• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkerasan merupakan lapisan yang berada diantara beban lalulintas kendaraan dan tanah dasar, yang bersifat lebih konstruktif sehingga beban tersebut mampu didukung tanah dasar. Oleh karenanya perkerasan perlu dikelola dengan baik dan tepat dalam hal pengaturan SDM pengendali mutu, penerapan teknologi (alat, material, metode kerja), pendanaan yang efisien, research untuk penjadwalan monitoring dan evaluasi. Sebelum tahun anggaran tahun 2004, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menetapkan tiga model pengelolaan perkerasan jalan nasional, yaitu: (i) pembangunan jalan baru; (ii) peningkatan jalan; dan (iii) pemeliharaan jalan. Sejak tahun anggaran 2004 sampai sekarang, model tersebut diterapkan untuk pengelolaan jalan propinsi dan kabupaten, sedangkan jalan nasional lebih difokuskan pada aspek pemeliharaan jalan (rutin dan berkala) dan peningkatannya. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan anggaran Pemerintah Pusat membuka ruas jalan nasional yang baru, pengembangan ruas jalan baru dapat dilakukan dengan peranan dan kebijakan Pemerintah Daerah. Demikian juga

Schliessler & Bull (2004) dan Paterson (2007.a & 2007.b) menyatakan pengelolaan manajemen jalan terkait langsung dengan aspek biaya, lokasi dan teknologi serta SDM pengendali mutu dan lingkungan sehingga bagi negara berkembang (termasuk Indonesia) masih memerlukan pembukaan interkoneksi antar wilayah atau distrik yang belum berkembang. Pengelolaan jalan dimulai dari program prioritas pembangunan ruas jalan yang baru, jadwal pemeliharaan berkala dan peningkatan strukturnya berdasarkan laporan identifikasi kerusakan dan dampaknya terhadap penurunan umur pelayanan.

Pembangunan jalan baru merupakan kegiatan konstruksi jalan yang dimulai dari konstruksi tanah dasar, dilanjutkan konstruksi lapis pondasi di atasnya dan diakhiri konstruksi lapis permukaan di atas lapis pondasi. Jalan baru dimaksudkan adalah suatu ruas jalan yang belum memiliki perkerasan (masih berupa jalan tanah) selebar minimal satu jalur lalu lintas dan secara teknis memang layak dibangun (Ditjen Bina Marga, 2005; Paterson, 2007.b).

Pemeliharaan jalan lama dapat dilakukan secara rutin (routine maintenance)

sepanjang tahun dan atau berkala (periodic maintenance) yang dilakukan tiap lima tahun atau tergantung penurunan indek performansi jalan yang disyaratkan (Ditjen Bina Marga, 2005; Gedafa, 2006). Pemeliharaan rutin dilakukan hanya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (riding quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang tahun, misalnya menambal retak-retak permukaan dengan slurry seal atau cold mix, melancarkan aliran air permukaan dan mencegah terjadinya genangan. Pemeliharaan berkala dapat dilakukan pada waktu- waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural, misalnya pelapisan tambahan permukaan dengan bahan lataston atau HRS, burtu atau lapis kedap lainnya yang berfungsi melindungi perkerasan eksisting dari infiltrasi air hujan serta memberikan kerataan dan kekesatan permukaan. Pemeliraan berkala dapat juga diartikan sebagai langkah perbaikan struktur secara parsial terhadap kerusakan tertentu yang indeks performansinya sudah melebihi ambang batasnya (TNZ, 2002.a & 2002.b; Gedafa, 2006).

clvi

perkerasan dengan menambah ketebalan lapisan permukaan dengan bahan konstruksi yang bernilai minimal sama dengan lapis permukaan eksisting; (ii) memperbaiki geometrik dalam bentuk memperlebar jalur lalu lintas untuk menambah daya guna (kapasitas) sekaligus daya dukung perkerasannya (Road Note, 1999; Ditjen Bina Marga, 2005). Paterson (1995) dalam Gedafa (2006) maupun Mamlouk et al. (2000) telah mendefinisikan peningkatan jalan sebagai kegiatan perbaikan konstruksi (betterment) yang dilakukan jika indeks performansi permukaan perkerasannya sudah mendekati ambang batas terbawah, artinya kondisi perkerasan sudah dalam keadaan rusak berat.

Mamlouk et al. (2000) dan Scott et al. (2004) melakukan riset dalam pengelolaan jalan yang menyimpulkan bahwa: (i) saat perkerasan jalan selesai dibangun dianggap memiliki rating PSI (present serviceability index) minimal 60; (ii) pada pertengahan umur pelayanan, rating PSI diperkirakan berada pada angka 40 jika tidak ada kendaraan overloading, selanjutnya dilakukan pemeliharaan berkala; dan (iii) pada akhir umur pelayanan diperkirakan rating PSI lebih kecil 20, dilakukan betterment (lihat Gambar 2.4). TNZ (2002.a) dan Morgan & Casanova (2006) menetapkan nilai skid resistance pada perkerasan yang baru sebesar 1,0 SCRIM, waktu yang tepat untuk pemeliharaan berkala jika nilai skid resistance

berada pada angka 0,55 SCRIM, selajutnya waktu yang tepat untuk peningkatan struktural jika skid resistance berada pada angka 0,35 (lihat Gambar 2.4). Ditjen Bina Marga (2005) dan Schliessler & Bull (2004) lebih memfokuskan pengelolaan jalan pada kegiatan pemeliharaan berkala (periodic maintenance) dan peningkatan strukturnya (betterment) yang secara langsung memerlukan pengalokasian anggaran yang lebih besar daripada biaya awal (initial cost) pembangunannya. Oleh karenanya diperlukan laporan rutin hasil monitoring dan evaluasi kondisi kerusakan jalan, yang dinyatakan dalam rating IP (indek permukaan jalan). Kondisi jalan yang memiliki pelayanan yang baik, artinya jalan dalam kondisi mantap, nyaman dan aman jika rating IP=2,5; selanjutnya repetisi beban lalu lintas bertambah selama umur pelayanan maka pemeliharaan berkala akan dilakukan jika

rating IP=1,5 (jalan dalam keadaan rusak ringan); peningkatan jalan akan dilakukan jika rating IP=1,0 (jalan dalam keadaan rusak berat) pada akhir umur pelayanan (lihat Gambar 2.4). Paterson (1995) dalam Gedafa (2006) lebih menekankan rating

RCI (riding comfort index) atau tingkat kenyamanan sebagai indikator penetapan pengelolaan jalan, yaitu: (i) jalan dalam kondisi baik jika rating RCI mencapai 10, terutama terjadi permukaan jalan yang baru dibuka; (ii) jalan dalam kondisi rusak ringan jika rating RCI mencapai 5,0 diperkirakan pada ¾ umur pelayanan sehingga perlu pemeliharaan berkala; dan (iii) jalan dalam kondisi rusak berat jika rating

RCI lebih kecil 4,0 sehingga perlu peningkatan jalan (lihat Gambar 2.4). Model manajemen jalan yang pernah dirumuskan oleh Bennett & McPherson (2005) juga menggunakan data IRI sebagai indikator penting untuk pengelolaan jalan. Pemeliharaan berkala akan dilaksanakan jika nilai IRI telah mencapai 9,0 m/km umumnya terjadi pada pertengahan umur rencana dan perbaikan mutu konstruksi (betterment) dilakukan jika nilai IRI lebih besar 12 m/km yang terjadi pada akhir umur rencana (lihat Gambar 2.4).

Standar mutu yang diterapkan dalam pengelolaan perkerasan jalan memerlukan monitoring dan evaluasi pemberlakuannya sehingga didapatkan solusi teknis yang tepat untuk menyempurnakan prosedur implementasinya, yang pada akhirnya untuk mendapatkan mutu konstruksi jalan yang disyaratkan (Mulyono & Suraji, 2005; Mulyono & Riyanto, 2005; Mulyono, 2006.b). Pembangunan perkerasan jalan merupakan pengelolaan jalan yang lebih komplek daripada pemeliharaan dan peningkatan karena dimulai dari penyiapan tanah dasar, diikuti pembuatan lapis pondasi dan permukaan di atasnya sehingga faktor-faktor yang sangat penting untuk diprioritaskan dalam pemberlakuan standar mutunya, antara lain:

a) utilisasi bahan uji mutu berkaitan dengan prioritas pemilihan material konstruksi untuk meletakkan dasar daya dukung yang tinggi sehingga dapat dihindarkan kerusakan dini di awal umur pelayanan (Aly, 2001; Soenarno, 2006; Paterson, 2007.a);

b) diseminasi dan distribusi standar mutu sangat diperlukan dalam mencapai keseragaman mutu antar wilayah kerja apalagi dikaitkan Indonesia yang memiliki 33 propinsi di wilayah daratan maupun kepulauan, yang saat ini sedang bersemangat membangun jalan baru sebagai langkah membuka isolasi daerah (Palgunadi, 2006; Sjahdanulirwan, 2006.b, Aly, 2003.a);

clviii

c) ketepatan implementasi standar mutu berkaitan dengan kompleksitas obyek implementasi pada pembangunan perkerasan jalan baru yang meliputi penyiapan tanah dasar, lapis pondasi jalan sampai lapis perkerasan permukaan sehingga diperlukan konsekuensi pengujian mutu yang terpadu dan kompleks (Bennett, 2000.b; Sugiri, 2006; Soehartono, 2006.b);

d) manajemen data mutu sangat diperlukan sebagai dokumen teknis untuk evaluasi kinerja perkerasan dalam melayani repetisii beban lalu lintas dan perubahan lingkungan, kompleksitas ragam jenis dan satuan data pada pembangunan perkerasan jalan baru jauh lebih banyak daripada peningkatan dan pemeliharaan jalan lama (Bennett & McPherson, 2005);

e) tingkat pencapaian mutu mutlak diterapkan dalam tiap tahapan pembangunan jalan baru secara terpadu dan holistik, artinya keberhasilan mutu konstruksi tidak hanya diwujudkan dengan performansi perkerasan permukaan melainkan semua lapisan konstruksi dari tanah dasar, lapisan pondasi sampai lapis permukaan (Batubara & Thiagahrajah, 2007);

f) tingkat kekuatan struktural perkerasan baru memberikan landasan kinerja berikutnya dalam mendukung beban lalu lintas kendaraan serta efisiensi pemeliharaan dan peningkatan jalan karena biaya perbaikan kerusakan dini perkerasan jalan di awal umur pelayanan berkisar 70% dari biaya awal (Aly, 2001; Paterson, 2007.b); dan

g) tingkat kemantapan jalan berkaitan dengan jumlah dan jenis kerusakan strutural yang terjadi terutama pada rentang pengamatan satu tahun awal operasional jalan baru, yang dapat diindikasikan dengan nilai PCI<50 maupun IRI>7,0 m/km sehingga dapat memprediksi waktu yang tepat untuk pemeliharaan berkala (Widjajanto & Pryandana, 2005; Paterson, 2007.a).

Pemeliharaan berkala pada perkerasan jalan lebih ditekankan pada upaya teknis untuk mempertahankan kekuatan struktural dan fungsional sampai tercapai umur pelayanannya, sehingga beberapa faktor yang sangat penting untuk diprioritaskan, antara lain:

a) kapasitas SDM pengendali mutu berkaitan dengan pengembangan inovasi- inovasi teknologi baru perkerasan agar mampu mempertahankan kondisi performansi permukaan perkerasan selama umur pelayanan sehingga

berdampak terhadap peningkatan kemantapan dan kenyamanan (Aly, 2001; Gedafa, 2006; Paterson, 2007.b);

b) utilisasi alat uji mutu sangat diperlukan dalam mengkompilasi basis data mutu perkerasan untuk memprediksi kondisi performansi selama umur pelayanan agar dapat disusun jadwal pasti pemeliharaan berkala dan peningkatan strukturalnya (Aly, 2001; Bennett et al., 2007);

c) utilisasi standar mutu sangat diperlukan dalam menjawab perbaikan berbagai jenis kerusakan jalan yang diikuti perkembangan teknologi inovasi material yang begitu cepat sehingga pemilihan standar mutu yang tepat akan sangat efektif (Schliesser & Bull, 2004; Gedafa, 2006);

d) ketepatan implementasi standar mutu berkaitan dengan pencapaian mutu pemeliharaan berkala yang harus mampu mempertahankan kekuatan struktural perkerasan eksisting sampai tercapainya umur pelayanan sehingga akan berdampak efisiensi angggaran dan waktu pelaksanaan perbaikan struktural (betterment) (Gedafa, 2006; Batubara & Thiagahrajah, 2007); dan

e) tingkat kekuatan fungsional atau kenyamanan jalan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pemeliharaan karena target pencapaian mutu dalam pemeliharaan adalah mempertahankan fungsi pelayanan dan kenyamanan pengguna sehingga kuantifikasi parameternya masih berada dalam kategori sedang, misalnya pemeliharaan akan dilakukan jika nilai RCI berkisar 5,0 atau nilai skid resistance berkisar 0,55 SCRIM atau nilai PSI pada angka 35 (Scott

clx

Gambar 2.4 Indikator kualitatif pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan selama umur pelayanan

15 1/2 30 45 60 1/4 1/4 PSI 3 5 10 3/4 1/4 UR RCI 3/4 0,55 1,0 SCRIM 1/4 UR UR IP 1,5 1,0 2,5 1/2 1/4 UR 6 12 IRI 9 4 1/2 1/2 UR

pemeliharaan berkala peningkatan

Sumber : Mamlouk et al (2000); Scott et all (2004)

Sumber : Paterson (1995) dalam Gedafa (2006)

0,35

Sumber : TNZ (2002.a); Morgan & Casanova (2006)

Sumber : Schliesser & Bull (2004); Ditjen Bina Marga (1992; 2005)

Sumber : Bennett & Mc Pherson (2005)

1/4

pemeliharaan berkala peningkatan

pemeliharaan berkala peningkatan

pemeliharaan berkalapemeliharaan berkala peningkatan

clxii

Peningkatan perkerasan jalan eksisting dilakukan setelah kondisi performansi permukaannya sudah di bawah ambang kritis yang disyaratkan, beberapa faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan, antara lain:

a) ketepatan implementasi dalam pencapaian mutu berkaitan dengan tuntutan hasil peningkatan jalan harus mampu menambah kekuatan struktural perkerasan yang ada jika indek performansinya sudah berada di bawah batas kritisnya, misalnya nilai IRI>12 m/km, RCI<4, skid resistance < 0,35 SCRIM (TNZ, 2002.b; Bennett & Mc.Pherson, 2005; Paterson, 1995 dalam Gedafa, 2006);

b) tingkat pencapaian mutu harus diprioritaskan karena performansi perkerasan hasil peningkatan jalan merupakan kondisi prima tahun awal untuk rentang umur pelayaanan berikutnya, selanjutnya dilakukan monitoring dan evaluasinya (Bennett, 2004; Morgan & Casanova, 2006);

c) tingkat kekuatan struktural merupakan salah satu aspek terpenting dalam mengevaluasi peningkatan mutu perkerasan jalan karena harus mampu mengembalikan performansi dari kondisi kritis ke kondisi terbaik dalam melayani repetisi beban kendaraan dan lingkungan (Paterson, 2007.b; Batubara & Thiagahrajah, 2007); dan

d) tingkat kemantapan jalan merupakan kriteria teknis yang sangat dipertimbangkan dalam menilai kinerja peningkatan struktural perkerasan jalan karena berkaitan dengan daya dukungnya terhadap pertumbuhan lalu lintas kendaraan pada umur pelayanan periode berikutnya (Paterson, 2007.b; Bennett

et al., 2007).

Tingkat kepentingan kualitatif faktor-faktor pemberlakuan standar mutu terhadap pengelolaan perkerasan jalan dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.22. Pembangunan perkerasan jalan baru lebih banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemberlakuan standar mutu daripada pada peningkatan dan pemeliharaan karena jenis struktur yang dikelola lebih komplek dari tanah dasar sampai lapis permukaan, yang tentunya memerlukan jumlah dan jenis standar mutu yang beragam.

Tabel 2.22 Tingkat kepentingan kualitatif faktor pemberlakuan standar mutu terhadap pengelolaan perkerasan jalan

Faktor yang dipertimbangkan dalam pemberlakuan standar mutu

Tingkat kepentingan (kualitatif) pada: Pembangunan jalan baru Pemeliharaan berkala Peningkatan jalan

Kapasitas SDM pengendali mutu ●● ●●● ●●

Utilisasi alat uji mutu ●●● ●●● ●●

Utilisasi bahan uji mutu ●●● ●● ●●

Utilisasi standar mutu ●● ●●● ●●

Diseminasi standar mutu ●●● ●● ●●

Distribusi standar mutu ●●● ●● ●●

Ketepatan implementasi standar mutu ●●● ●●● ●●●

Manajemen data mutu ●●● ●● ●●

Pencapaian mutu ●●● ●●● ●●●

Kekuatan struktural ●●● ●● ●●●

Kekuatan fungsional ●● ●●● ●●

Kemantapan jalan ●●● ●●● ●●

Kenyamanan jalan ●●● ●● ●●●

Catatan: ●●● = sangat penting ●● = penting ● = kurang penting

Dokumen terkait