• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN

B. Pengembangan Hipotesis

Dalam perspekif teori keagenan, agen yang risk adverse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan sumber daya atau berivestasi pada hal-hal yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan biasa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak

menghamburkan sumber daya perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, maupun dalam bentuk shirking.

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan demikian, penerapan GCG dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dey Report (1994) mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menguntungkan para pemegang saham. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham namun juga untuk kepentingan publik secara umum.

Walaupun demikian, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aman dan Nguyen (2007), peringkat corporate governance yang lebih tinggi yang diraih oleh suatu perusahaan ternyata menghasilkan return yang lebih rendah daripada perusahaan dengan peringkat corporate governance yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan peringkat yang lebih rendah dapat memberikan return yang lebih tinggi karena mereka memiliki risiko yang lebih tinggi pula.

Berbeda dengan penelitian tersebut, terdapat lebih banyak penelitian yang mendukung hipotesis bahwa corporate governance berasosiasi dengan nilai perusahaan yang lebih tinggi. Morck et al. (1988) dalam Bernhart & Rosenstein (1998) misalnya, menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris terhadap nilai perusahaan menemukan bahwa nilai perusahaan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan manajerial sampai dengan

5%, kemudian menurun pada saat kepemilikan manajerial 5%-25%, dan kemudian meningkat kembali seiring dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial lebih dari 25% secara berkelanjutan.

Black et al. (2003) berargumen bahwa perusahaan yang dikelola dengan lebih baik akan lebih menguntungkan sehingga investor akan mendapat return yang lebih tinggi. Black (2001) mengevaluasi hipotesis bahwa praktik corporate governance di Rusia mempengaruhi nilai pasarnya. Black et al. (2006) juga menemukan bukti bahwa corporate governance merupakan salah satu faktor penting yang dapat memprediksi nilai pasar perusahaan di Korea Selatan dengan menggunakan suatu indeks governance yang kompleks untuk menilai kualitasnya. Johnson et al. (2000) memberikan bukti bahwa kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak positif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Penjelasan teoritis yang mendasari penelitian mereka adalah bahwa jika ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer meningkat, maka dampak yang ditimbulkan dari menurunnya tingkat kepercayaan investor akan mendorong terjadinya penurunan capital inflow dan meningkatnya capital outflow dari suatu negara. Akibat selanjutnya adalah menurunnya harga saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Penelitian mereka dilakukan dengan menggunakan sampel sebanyak 25 negara yang sedang berkembang pasar modalnya (emerging market), termasuk diantaranya adalah Indonesia. Variabel corporate governance diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan La Porta et al. (1998), yang terdiri dari judicial efficiency, corruption, rule of law, enforceable minority

shareholder’s rights, antidirector’s rights, creditor’s rights, dan accounting standards.

Gompers et al. (2003) menghitung indeks corporate governance untuk 1.500 perusahaan Amerika Serikat yang terdiri dari 24 anti-takeover provision

dan shareholder’s right yang dikumpulkan oleh Investor Responsibility Research

(IRRC) yang dapat dinilai secara obyektif. Masing-masing item indeks merupakan variabel dummy, dan indeks tersebut merupakan jumlah sederhana dari variabel dummy. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa shareholder’s rights yang lebih baik berasosiasi dengan corporate valuation yang lebih tinggi. Selain itu penelitian mereka memastikan bahwa praktik pro-shareholder governance berhubungan positif dengan keuntungan dan pertumbuhan penjualan dan sebaliknya berhubungan negatif dengan belanja modal dan jumlah akuisisi. Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian Brown dan Caylor (2004) yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan governance practice yang lebih baik jauh lebih berharga, menunjukkan kinerja yang lebih berkualitas, berisiko lebih rendah dan tidak mudah berubah pendirian, serta membayarkan deviden lebih banyak. Black et al. (2003) dan Drobetz et al. (2003) mengembangkan indeks governance berdasarkan survei ekstensif dan melaporkan bahwa corporate governance yang lebih baik dalam suatu perusahaan berasosiasi dengan penilaian yang lebih tinggi.

Sejalan dengan penelitian-penelitian di atas, Bai et al. (2002) menyusun suatu indeks yang menggambarkan keseluruhan praktik corporate governance di antara perusahaan go publik di Cina yang disebut G-index. Melalui indeks

tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan dengan G index yang lebih tinggi, sahamnya dinilai lebih tinggi pula oleh pasar. Masih dengan pendekatan serupa, Lei dan Song (2004) menggunakan indeks corporate governance yang terdiri dari 5 mekanisme: transparansi, konflik kepentingan eksekutif, kompensasi eksekutif, struktur kepemilikan, dan struktur dewan direksi. Hasil penelitian mereka mendukung penelitian yang dilakukan oleh Bai et al. (2002) yaitu investor Hong Kong bersedia memberikan nilai yang lebih tinggi bagi standar corporate governance yang lebih baik.

Beberapa penelitian lokal tentang hubungan corporate governance dan nilai perusahaan yang pernah dilakukan mengemukakan hasil yang serupa dengan penelitian-penelitian di atas. Herawaty (2008) mendapatkan hasil bahwa GCG dalam hal ini diproksikan dengan komisaris independen, kualitas audit dan kepemilikan institusional mempengaruhi nilai perusahaan walaupun sebagai variabel pemoderasi. Siallagan dan Machfoedz (2006) sebelumnya juga telah melakukan penelitian mengenai corporate governance, manajemen laba dan nilai perusahaan. Melalui penelitian mereka tersebut didapatkan hasil bahwa corporate governance mempengaruhi kualitas laba yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam penelitian tersebut, mereka menggunakan dua proksi corporate governance yakni dewan komisaris dan kepemilikan manajerial.

Hastuti (2005) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara transparansi dan kinerja keuangan perusahaan. Kusumawati dan Riyanto (2005), juga mengemukakan hal senada dan bahkan mendapatkan hasil bahwa praktik corporate governance berasosiasi dengan nilai perusahaan pada tingkat

signifikansi 5%. Luciana dan Lailul (2006) mendukung pernyataan tersebut dengan mengemukakan hasil penelitiannya bahwa indeks corporate governance di Indonesia memiliki kandungan informasi yang bermanfaat dan mendapat respon yang sangat signifikan oleh pasar di sekitar tanggal pengumuman peringkat CGPI tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait