum nelayan tiap pulau

Hasil revisi perlu

disebarluaskan, pemasangan tanda-tanda batas.

Hasil revisi perlu

disebarluaskan, pemasangan tanda-tanda batas.

Konsultasi publik 2 tingkat kabupaten

Hasil revisi perlu disebarluaskan, pemasangan tanda-tanda batas.

Wakil nelayan dalam forum konsultasi, kades, Camat, TNI, Polres, Bappeda, BTNW DKP, Dispar, Dishub, Sekretariat daerah

Pelibatan masyarakat dalam pemasangan tanda-tanda batas

Pembentukan pos informasi zonasi ditingkat

desa/kampung

Juli 2007 Konsultasi publik tingkat nasional 2

Hasil konsultasi publik tingkat kabupaten

Pemda, BTNW PHKA Zonasi menjadi bagian dari perda tata ruang kabupaten

Penanda tanganan revisi zonasi oleh Bupati Wakatobi dan Dirjen PHKA

Hasil diskusi peta dibahas dalam konsultasi publik tingkat pulau yang dihadiri perwakilan nelayan desa, tokoh masyarakat, kepala desa, BPD, pemerintah kecamatan, instanasi Pemda terkait yakni Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan, BAPPEDA dan unsur BTNW, Koramil dan Polsek. Hasil konsultasi berupa rancangan peta zonasi berdasarkan aspirasi tiap pulau dibawa dalam forum konsultasi tingkat kabupaten untuk didiskusikan. Disamping hasil berupa dokument, konsultasi pulau juga merekomendasikan orang-orang yang akan menjadi perwakilan pulau dalam konsultasi kabupaten terdiri dari unsur Muspika, perwakilan pemerintah desa dan nelayan.

Draft peta hasil konsultasi publik kabupaten kemudian diberikan kepada BTNW dan Pemda Kabupaten untuk dikonsultasikan kepada stakeholders tingkat nasional. Hasil konsultasi nasional dikembalikan lagi ke daerah dan dilakukan konsultasi tahap 2 mulai dari desa, pulau dan kabupaten. Hasil akhir dibawa kedalam konsultasi nasional yang kemudian melahirkan kesepakatan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi yang ditanda tangani kedua belah pihak.

Selain peta zonasi, hasil konsultasi nasional juga menguraikan kegiatan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan sesuai karakter masing-masing zonasi. Kesesuaian kegiatan berdasarkan zonasi ditunjukkan pada Tabel 6. Seperti diuraikan sebelumnya kegiatan-kegiatan sesuai zoanasi TNW banyak yang tidak tepat dengan kegiatan yang lazim dilakukan dalam sistem tradisional, misalnya penggunaan alat tangkap yang sesuai bentuk dan cara beroperasinya hanya memungkinkan dipergunakan pada perairan dangkap tetapi dalam sistem zonasi dicantumkan bahwa alat tersebut juga dapat digunakan pada ZPU yang secara fisik merupakan perairan laut dalam. Alat tangkap ompo, bubu, kegiatan meti-meti, memanah ikan secara umum hanya dapat dilakukan di perairan dangkal terutama pesisir kampung dan karang atol namun dalam sistem zonasi juga dicantumkan sebagai alat tangkap dan kegiatan dalam ZPU.

Tabel 6 : Kesesuain Kegiatan Berdasarkan Zonasi TNW Zona Inti Zona Perlindungan Bahari Zona Pemanfaatan Lokal Zona Pemanfaatan Umum Zona Pariwisata Kegiatan F T F T F T F T F T

Mancing tradisional x ijin x v v v v v x v

Pancing dasar x ijin x v v v v x x v

Budidaya x x x v v ijin v x x v

Polo (bubu) x v x v v v v x x v

Ompo (sero) x x x v v ijin v x x v

Menyelam teripang, lobster,

kerang x x x v v x v x x v

Memanah ikan x x x v v v v x x v

Meti-meti (mengambil biota

laut) x ijin x v v v v x x x

Pemasangan rumpon x x x x v x v x x v

Perahu pelingkar x x x x v x v x x x

Bagan x x x x v x v x x x

Penelitian ijin ijin ijin v ijin ijin ijin v ijin v

Berlayar melintas x v v v v v v v v v

Berlayar dan berlabuh x ijin v v v v v v v v

Wisata x ijin ijin v ijin ijin ijin v ijin v

Restorasi x ijin v v v v v v v v

Pendidikan ijin ijin ijin v v v v v v v

Upacara adat, ritual agama, situs

sejarah dan budaya ijin v ijin v v v v v v v

Keterangan :

F peraturan secara forma sesuai peruntukan zona T peraturan dalam sistem tradisional

a. sistem formal

X kegiatan yang tidak boleh dilakukan V kegiatan yang boleh dilakukan

b. Tradisi

X kegiatan yang tidak pernah dilakukan selama ini, V kegiatan yang biasa dilakukan

Ijin adalah kegiatan yang dapat dilakukan nelayan luar atas ijin pemilik fishery right adat .

Dokumen terkait