Dua hal yang menandai kelahiran paradigma baru sistem pertanian
berkelanjutan (Manguiat 1995 dalam Salikin, 2003) adalah :
1 Laporan Komisi Bruntland yaitu Komisi Dunia tentang Lingkungan dan
Pembangunan (World commission on Environment and Development) pada
tahun 1987, yang mendefinisikan dan berupaya mempromosikan paradigma
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut Komisi Dunia tersebut :
“Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs“.
2 Konferensi dunia di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang membahas
Agenda 21 dengan mempromosikan program Sustainable Agriculture and
Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral kepada dunia
bahwa “without better environmental stewardship, development will be
28
Beberapa agenda penting dalam konferensi tersebut yang termasuk dalam pembahasan bidang pertanian yaitu :
1 Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha di bidang pertanian dalam arti yang luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia
2 Melakukan perawatan dan peningkatan sumberdaya alam yang berbasis pertanian
3 Meminimalkan dampak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan bagi kesuburan tanah dan kesehatan manusia
4 Mewujudkan keadilan sosial antar desa dan antar sektor dengan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan.
Mitchel et al. (2003) menyatakan bahwa dalam Komisi Dunia tentang
Lingkungan dan Pembangunan terdapat pernyataan yang jarang dikutip tentang dua konsep pembangunan berkelanjutan sebagai berikut :
1 Kebutuhan, khususnya kebutuhan para fakir miskin di negara berkembang, 2 Keterbatasan dari teknologi dan organisasi sosial yang berkaitan dengan
kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan.
Dengan demikian pembangunan berkelanjutan sebagaimana diinterpretasikan
oleh Komisi Bruntland, sesungguhnya berangkat dari konsep antroposentrik,
yang menjadikan manusia sebagai tema sentralnya.
Memasuki abad 21, kesadaran akan pertanian yang ramah lingkungan semakin meningkat, sejalan dengan tuntutan era globalisasi dan perdagangan
bebas. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan menjadi penting bagi
para ahli lingkungan, peneliti pertanian, petani, politikus dan masyarakat lainnya, dimana semua setuju pentingnya menjamin sistem produksi pertanian dapat lestari, dilaksanakan dengan suatu cara yang kualitas outputnya dapat dikelola setiap tahun tanpa mengalami degradasi lingkungan.
Menurut Reijntjes et al. (2003) berkelanjutan memiliki arti kemampuan
untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot. Kaitannya dengan pertanian
maka Pertanian berkelanjutan adalah pertanian dengan pengelolaan
sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.
29
Produksi optimum suatu lahan dapat dicapai dengan pengelolaan yang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Pengelolaan lahan yang meliputi kegiatan penyusunan rencana penggunaan tanah, konservasi tanah dan pengelolaan tanah berlangsung terus selama tanah digunakan untuk pertanian sehingga berkaitan erat dengan sistem usahatani. Sistem usahatani yang baik akan dapat mengurangi kerusakan kawasan hutan dan sekaligus dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Gips (1986) dalam Reijntjes et al. (2003) menilai secara lebih luas yaitu pertanian dikatakan pertanian berkelanjutan bila mencakup :
1 Mantap secara ekologis, artinya kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan–dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah–ditingkatkan
2 Bisa berlanjut secara ekonomis, artinya petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan
3 Adil, artinya sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak- hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin
4 Manusiawi,artinya semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai
5 Luwes, artinya masyarakat perdesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya perubahan penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain.
Sitorus (2004) menyatakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan adalah untuk selalu memperbaiki kualitas hidup manusia atas berbagai aspek kehidupan, sehingga konsep pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk mengintegrasikan tiga aspek kehidupan yaitu aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam satu hubungan yang sinergis. Ketiga aspek tersebut oleh Siitorus (2004) dapat digambarkan dalam bentuk segitiga yang tertera pada Gambar 3.
Sistem Pembangunan Pertanian Berkelanjutan menurut Liu et al. (1999)
mencakup empat tingkat subsistem yaitu ekonomi, teknologi, ekologi dan masyarakat. Berdasarkan cakupan tersebut maka tujuan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan tidak sederhana, namun secara keseluruhan tujuan dari
30
sistem Pembangunan Pertanian Berkelanjutan adalah suatu pengaruh komprehensif yang semuanya merupakan sub koordinat tujuan masing-masing sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
Ekonomi - Pertumbuhan Berkelanjutan - Efisiensi Sosial Ekologi
- Kesetaraan - Keterpaduan Ekosistem - Kohesi Sosial - Sumberdaya Alam - Partisipasi - Keanekaragaman Hayati - Pemberdayaan - Daya Dukung
Gambar 3 Dimensi Pembangunan Berkelanjutan.
Tujuan Ekonomi
Tujuan Tujuan Tujuan Teknologi Total Ekologi
Tujuan Sosial
Gambar 4 Tujuan Sistem Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.
Menurut Herdt dan Steiner (1995) dalam pengelolaan pertanian berkelanjutan semua perhatian harus ditujukan pada ketersediaan pangan dimasa datang, sehingga pertanian berkelanjutan harus berkaitan dengan kemampuan sistem pertanian agar tetap produktif sepanjang masa. Lynam dan
Herdt (1989) dalam Herdt dan Steiner (1995) menyatakan bahwa keberlanjutan
harus didefinisikan dengan respek terhadap sistem, tidak hanya sekedar input
dan tanaman, sebab input dan varietas tanaman dalam keadaan terisolasi tidak
menghasilkan apapun.
Keberlanjutan merupakan hasil hubungan antara teknologi, input dan
manajemen dari penggunaan dasar sumberdaya dalam kondisi sosial ekonomi yang tertentu. Konsep keberlanjutan juga harus mempertimbangkan aspek :
31
- ruang : ruang tidak terbatas baik global, regional, lahan usahatani, tanaman individu dan mikroskopis.
- waktu : waktu tidak hanya berkaitan dengan konteks periode waktu yang tertentu
- dimensi : dimensinya mencakup dimensi biologi/fisik, ekonomi dan sosial. Kebijakan pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan di Indonesia yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Gagasan pembangunan berkelanjutan kemudian dituangkan dalam bentuk program dan strategi pengelolaan lingkungan dalam Agenda 21 Indonesia dengan rumusan sebagai berikut :
1 Pelayanan masyarakat 2 Pengelolaan limbah
3 Pengelolaan sumberdaya tanah, dan 4 Pengelolaan sumberdaya alam.
Empat sub agenda yang dirumuskan dalam pengelolaan sumberdaya tanah/lahan yaitu :
1 Penata gunaan sumberdaya tanah 2 Pengelolaan hutan
3 Pengembangan pertanian dan perdesaan, dan 4 Pengelolaan sumberdaya air.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
sumberdaya lahan menurut Mitchel et al. (2003) adalah :
1 Sehubungan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan serta runtuhnya unit-unit industri yang mengandalkan bahan baku impor, maka proses eksploitasi sumberdaya tanah di Indonesia akan semakin meningkat
2 Berbagai upaya pengelolaan sumberdaya tanah harus dilakukan secara terpadu
3 Setiap daerah di Indonesia mempunyai tingkat persoalan yang berbeda, sehingga pilihan-pilihan pengelolaannya juga mungkin berbeda
32
4 Berbagai upaya pengelolaan sumberdaya tanah akan berkaitan dengan proses-proses penataan dan perijinan ruang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Upaya-upaya terpadu pengelolaan lingkungan hanya mungkin dilakukan apabila difasilitasi dengan rencana tata ruang yang jelas. Di Indonesia Pengelolaan Lingkungan dapat dilakukan lebih efektif apabila terdapat sistem informasi dasar yang baik dan sistematis, bukan pembangunan tanpa rencana yang melanggar hukum ekologi dan hukum manusia yang ditentang oleh para ahli pelestarian sumberdaya alam pada umumnya (Odum, 1993).