yang mengembangkan sistem tradisional (Islam) dan sistem modern (Barat) dengan menyesuaikan dengan visi Islam. Al-Faruqi bertujuan untuk memadukan kedua sistem Islam dan sistem Barat dan menghilangkan kekurangan yang dimiliki kedua sistem.
16
Sistem pendidikan Islam yang cenderung bersifat relegius, tidak memadainya buku-buku pegangan yang telah usang dan guru-guru yang tak berpengalaman di dalam sistem yang tradisional dan sistem pendidikan Barat yang cenderung bersifat sekuler yang memisahkan wahyu dengan akal dalam pencarian ilmu pengetahuan dan peniruan metode-metode dan ideal-ideal Barat sekular di dalam sistem yang sekular.17
Tujuan kurikulum Islam Al-Faruqi adalah menciptakan sarjana muslim yang dapat menguasai dan memiliki pemahaman dalam ilmu-ilmu Barat dan ilmu-ilmu Islam dalam upaya menanamkan pemahaman yang sesungguhnya dari kedua ilmu-ilmu tersebut. Sebagaimana yang dikatakan Al-Faruqi sebagai berikut. Seorang profesor yang meraih gelar doktor di sebuah universitas Eropa. Dia mendapatkan pendidikan di Barat dan lulus dengan angka sedang. Karena di masa sebelumnya ia tidak mendapatkan motivasi Islam sehingga ia tidak menuntut ilmu demi Allah Ta’ala semata-mata, tetapi demi kepentingan materialistis, egoistis (atau paling tinggilah untuk tujuan nasional). Ia tidak mendapatkan semua pengetahuan yang dapat diperolehnya di Barat bahkan tidak lebih unggul dari guru-guru Barat.18Maka penguasaan dari kedua ilmu-ilmu Barat dan Ilmu-ilmu-ilmu Islam diperlukan dalam upaya penanaman wawasan Islam yang menyeluruh.
Tujuan islamisasi yang digagas Al-Faruqi adalah menghapus dikotomi sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan Barat dan menghapus kelemahan metodologi dalam sistem pendidikan Islam dan Barat. Sistem pendidikan Islam yang digunakan merupakan jiplakan dari sistem pendidikan Barat tetapi hanya sebuah karikaturnya saja. Sebagaimana pendidikan Islam, pendidikan Barat sangat bergantung kepada sebuah wawasan pandangan Barat dan wawasan Islam sangat berbeda dengan wawasan Barat. Itulah sebabnya mengapa hampir dua abad dengan sistem pendidikan sekular Barat, kaum
17
Ibid., h.23. 18
Muslimin tidak menghasilkan sesuatu pun juga baik sekolah, universitas maupun cendekiawan sebanding dengan kreativitas atau kehebatan Barat.19
Materi-materi dan metodologi-metodologi yang kini diajarkan di Dunia Islam adalah jiplakan dari materi-materi dan metodologi-metodologi Barat, namun tak mengandung wawasan yang semula dan kini menghidupkannya di negeri Barat. Tanpa wawasan tersebut maka materi-materi dan metodologi-metodologi tersebut hanyalah instrumen-instrumen yang bersahaja. Tanpa disadari, materi-materi dan metodologi-metodologi yang hampa ini terus memberi pengaruh jelek yang mendeislamisasikan siswa.20
Maka dengan itu, Al-Faruqi menawarkan pengintegrasian antara ilmu-ilmu Islam dan ilmu Barat dan menanamkan wawasan Islam di setiap ilmu-ilmu yang diintegrasikan.21
Al-Faruqi berpendapat untuk memecahkan masalah pendidikan. Sistem pendidikan diubah dan kesalahan-kesalahannya diperbaiki dengan sistem yang baru. Dualisme sistem pendidikan Islam dan sekuler harus dihapuskan. Sistem pendidikan tersebut diintegralkan dan sistem tersebut harus sesuai dengan semangat Islam. Perpaduan kedua sistem ini haruslah merupakan kesempatan yang tepat untuk menghilangkan keburukan masing-masing sistem. Dengan perpaduan ini pengetahuan Islam akan bisa dijelaskan dalam gaya sekular, maksudnya pengetahuan Islam akan menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang langsung berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di dunia ini, sementara pengetahuan modern akan bisa kita bawa dan masukkan ke dalam kerangka sistem Islam.22
Dalam upaya menghilangkan dualisme sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan Barat dengan menuangkan kembali disiplin-disiplin di bawah kerangka Islam dengan membuat teori-teori, metode, prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan tunduk kepada:
1. Keesaan Allah
Keesaan Allah adalah prinsip pertama dari agama Islam dan setiap sesuatu yang Islamiah. Dialah sang Pencipta, dengan perintah-Nya 19
Ibid., h. 15.
20
Ibid., h.17 21
Budi,op., cit,h.175
22
segala sesuatu dan peristiwa telah terjadi. Dia adalah sumber kebaikan dan keindahan. Di dalam dunia yang seperti ini, tak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan, tak ada sesuatu pun yang sia-sia atau tak berarti.
Allah adalah cause yang pertama dan terakhir dalam agama Islam. Allah Yang Maha Penciptakan segala yang ada di bumi dan di langit. Semua berjalan sesuai dengan ketentuan-Nya. Allah merupakan sumber pertama dan terakhir kebenaran dalam ilmu pengetahuan, maka itu ilmu pengetahuan harus sesuai dengan tujuan Allah.
2. Kesatuan alam semesta
Alam semesta merupakan ciptaan Allah Yang Maha Tunggal. Alam semesta diciptakan sesuai dengan susunan dan pola Allah. Alam semesta diciptakan Allah untuk manusia manfaatkan dan pergunakan sesuai dengan kebutuhannya. Manusia di beri kebebasan untuk mengeksplorasi sumber daya alam (SDA) yang Allah ciptakan.
Manusia diharapkan menemukan pola-pola alam semesta yang diciptakan oleh Allah supaya menemukan hubungan-hubungan dan pengetahuan yang dapat diambilkan dari alam semesta. Kewajiban manusia bukan untuk menciptakan pola-pola Allah melainkan untuk menjaga pola-pola Allah dari kerusakan dan mengembangkannya.23 Alam semesta yang diciptakan Allah merupakan ladangnya ilmu untuk manusia manfaatkan. Dalam pemanfaatannya manusia harus menaati norma-norma moral dan etika karena pada saat ini manusia banyak melakukan kesalahan dalam penggunaan dan pemanfaatan alam yang berlebihan dan tidak memperhatikan lingkungan.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan
Prinsip kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan adalah sebuah epistemologi yang memadukan wahyu dengan akal dan realitas. Wahyu yang diturunkan Allah tentulah benar dan tidak ada kekeliruan didalamnya karena wahyu diturunkan Allah Yang Maha 23
Benar tanpa ada kesalahan sedikitpun. Wahyu merupakan pembimbing akal dalam mencari ilmu pengetahuan. Akal manusia yang diciptakan Allah masih terdapat kekeliruan dalam menafsirkan suatu ilmu pengetahuan.
Perbedaan epistemologi di kedua sistem pendidikan Barat ilmu pengetahuan dikatakan valid apabila dapat dibuktikan dengan akal (rasio). Berbeda dengan Islam ilmu pengetahuan harus sesuai dengan wahyu dan akal. Maka sistem pendidikan sekuler yang digunakan negara-negara Islam harus diubah karena sistem pendidikan sekuler memisahkan wahyu dan akal sehingga bertentangan dengan ajaran Islam.
4. Kesatuan hidup
Allah mengamanatkan kepada manusia untuk mencari, memahami dan menegakkan pola-pola atau pengetahuan yang diturunkan oleh Allah. Manusia di beri anugerah kemerdekaan mengolah sumber daya alam yang diciptakan Allah dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dengan keistimewaan yang dimilikinya itulah (ilmu pengetahuan) Allah mengutus manusia di muka bumi ini walaupun manusia sering melalaikan perintah-Nya, membuat kejahatan dan pertumpah darah.
Hanya manusia yang mengemban amanat Allah karena manusialah yang memiliki kemerdekaan moral. Kesanggupan manusia memikul amanah Allah sehingga manusia ditempatkan di atas para malaikat karena malaikat tidak memiliki kemerdekaan untuk mentaati atau mengingkari Allah. Itulah sebabnya Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada manusia. Malaikat hanya dapat mentaati perintah-perintah Allah dan memuji-muji Allah berbeda dengan manusia yang dapat mentaati Allah dan mengingkari Allah.
Allah mengutus manusia di muka bumi sebagai khilafah. Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk beraktivitas sesuai keinginannya dan kemampuanya akan tetapi tujuan aktivitasnya harus
bermuara kepada Allah. Allah menyuruh manusia untuk mencapai dua buah obyektif. Pertama, ummat manusia harus mengubah pola-pola Tuhan, untuk mengatur kembali material-materialnya agar sempurna dan bermanfaat bagi manusia. Kedua, dalam mengubah pola-pola Tuhan, manusia dituntut mendahulukan nilai-nilai etika dengan memilih cara transformatifnya sesuai dengan moral dan etika ummat manusia sehingga terjadilah keselarasan dalam pengabdian kepada Allah dan mengabdi kepada sesama manusia.
5. Kesatuan ummat manusia
Semua manusia adalah satu dan sama, inilah dasar dan landasan universalisme Islam. Semua manusia adalah sama di mata Tuhan, yang membedakannya adalah perbuatan-perbuatan kebajikan moral mereka di dalam prestasi kultural.24Islam tidak membedakan manusia dari ras, warna kulit, bentuk tubuh, kepriabadian dan bahasa seseorang melainkan dari segi perbuatan (takwa) berbeda dengan Barat yang selalu mengkotak-kotakkan atau mengdikotomi manusia dari segi ras maupun warna kulit suatu bangsa sehingga muncullah sikap etnosentrisme yang bertujuan memecah-belah manusia atau kelompok dengan mengklaim ia yang lebih kuat dan hebat dibandingkan manusia atau kelompok lain. Etnosentrisme dapat menimbulkan perpecahan, perselisihan, perang dan pertumpuhan darah.25
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah
1. Kurikulum yang dapat mengembangkan potensi-potensi peserta didik (potensi jasmani, rohani dan akal) dan akhlak (moral) islam.
2. Kurikulum yang dapat menyediakan kebutuhan manusia hidup di dunia dan akhirat dalam upaya menciptakan insan kamil yang dapat menjawab tantangan dunia modern.
24
Ibid., h.87.
25
3. Kurikulum yang universal tanpa membeda-bedakan ras, suku dan warna kulit.
Sistem pendidikan Islam yang bernuasa sekuler harus direformulasikan kembali sesuai dengan ajaran dan cita-cita Islam. Pendidikan Islam harus berlandasan universalitas Islam tanpa membeda-bedakan etnik atau ras. Ilmu pengetahuan harus menerima aksiologi islam dengan mempertimbangkan moral dan etika ummat dalam pemanfaatannya.
Al-Faruqi berpendapat dalam menata pengembangan kurikulum Islam diperlukan tiga hal, yaitu: Pertama, menguasai sains modern (mastery of the modern sciences). Kedua, menguasai warisan Islam (mastery of legacy). dan ketiga, prinsip kesatuan (unity) yang harus melingkupi seluruh kajian dalam kurikulum pendidikan Islam.26
Dalam menguasai sains modern, merupakan upaya melepaskan dikotomi ilmu pengetahuan di dalam kerangka ummat Islam. Ilmu modern telah berkembang pesat dalam berbagai bidang keilmuan atau disiplin kealaman, sosial, astronomi, ekonomi, kedokteran dan ilmu pengetahuan teknologi. Dalam penguasaan ilmu modern diharapkan dapat mengambil manfaat dari kemajuan ilmu-ilmu Barat dalam upaya membangun paradigma baru pendidikan Islam yang tanggap dengan perkembangan zaman.
Dalam hubungan ini, Al-Faruqi mengatakan bahwa Disiplin ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah pelajaran. Hasil uraian harus berbentuk kalimat-kalimat yang memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan kategori-kategori, prinsip, problema dan tema pokok disiplin ilmu-ilmu Barat dalam puncaknya.27
Dari penguraian-penguraian tersebut diharapkan sarjana-sarjana muslim dapat menciptakan buku-buku tingkat universitas menurut visi Islam. Al-Faruqi mengingatkan para sarjana muslim, bahwa mereka harus menyadari telah banyak
26
Abdurrahman,op. cit.,h. 89.
27
terjadi pertentangan antara ilmu pengetahuan modern dengan visi Islam sehingga semua warisan ilmu pengetahuan umat manusia harus dikaji dari sudut pandangan Islam.28
Kedua, menguasai warisan Islam (mastery of legacy). Penguasaan warisan Islam merupakan titik awal usaha mengislamkan ilmu-ilmu modern. Proses islamisasi ilmu-ilmu modern tidak akan berhasil jika kita tidak menghiraukan khazanah atau wawasan klasik. Dalam upaya mereformulasi pendidikan Islam seorang sarjana muslim harus dapat menguasai kedua khazanah klasik dan modern dan sarjana muslim diharapkan dapat menemukan kriteria relevansi antara ilmu klasik dan modern. Penguasaan warisan Islam merupakan obat penangkal melawan proses deislamisasi dengan cara mewajibkan mempelajari kebudayaan Islam selama empat tahun. Pemberian mata pelajaran kebudayaan Islam merupakan pembekalan ilmu pengetahuan tentang warisan ummah, pengenalan kebudayaan Islam dan prestasi-prestasi serta kemajuan para tokoh muslim dalam ilmu pengetahuan. Jika mata pelajaran kebudayaan Islam tidak diajarkan kepada sarjana muslim, ia tidak akan tergugah hatinya untuk mengulang masa kegemilangan ummat Islam terdahulu.29
Kebudayaan Islam yang dimaksud Al-Faruqi adalah seluruh khazanah intelektual dan budaya Islam yang mencangkup kajian al-Qur’an, as-Sunnah, institusi Islam, kesenian, hukum dan undang-undang, kalam (teologi), tasawuf, falsafah, hellenistik, metafisika, epistemologi atau sains taba’i, aksiologi dan etika, termasuk juga aspek seni dan estetika Islam.30 namun semua khazanah Islam intelektual Islam harus diseleksi secara mendalam dan kritis guna mencari relevansi antara ilmu klasik dan ilmu modern.
Al-Faruqi mengkritisi tiga peninjauan upaya merelevansikan khazanah Islam dengan modern. Pertama, mempunyai wawasan Islam sejauh yang ditarik langsung dari sumber wahyu beserta karakteristik dalam sejarah kehidupan
28
Abdurrahmanop. cit.,h. 92.
29
Al-Faruqi,op. cit.,h 101.
30
Rasulullah. Kedua, memperhatikan kebutuhan ummat saat ini. Ketiga, memperhatikan semua kebutuhan modern yang diwakili oleh disiplin tersebut.31
Ketiga, prinsip kesatuan (unity) yang harus melingkupi seluruh kajian dalam kurikulum pendidikan Islam. Setelah memahami dan menguasai khazanah Islam dan khazanah Barat baik kelebihan dan kekurangan masing khazanah. Tahap terakhir ini adalah mengupayakan penyatuan antara khazanah Islam dengan khazanah Barat. Perpaduan kedua khazanah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan kekurangan masing khazanah, seperti tidak memadainya buku-buku dan guru-guru yang berpengalaman dalam sistem tradisional dan peniruan metode-metode dari ideal-ideal Barat sekular dalam sistem yang sekuler.32
Sintesa kreatif ini diharapkan dapat mengembalikan kejayaan ummat Islam dan menghilangkan kemandegan yang terjadi pada ummat Islam. dalam mensintesa kreatif antara kedua khazanah tersebut pemikir Islam harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan relevansi dan cita-cita Islam.
31
Al-Faruqi,op. cit.,h 108.
32
67
Konsep kurikulum yang ingin dicapai Al-Faruqi adalah kurikulum yang dapat memadukan kelebihan dari kedua sistem pendidikan Islam dan Barat dalam upaya menghilangkan keburukan masing-masing sistem pendidikan. Al-Faruqi menawarkan pengembangan kurikulum Islam dengan tiga cara. Pertama, menguasai sains modern (mastery of the modern sciences). Dalam penguasaan ilmu modern diharapkan dapat membangun paradigma baru pendidikan Islam yang tanggap dengan perkembangan zaman. Kedua, menguasai warisan Islam (mastery of legacy). Penguasaaan warisan Islam, merupakan upaya yang dilakukan Al-Faruqi untuk memperkenalkan warisan khazanah Islam terdahulu. Ketiga, prinsip kesatuan (unity) yang mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dan ilmu-ilmu tradisional dalam wawasan Islam.
Dengan pengintegrasian kedua sistem pendidikan diharapkan dapat mengembalikan masa kejayaan ummat Islam terdahulu. Sistem pendidikan yang berwawasan keterpaduan modern dan klasik dalam upaya menciptakan peserta didik yang tanggap dengan perkembangan zaman dan mencintai khazanah-khazanah klasik.
B. Implikasi
Dari beberapa kesimpulan di atas, adapun implikasinya adalah untuk menghilangkan kemunduran sistem pendidikan Islam para pemikir kurikulum diharapkan dapat mereformulasi kurikulum yang telah berkembang di ummat Islam. Kurikulum Islam yang dapat memadukan Ilmu-ilmu modern dan ilmu-ilmu Islam dalam upaya memadukan kedua sistem pendidikan tersebut ummat Islam harus selektif terhadap ilmu-ilmu modern dan di sesuaikan dengan visi Islam. kurikulum yang dapat menghasilkan peserta didik yang berakhlakul karimah dan berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
C. Saran
1. Pemerintah atau instasi pendidikan diharapkan dapat membuat kebijakan dalam pembuatan kurikulum berbasis keislaman dan IPTEK dan dapat menciptakan buku-buku modern yang sesuai dengan visi Islam.
2. Dengan penelitian skripsi ini diharapkan kepada teman-teman mahasiswa dapat lebih kritis dalam menghadapi kebijakan pendidikan yang dibuat pemerintah.
3. Dengan penelitian skripsi diharapkan akan muncul penelitian kependidikan yang berwawasan keislaman dan modern.
Abdurrahmansyah. Sintesis Kreatif: Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Islam
Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2002.
Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat : Ciputat Press, 2005.
Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010. Arikunto, Suharsimi dan Jabar, Cepi ,Safrudin ,Abdul . Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009.
---.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Bagir, Haidar. Konsep Pendidikan Dalam Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan. 1984.
Baharun, Hasan dan Mundiri, Akmal, dkk. Metodologi Studi Islam: Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.
Edyar, Busman.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatrus, 2009.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011.
Halstead, J, Mark. Towards a Unified View of Islamic Education, Islam and Christian-Muslim Relations. 6, 1995.
Handrianto, Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Persada, 1996.
Langgulung, Hasan. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta:PT. Bulan Bintang, Mahyuddin, Anah.Islamisasi Pengetahuan. Bandung : Mizan, 1984.
Nata, Abuddin.Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. ---.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Nizar, Samsul dan Ramayulis. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Quantum Teaching, 2005.
Nizar, Samsul.Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat : Ciputat Press, 2002. Qomar, Mujamil.Epistemologi Pendidikan Islam.Jakarta: Erlangga, 2005.
Saefuddin, AM. Islamisasi Sains dan Kampus. Jakarta: PT. PPA Consultants, 2010.
Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam: Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi. Bandung: Mizan, 2003.
Sukardi. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: PT.Bumi Aksara,2011.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2009.
Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Amzah, 2009.
Syaodih, Nana, Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan Media Utama. 1998.
Yasin, Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Zainuddin, M. Paradigma Pendidikan Terpadu. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Nama : M. Chalilul Rahman
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 17 November 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kebangsaan : Indonesia
Tinggi Badan : 172 cm
Berat Badan : 65 kg
Alamat : kp. Pulo jahe Jakarta Timur
No. Telp : 089654391684
Pendidikan Formal
(1997–2003) SD Jatinegara 06 Pagi
(2003–2006) SMP Negeri 270 Pegangsaan Utara (2006–2009) MA. Al-Wathoniyah 01 Jakarta
2009 UIN SyarifHidayatulah Jakarta
Pengalaman Organisasi
(2003–2006) Anggota OSIS SMP Negeri 270
(2006–2009) Anggota OSIS MA. Al-Wathoniyah 01 Jakarta (2009– 2011) Anggota Forsa UIN Jakarta