• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Perencanaan dan Perkembangan Karir 3

3.1.3. Pengembangan Karir

Setiap sistem perencanaan karir pada setiap organisasi pastilah berbeda-beda, namun tetapi pada dasarnya memiliki komponen-komponen sistem perencanaan karier yang sama. Terdapat perbedaan-perbedaan yang terjadi dikarenakan adanya perbedaan penekanan terhadap komponen didalam sistem tersebut. Adapun komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Self-Assessment, yaitu merupakan komponen yang dapat membantu para

karyawanya untuk menentukan ketertarikanya, dan terdapat kecenderungan nilai-nilai prilaku yang dianutnya. Proses ini dapat juga dibantu dengan melakukan suatu tes psikologis dan bantuan konsling.

2. Reality Check, yaitu karyawan menerima informasi bagaimana organisasi

mengevaluasi keahlian dan pengetahuan mereka, dan dimana mereka dapat memiliki peran dalam setiap rencana organisasi.

3. Goal Setting, yaitu pada tahap ini setiap karyawan menentukan tujuan jangka

pendek dan panjang dalam karir mereka.

4. Action Planning, untuk tahap ini karyawan memutuskan bagaimana cara

mereka untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam karir mereka.5

3.1.3. Pengembangan Karir

Pengembangan karir adalah suatu proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Tujuan dari keseluruhan pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antar kebutuhan dan

5

Noe, Hollenback, Gerhart, Wright.,“Employee Training and Development”. Third Edition. The McGraw-Hill. New York, 2003. hal : 360-363

tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang.

Pengembangan karir (career development) menurut Mondy meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.

2. Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.

3. Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh

skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut

dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru. 4. Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi

dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional. (Mondy, 1993,p.362 dan 376)

Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning) dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan

atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan karir/manajemen karir.

Didalam proses pengembangan karier ini terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan karier, adapun faktor-faktor tersebut adalah : 1. Faktor pegawai dan organisasi

Dalam situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang saling menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai maupun organisasi dapat mencapai produktifitas kerja yang tinggi.

Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai. Adakalanya pegawai sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi prestasi pegawai tersebut dengan penghargaan sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen karir pegawai. Misalnya saja, proses perencanaan karir pegawai akan tersendat karena pegawai mungkin tidak diajak berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut. Proses pengembangan karir pun akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak peduli dengan karir pegawai.

2. Faktor personalitas pegawai

Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis, terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis, misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak

perduli dengan karirnya sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung terlalu ambisius dan curang. Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini menjadi lebih runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa kuat karena alasan tertentu (punya koneksi dengan bos, mempunyai backing dari orang-orang tertentu, dan sebagainya) 3. Faktor-faktor eksternal

Seorang pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan karena ada orang lain yang didrop dari luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian demikian ini boleh atau tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas mengacaukan menajemen karir yang telah dirancang oleh organisasi.

4. Faktor Politicking dalam organisasi

Manajemen karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila faktor lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan mempengaruhi karir seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain, bila kadar “politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka manajemen karir hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan karir akan menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh orang-orang yang pintar dalam

5. Faktor sistem penghargaan

Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak hal, termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik dianggap sama dengan pegawai malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang membuat sistem penghargaan yang baik (misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin” dalam jumlah tertentu.

6. Faktor jumlah pegawai

Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai maka semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk meraih tujuan karir tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir menjadi rumit dan tidak mudah dikelola

7. Faktor ukuran organisasi

Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya, semakin besar organisasi, semakin kompleks

urusan manajemen karir pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.

8. Faktor kultur organisasi

Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur professional, obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja (sistem merit). Ada pula organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal lain

9. Faktor tipe manajemen

Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini. Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku, otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.

Jika manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka keterlibatan pegawai dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga cenderung minimal. Sebaliknya, jika manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis, maka keterlibatan pegawai dalam pembinaan karir mereka juga cenderung besar.

3.2. Karir6

1. Menurut Gibson dkk. (1995: 305) karir adalah rangkaian sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus berkelanjutan.

Karir dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Karir dapat dipandang sebagai urutan dari berbagai posisi dalam suatu pekerjaan. Atau karir juga dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jabatan/pekerjaan/posisi yang dapat diduduki seseorang selama kehidupan kerjanya dalam organisasi atau dalam beberapa organisasi.Terdapat beberapa pendapat mengemukakan definisi dari karier diantaranya sebagai berikut :

2. Menurut Greenhaus (1987: 5) yang dikutip oleh Irianto (2001: 93) terdapat dua pendekatan untuk memahami makna karir, yaitu : pendekatan pertama memandang karir sebagai pemilikan (a property) dan/atau dari occupation atau organisasi. Pendekatan ini memandang bahwa karir sebagai jalur mobilitas di dalam organisasi yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi marketing, yaitu menjadi sales representative, manajer produk, manajer marketing distrik, manajer marketing regional, dan wakil presiden divisional marketing dengan berbagai macam tugas dan fungsi pada setiap jabatan. Pendekatan kedua memandang karir sebagai suatu properti atau kualitas individual dan bukan occupation atau organisasi. Pendekatan ini memandang bahwa karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi pada setiap individu/pegawai. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut

6

definisi karir adalah sebagai pola pengalaman berdasarkan pekerjaan

(work-related experiences) yang merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang

dialami oleh setiap individu/pegawai dan secara luas dapat dirinci ke dalam

obyective events. Salah satu contoh untuk menjelaskannya melalui serangkaian

posisi jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan pekerjaan, dan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan (work-related decisions). Tidak hanya itu saja, juga mengenai interpretasi subyektif tentang peristiwa yang berkaitan dengan pekerjaan (workrelated events) baik pada masa lalu, kini dan mendatang seperti aspirasi pekerjaan, harapan, nilai, kebutuhan dan perasaan tentang pengalaman pekerjaan tertentu.

3. Menurut Irianto (2001 : 94), pengertian karir meliputi elemen-elemen obyektif dan subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan kebijakan-kebijakan pekerjaan atau posisi jabatan yang ditentukan organisasi, sedangkan elemen subyektif menunjuk pada kemampuan seseorang dalam mengelola karir dengan mengubah lingkungan obyektif (misalnya dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau memodifikasi persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan mengubah harapan).

4. Simamora (2001 : 504) berpendapat bahwa kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Kedua

perspektif tersebut terfokus pada individu dan menganggap bahwa setiap individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasibnya sehingga individu tersebut dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.

5. Soetjipto, dkk (2002 : 276) karir merupakan bagian dari perjalanan hidup seseorang, bahkan bagi sebagian orang merupakan suatu tujuan hidup. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk sukses mencapai karir yang baik. Karir sebagai sarana untuk membentuk seseorang menemukan secara jelas keahlian, nilai, tujuan karir dan kebutuhan untuk pengembangan, merencanakan tujuan karir, secara kontinyu mengevaluasi, merevisi dan meningkatkan rancangannya.

Dokumen terkait