• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kurikulum pendidikan dalam mewujudkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3) Pengembangan kurikulum pendidikan dalam mewujudkan

Yogyakarta

Kurikulum yang dipakai di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta adalah kurikulum 2013. Kurikulum yang sudah ada dijalankan oleh sekolah ditambah dengan beberapa pengembangan. Pengembangan yang pertama adalah penyelenggaraan kegiatan- kegiatan perayaan keagamaan dan kebudayaan sebagai aktivitas tambahan yang berguna untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Sekolah menggunakan momen perayaan agama sebagai wadah untuk menanamkan sifat toleransi, kebersamaan, dan saling berbagi kepada peserta didik. Sekolah memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa setiap hari besar agama atau budaya memiliki nilai-nilai positif yang dapat diambil, sehingga peserta didik sejak dini memiliki pemahaman bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Perwujudan dari harapan ini dilakukan sekolah dengan menyelipkan kegiatan- kegiatan tambahan di setiap perayaan agama, misalkan bakti sosial ketika Natal, Idul Adha, dan perayaan lainnya.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

110

“Nah ini menurut saya masuk ke dalam inovasi kurikulum sekolah. Kurikulum kan nggak melulu tentang pembelajaran di kelas. Tapi menyangkut hal-hal yang dilakukan demi mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Nah pada saat perayaan hari agama, kami rayakan semua mbak, dari natal, idul fitri, idul adha, imlek, dan lain-lain. Di dalam perayaan tersebut bukan maksud kami untuk menyuruh anak melakukan ibadah kepercayaan di luar dirinya. Tapi kami menggunakan momen perayaan agama sebagai ajang untuk saling bertoleransi. Kami kenalkan nilai-nilai moral dalam

setiap perayaan.” (WAW/M.24/19/12/2016)

Hal senada disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Kegiatan perayaan mbak. Tapi bukan semata-mata

perayaan saja. Kami menggunakan perayaan tersebut sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral. Ini termasuk dalam pengembangan kurikulum kami mbak. Yaitu menanamkan nilai moral lewat perayaan agama dan hari jadi keagamaan lain. Misalnya ketika idul fitri kita ada kegiatan membuat ketupat. Kami ajarkan kepada anak-anak filosofis ketupat dalam hal ini, yaitu nyuwun ngapunten menawi lepat. Ketika natal kita mengadakan juga pembuatan pohon kata. Kata-kata dibuat oleh guru dan Frater. Kata-kata motivasi tentunya. Selain itu kami juga mengajarkan kepada anak-anak arti berbagi. Misal ketika natal, kami menyuruh anak-anak untuk memberikan persembahan kepada Yesus Kecil berupa sembako, pada nantinya sembako tersebut kami berikan kepada masyarakat di sekitar sekolah. Ketika idul adha kami juga melakukan bakti sosial serupa. Jadi kegiatan pada saatn perayaan hari agama, kami jadikan momen untuk menanamkan nilai kebersamaan, toleransi, dan berbagi pada anak-anak.” (WAW/SE.16/14/01/2017) Pengembangan kurikulum dalam rangka pengenalan budaya dan penanaman pemahaman multikultuaral kepada peserta didik juga dilakukan oleh sekolah melalui perayaan hari budaya mancanegara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh sekolah untuk

111

memperkaya pegetahuan peserta didik tentang keanekaragaman budaya. Sama seperti perayaan hari agama Indonesia, perayaan hari agama ataupun kebudayaan luar Indonesia ini dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak, salah satunya adalah nilai cinta kasih melalui Valentine. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu SE yang menyampaikan bahwa:

“Demikian juga dengan besok Valentine itu juga kami

kenalkan nilai-nilai budaya cinta kasih. Meskipun itu dari budaya luar, seperti hari raya Imlek itu juga kita juga mengenalkan sejak dini beberapa budaya yang berasal dari luar budaya Jogja yang intinya dapat kita serap nilai-nilai

moral dan kulturalnya.” (WAW/SE.17/14/01/2016)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengembangan kurikulum di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta bukan sekedar dalam pembelajaran di kelas, melainkan pada kegiatan ekstrakurikuler dan aktivitas lain di luar pembelajaran. Semua kegiatan yang dilakukan tetap megacu pada tujuan pendidikan yang akan dicapai. Selain itu, pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan dengan menyesuaikan diri pada keadaan dan kebutuhan peserta didik di sekolah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Pengembangan ada mbak, tapi dalam beberapa hal. Misalkan dalam proses pembelajaran ekstrakurikuler dan aktivitas di luar pembelajaran yang keseluruhannya dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan untuk menyesuaikan

112

diri mbak. Jadi kami menyesuaikan dengan kondisi peserta didik yang ada. Ini yang melandasi beberapa aktivitas di

sini.” (WAW/M.25/19/12/2016)

Pengembangan kurikulum selanjutnya dilakukan oleh sekolah dalam proses pembelajaran di kelas. Pada golongan usia 2- 3 tahun (kelas kelompok belajar), usia 3-4 tahun (kelas TK A), dan usia 5-6 tahun (kelas TK B), diberikan pengetahuan tentang budaya-budaya yang ada di sekitar peserta didik berada. Pertama kali diajarkan melalui pengenalan budaya yang saat ini ada pada lingkungan belajar mereka, yaitu budaya Jawa. Hal ini

diwujudakan dengan kegiatan “Gagrak Ngayogyakarta” yang

dilaksanakan setiap Kamis Pahing. Peserta didik dan seluruh civitas akademika TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memakai baju adat Jawa. Sekolah menggunakan momen ini untuk mengenalkan bahwa budaya Jawa merupakan salah satu kekayaan kultural yang harus dijaga.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Khusus tentang multikultural, ada beberapa aspek yang dikenalkan dari usia dini sebagai bagian dari pengembangan kurikulum. Kalau dari usia 2-3 di KB itu tentag budaya- budaya yang ada di sekitar anak-anak berada, ini juga berlaku untuk anak TK A usia 3-4, TK B 5-6 dalam hal ini tentang budaya yang saat ini anak-anak tinggal (lingkungan anak-anak berada), itu budaya Jawa itu dikenalkan setiap bulan ada hari khusu yaitu Kamis Pahing anank-anak dikenalkan dengan budaya Jawa dengan memakai baju adat Jawa Jogja “Gagrak Ngayogyokarto”. Jadi meskipun anak

113

belum paham kenapa harus pakai baju ini, tapi anak di pembelajaran anak dikenalkan ini loh salah satu budaya lokal kita tentang budaya Jawa Jogja.”

(WAW/SE.18/14/01/2016)

Pengembangan kurikulum terkait dengan pembelajaran di kelas dilakukan sekolah melalui penggunaan konten-konten tertentu untuk menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan tema yang diberikan. Peserta didik diajak untuk berkreasi dan mempertajam wawasan. Hal ini dilakukan oleh sekolah untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki anak. Sekolah meyakini bahwa menghargai dan mengoptimalkan kemampuan anak masuk ke dalam strategi pendidikan multikultural.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa:

“Secara materi dalam pelajaran, di situ sangat jelas terlihat karena di situ tujuan dari kurikulum 2013 itu memancing atau mengoptimalkan kemampuan anak khusus di TK ya, PAUD dalam hal ini PAUD. Jadi anak diajak untuk berkreasi, berwawasan luas dengan tema yang sudah disiapkan di dalam kurikulum. Jadi anak tidak hanya stak pada lingkup yang dikuasai yang dilihat saja, tapi juga diajak berkomunikasi, diajak berkarya.”

(WAW/SE.19/14/01/2017)

Perwujudan kegiatan di atas tentu menuntut kejelian guru dalam menyampaikan konsep multikultural dengan tetap mengacu pada tema yang sudah ada dalam kurikulum. Mensikapi hal ini, guru memiliki dua cara. Pertama, guru menghubungkan setiap tema yang disampaikan dengan aspek kemanusiaan. Misalkan,

114

pada suatu hari guru memberikan materi tema udara. Guru tersebut akan menyampaikan bahwa udara merupakan kebutuhan semua manusia tanpa membedakan dari golongan manapun. Penyampaian meteri ini tentu didukung dengan keteladanan-keteladanan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Tapi kami selalu memberikan keteladanan bagi mereka tentang sikap dan perilaku yang menghargai terhadap sesama. Nah salah satunya melalui pemanfaatan kurikulum 2013. Jadi mendukung atau tidaknya, tergantung bagaimana kami menggunakan konten. Kan mungkin dengan tema-tema tertentu bisa saling dihubungkan. Misalkan dengan tema udara saya pasti menyampaikan bahwa udara merupakan hak setiap manusia tanpa pembedaan apapun, oleh karena itu semua wajib untuk menjaganya.”

(WAW/MR.12/31/12/2016)

Cara yang kedua dilakukan melalui penyampaikan tema materi diimbangi dengan pemberian perlakuan adil kepada peserta didik. Guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sangat menyadari bahwa dalam setiap kegiatan apapun tidak boleh mengkotak- kotakkan peserta didik menurut golongan mereka berasal, salah satunya adalah ketika proses pembelajaran. Hal itu senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan admnistrasi umum yang menyampaikan bahwa:

“Contohnya ya, contohnya dalam hal pelajaran dengan tema “tanaman di sekitarku”, di sini kita ajak anak praktik langsung. Karena di sekitar sekolah kebetulan ada lahan, kita mencoba menanam kacang. Anak dibagi peranak itu sekitar 2 atau 3 biji, lahan sudah disiapkan, sudah dipupuk,

115

anak tinggal memasukkan ke lubang. Tentunya dalam pelaksanaanya anak tidak akan ditanya kamu ras mana? Jatah lubangmu yang ini. Itu tidak. Di sini sangat jelas tidak membeda-bedakan anak. kita mengajak seluruh anak untuk berkreasi dan praktik langsung mengimplementasikan teori yang sudah didapatkan di kelas. Jadi mereka memasukkan bijinya, terus mereka tutup, mereka siram ketika akan pulang sekolah.” (WAW/SE.20/14/01/2017)

Pengembangan kurikulum selanjutnya terkait dengan kurikulum Liturgi (agama). Pengembangan kurikulum liturgi di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sepenuhnya menjadi wewenang kepala sekolah. Program Liturgi dilaksanakan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dengan menyesuaikan pada keadaan sumber daya manusia di sekolah. Kurikulum liturgi dirumuskan mengikuti program dari kurikulum 2013. Kurikulum liturgi TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki fleksibilitas, disesuaikan dengan kebutuhan. Jika suatu kelas memiliki peserta didik dari agama Katolik semua, maka suster akan menyampaikan nilai-nilai kebaikan berdasarkan ajaran Katolik. Akan tetapi jika di suatu kelas terdiri dari golongan agama yang bermacam-macam, maka suster akan menyampaikan materi secara universal. Pembelajaran liturgi biasa dilaksanakan pada hari Sabtu dengan bantuan Frater.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum yang menyampaikan bahwa:

“Untuk kurikulum khusus tidak ada. Tapi dalam hal liturgi (agama), jadi yang mengatur dan membuat program itu suster (Kepala Sekolah), itu membuat tema kurikulum Liturgi disesuaikan dengan situasi yang ada di lapangan dan mengikuti program dari kurikulum 2013 yang sekiranya pas

116

dengan tema dan visi misi dari yayasan. Jika semua siswa di kelas Katolik, pembelajaran keagamaan disampaikan secara Katolik. Jika anak-anaknya beraneka ragam, suter menyampaikannya secara universal. Liturgi dilaksanakan hari sabtu mbak dengan bantuan Frater.”

(WAW/SE.21/14/01/2017)

4) Kultur sekolah yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta

Kultur sekolah di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dibangun untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dicita- citakan, salah satunya adalah pendidikan multikultural. Kultur sekolah yang dirancang sebagai strategi pendidikan multikultural meliputi kultur fisik dan non fisik. Kultur fisik meliputi kondisi gedung dan bangunan, sarana dan prasarana, serta penggunaan slogan dan gambar. Kultur non fisik terdiri dari hubungan dan pola interaksi antarwarga sekolah dan atmosfir pendidikan yang dibangun di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta.

Kondisi gedung dan bangunan serta sarana dan prasarana di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sudah menunjang pelaksanaan pendidikan. Kondisi tersebut juga memberikan indikasi bahwa keadaan gedung dan sarana di sekolah dapat digunakan untuk mencapai cita-cita pendidikan multikultural. Hal ini terkait dengan gedung kelas dan fasilitas yang dimiliki sekolah dalam melaksanakan pembelajaran sentra. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki lima sentra, yaitu sentra balok, sentra peran, sentra persiapan, sentra alam, dan sentra kreatif. Sistem

117

pembelajaran tersebut digunakan oleh sekolah sebagai strategi untuk memfasilitasi keseimbangan minat dan bakat peserta didik. Terpenuhinya sarana fisik kelima sentra tersebut menjadi indikasi komitmen sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan multikultural. Orang dewasa (guru, kepala sekolah, karyawan) di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta senantiasa memberikan keteladanan kepada peserta didik agar menjaga sarana yang dimiliki.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M seaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“….kemudian dalam hubungannya dengan pendidikan kepada anak-anak ya mbak. Kan di sini pembelajarannya sentra, ada sentra persiapan, sentra balok, dan sentra lainnya. Menurut saya kondisi gedung yang ada sudah cukup untuk menjadi wadah dalam pendidikan di TK ini. Untuk hubungannya dengan konsep multikultural, saya rasa dengan konsep pembelajaran sentra dan kondisi gedung yang ada, TK Katolik Sang Timur akan dapat memfasilitasi bakat dan minta yang ada pada diri siswa. Selain itu, kami menerapkan bahwa gedung, bangunan maupun sarana yang ada di dalamnya merupakan milik warga sekolah. Sehingga semua berhak menggunakan dan juga wajib untuk menjaga

dan merawat.” (WAW/M.26/19/12/2016)

Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Sudah sangat baik ya mbak. Karena di sini pembelajarannya sentra, dan ada lima sentra, maka dengan terpenuhinya ruang kelas tersendiri untuk masing-masing sentra memberikan indikasi bahwa kondisi gedung di sini

118

sudah mendukung pelaksanaan pendidikan, termasuk pendidikan multikultural. Di mana pembelajaran sentra menurut kami merupakan salah satu metode dalam memberikan kebutuhan multikultural anak, yaitu memenuhi minat dan bakat anak yang berbeda-beda.”

(WAW/MW.11/14/01/2017)

TK Katolik Sang Timur Yogyakarta menggunakan slogan dan gambar sebagai strategi dalam menyampaikan nilai-nilai multikultural kepada peserta didik. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa gambar merupakan media yang efektif digunakan untuk memberikan pemahaman bagi anak usia 3-5 tahun. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Penanaman nilai multikultural pada anak usia dini kan paling gampang lewat gambar ya mbak. Jadi ya semoga dengan upaya yang kami lakukan, anak-anak akan terbiasa hidup dalam keberagaman. Dan dapat bertingkah laku

positif.” (WAW/M.27/14/08/2016)

Pendapat hampir senada juga dipaparkan oleh Ibu VE Selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Slogan-slogan dan gambar-gambar di sini kami jadikan

sebagai strategi atau media yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai multikultural bagi anak. karena anak TK kan lebih mudah menyerap materi dalam bentuk kalimat sederhana dan gambar.” (WAW/VE.7/30/12/2016) Slogan dan gambar di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dipadukan menjadi satu media yang berfungsi untuk membangun kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai multikultural. Hal ini terlihat dari strategi sekolah dalam mendesain poster yang

119

ditempel di dinding sekolah. Poster didesain dengan memadukan dua konten, yaitu kalimat positif untuk membangun kesadaran multikultural peserta didik dan ilustrasi gambar tentang kebersamaan dan toleransi. Kalimat positif yang dimaksudkan adalah kalimat-kalimat yang dapat membangun semangat belajar peserta didik dan juga kalimat yang berguna untuk membangkitkan nillai-nilai penghargaan multikultural pada diri peserta didik. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Seperti yang dapat kita saksikan bahwa kami membuat slogan maupun poster dengan dilandasi semangat multikultural yang sangat tinggi. Hal itu dapat mbak lihat pada poster poster yang tertempel di sini. Ilustrasi poster kami buat serealitas mungkin. Contohnya, setiap kita ingin menyampaikan pesan moral, misal hargai temanmu, kami menambahkan ilustrasi gambar beberapa orang yang berdiri berdampingan dengan kondisi fisik yang berbeda. Misal, yang satu berkulit hitam, yang satu lagi berkulit putih. Yang satu berambut lurus, dan yang satu lagi berambut keriting. Itu semua kami lakukan demi menanamkan pada anak bahwa dalam masyarakat terdapat bermacam-macam

orang.” (WAW/M.28/14/08/2016)

Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang meyampaikan bahwa:

“Iya ini memang kami desain untuk mewujudkan pendidikan multikultural di sini mbak. Jadi pasti kami membuat slogan yang menggambarkan rasa cinta kasih dan penghargaan. Misalkan “sayangilah temanmu” “ucapkan

terimakasih” “ucapkan maaf”. Nah untuk gambar sendiri

120

perbedaan fisik, tapi mereka senantiasa bergandeng tangan

dan berbahagia.” (WAW/MR.13/31/12/2016)

Penggunaan gambar sebagai media untuk menanamkan pendidikan multikultural di sekolah juga dapat dilihat dari adanya gambar-gambar rumah adat, pakaian adat, tarian adat, dan jenis- jenis tembat ibadah yang tertempel di dinding kelas. Strategi seperti ini dilakukan oleh sekolah dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang keberagaman yang ada di lingkungan mereka.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“...gambar-gambar yang ada di sini juga memiliki visi multikultural. Kami menyajikan gambar keanekaragaman Indonesia, meliputi berbagai suku, agama, maupun adat. Kami harapkan itu bisa membuka pikiran peserta didik bahwasannya di luar sana terdapat banyak sekali perbedaan

yang dapat memberikan nilai positif untuk kita.”

(WAW/M.29/14/08/2016)

Keberadaan gambar-gambar di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berfungsi untuk membentuk kultur sekolah yang kental dengan penanaman nilai-nilai multikultural. Poster yang ditempelkan di dinding sekolah diperkuat dengan gambar yang mengilustrasikan suatu kebersamaan dalam lingkungan yang beragam. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa gambar-gambar yang disajikan di sekolah meliputi gambar: kebersamaan anak yang memiliki perbedaan

121

fisik, kebersamaan anak yang memiliki perbedaan budaya, dan kebersamaan anak yang memiliki perbedaan jenis kelamin. Sekolah menggunakan gambar ilustrasi laki-laki dan perempuan untuk mengajarkan peserta didik tentang konsep perbedaan jenis kelamin. Hal ini dirancang oleh sekolah dengan maksud untuk memberikan pemahaman peserta didik tentang cara-cara bersikap terhadap lawan jenis. Salah satunya dengan memberikan penjelasan tentang organ-organ tubuh yang dimiliki dan bagaimana cara melindunginya.

Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Gambar anak laki-laki dan perempuan yang bermain bersama. Ceritanya begini, biasanya anak-anak diawal tahun pelajaran di semester satu awal itu kan mereka mengenal jenis kelamin, ada yang anak perempuan, ada yang anak laki-laki, kita mengajarkan gimana harus bersikap dengan anak berbeda terus bagaimana cara kita melindungi organ-organ yang tidak boleh disentuh oleh orang lain itu diajarkan juga. Jadi kami menghubungkan setiap konten yang ada dengan konsep multikultural mbak.” (WAW/MR.14/31/12/2016)

Strategi pendidikan multikultural yang dilakukan melalui penggunaan kultur fisik sekolah juga dimaksudkan untuk memancing kesadaran warga sekolah dalam melakukan refleksi diri. Hal ini diwujudakn melalui penempelan foto-foto aktivitas yang pernah dilakukan oleh warga sekolah di seluruh dinding luar TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum

122

di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Oh iya mbak. Sama satu lagi. Jika mbak perhatikan, di dinding-dinding luar TK ini seluruhnya merupakan lukisan foro anak-anak, suster, guru, dan keluarga besar TK Katolik Sang Timur lainnya ketika berkegiatan pada hari-hari kemarin. Gambar ini merupakan strategi kami untuk mengajarkan agar anak-anak senantiasa merefleksi diri, bagaimana posisi mereka di sini. Dalam artian apakah mereka sudah mengambil peran saling melengkapi dan slaing membantu satu sama lain.”

(WAW/SE.22/14/01/2017)

Pembangunan kultur sekolah sebagai strategi dalam mewujudkan pendidikan multikultural tidak hanya dilakukan melalui pembangunan kultur fisik saja, melainkan kultur non fisik pula. Kultur nonfisik adalah sifat-sifat dan nilai-nilai yang berusaha dimunculkan dalam suatu sekolah. Kultur nonfisik yang dimaksud meliputi atmosfir pendidikan serta hubungan dan pola interaksi yang dibangun oleh sekolah. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki tiga kultur utama yang senantiasa dikembangkan, yaitu kultur persaudaraan, kultur kegembiraan, dan kultur kesederhanaan. Sifat-sifat penghargaan terhadap sesama juga senantiasa dihidupi oleh sekolah. Hal ini diwujudkan melalui pembiasaan dan pemberian keteladanan pada peserta didik untuk mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan bantuan dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Sekolah juga memunculkan sikap untuk saling mendoakan terhadap sesama. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa ketika baris

123

berbaris sebelum memasuki kelas, peserta didik dibiasakan untuk

saling memberikan doa. Pemberian ucapan “selamat belajar

kakak/adik, Tuhan memberkati” menjadi satu kultur nonfisik yang senantiasa dibangun oleh sekolah dalam mewujudkan pendidikan multikultural.

Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa:

“Berkaitan dengan atmosfir pendidikan yang kami bangun di sini sebenarnya ada tiga kultur utama yang ada di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta, yaitu persaudaraan, kegembiraan, dan kesederhanaan. Tiga hal itu yang

Dokumen terkait