• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kurikulum Islam Dalam Perspektif Ismail Ra’ji Al-Faruqi”.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Kurikulum Islam Dalam Perspektif Ismail Ra’ji Al-Faruqi”."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

M. Chalilul Rahman

NIM: 109011000257

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ini masih terus dilakukan oleh para akademisi dan para peneliti. Hal tersebut membuktikan bahwa pemikiran-pemikiran Ismail Ra’ji Al-Faruqi baik yang terkait dengan tauhid maupun pendidikan merupakan sebuah formulasi pendidikan yang menarik dikaji dan diteliti. Tujuan penelitian ini adalah dalam rangka memberikan sumbangan kongkrit untuk dunia pendidikan Islam agar dapat menciptakan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan apa yang diharapkan Ismail Ra’ji Al-Faruqi.

Dalam penelitian ini menggunakan buku primer yang berjudul:

Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan (Islamisasi Pengetahuan yang telah diterjemahkan oleh Anah Mahyuddin) yang merupakan salah satu karya monumental Ismail Ra’ji Al-Faruqi yang mengulas tuntas tentang islamisasi ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dekskriptif analisis. Diawali dengan pengumpulan data sebagai bahan primer dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis data. Proses penulisan dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Kemudian data tersebut dianalisis dan dipelajari secara cermat dan didekskripsikan secara komprehensif. Dari hasil analisa ini kemudian penulis dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai bentuk pemikiran Ismail Ra’ji Al-Faruqi tentang pengembangan kurikulum pendidikan Islam.

(6)

ii

Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad saw., keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang telah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. DR. Abdul Majid Khon, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Marhamah Saleh, M.A, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

4. H. Ghufron Ihsan, MA. Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam keakademikan dan kemahasiswaan.

(7)

iii Jakarta ini.

7. Semua Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda Mursalihdan Ibunda

Rosmani yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

9. Teman-teman PAI angkatan 2009, terutama PAI G yang sama-sama telah memberikan doa’a, saran dan krtik dalam penulisan skripsi ini.

Bagi mereka semua, tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima kasih dari penulis, semoga Allah SWT membalas semua amal baik mereka, dan akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya kepada pembaca.

Jakarta, 10 April 2014

(8)

iv

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Pendidikan Islam ... 7

B. Tujuan Dalam Kurikulum Pendidikan Islam ... 14

C. Materi-materi Dalam Kurikulum Pendidikan Islam... 18

D. Metode Dalam Kurikulum Pendidikan Islam... 20

E. Evaluasi Dalam Kurikulum Pendidikan Islam ... 25

F. Pendidikan Perspektif Muhammad Naquib Al-Attas 1. Pengertian Pendidikan... 28

2. Kurikulum Pendidikan ... 34

3. Tujuan Pendidikan ... 35

4. Metode Pendidikan... 38

5. Materi Pendidikan ... 40

E. Kajian Yang Relevan ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

(9)

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Ismail Ra’ji Al-Faruqi ... 49 B. Karya-karya Ismail Ra’ji Al-Faruqi ... 51 C. Islamisasi Ilmu PengetahuanIsmail Ra’ji Al-Faruqi ... 52 D. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ismail

Ra’ji Al-Faruqi ... 56

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI dan SARAN

1. Kesimpulan... 65 2. Implikasi ... 66

3. Saran……….. 67

(10)

ii

Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad saw., keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang telah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. DR. Abdul Majid Khon, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Marhamah Saleh, M.Ag, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(11)

iii

Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah dengan sabar dan tekun, rela mentransfer ilmunya kepada penulis selama penulis menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

8. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda Mursalih dan Ibunda

Rosmani yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

9. Teman-teman PAI angkatan 2009, terutama PAI G yang sama-sama telah memberikan doa’a, saran dan krtik dalam penulisan skripsi ini.

Bagi mereka semua, tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima kasih dari penulis, semoga Allah SWT membalas semua amal baik mereka, dan akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya kepada pembaca.

Jakarta, 10 April 2014

(12)

iv

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi masalah ... 5

C. Pembatasan ... 5

D. Perumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian...6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Pendidikan Islam... 7

B. Tujuan Pendidikan Islam... 14

C. Materi-materi Pendidikan Islam... 18

D. Metode Pendidikan Islam...20

E. Evaluasi Pendidikan Islam...25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 32

1. Teknik Pengumpulan Data...32

(13)

v

B. Karya-karya Ismail Ra’ji Al-Faruqi ... 37 C. Islamisasi Ilmu PengetahuanIsmail Ra’ji Al-Faruqi...38

D. Pengembangan Kurikulum Islam dalam Perspektif Ismail Ra’ji Al-Faruqi ...42 BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan ... 49 2. Implikasi ... 50

3. Saran………. 51

(14)

1

Menyongsong abad ke-21 terdapat fenomena yang menarik, kemajuan dan peradaban Barat menjadi suatu magnet bagi peradaban bangsa-bangsa lain. Kemajuan teknologi yang dihasilkan tak terbatas ruang dan waktu. Barat menjadi sebuah icon kemajuan peradaban abad 21, Barat dapat menciptakan temuan-temuan baru dengan berbagai varian kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, Barat mengalami kemajuan yang signifikan tidak terlepas dari andil kemajuan perkembangan intelektual sebelumnya, yakni kejayaan dunia Islam.

Ketika Islam mengalami puncak kejayaan dalam ilmu pengetahuan sedangkan Barat sedang mengalami masa kegelapan akibat doktrin-doktrin gereja. Kemajuan yang diperoleh Islam juga dirasakan bagi non-muslim (Barat) yang ketika itu daerahnya dikuasai oleh Islam. Banyak para orang-orang Eropa (Barat) menuntut ilmu-ilmu dan menerjemahkan kitab-kitab yang dihasilkan para intelektual Islam seperti Ibnu Rusyd, Ar-Razi, Ibnu Sina, dan lain-lain dalam bahasa latin.

Awal kemunduran Islam ketika pada masa Dinasti Abbasiyah disebabkan disintegrasinya daerah-daerah kekuasaan Dinasti Abbasiyah mulai memisahkan diri dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah sehingga kekuatan Dinasti Abbasiyah mulai melemah. Kedudukan Dinasti Abbasiyah makin melemah ketika terjadi peperangan dengan pasukan Salib dalam kurun waktu 2 abad. Dampak peperangan yang lama tersebut pada kekuatan dan kestabilan Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 1258 terjadi penyerang pasukan Hulago Khan terhadap Baghdad sehingga dapat dikuasainya kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

(15)

bidang kebudayaan (sastra), filsafat, dan teologi yang seringkali dilakukan para intelektual Muslim yang hidup pada masa kejayaan Islam, hilang sama sekali sehingga terjadi stagnasi keilmuan Islam. Namun, ketika Islam mengalami stagnasi, Barat sedang sibuk mentransformasikan ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat karya-karya Averoues dan mereka mulai menggugat tradisi dan ajaran-ajaran gereja yang membelenggu daya berfikir. Mereka mulai mendayagunakan akal dan mengembangkan semangat keilmuan yang ditandai dengan adanya (Renaissance).1

Ummat Islam mulai bangkit dengan muncul tiga kerajaan besar Islam : Utsmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India yang dapat mengembalikan kejayaan Islam dari keterpurukan dan dapat memulihkan reputasi di mata dunia, namun hanya bertahan sampai abad ke-17. Sesudah itu jatuh kembali ke dalam suasana kemunduran dalam berbagai aspeknya, diantaranya : di bidang politik, militer, ekonomi dan terutama ilmu pengetahuan.

Pada saat itu yang berpengaruh di structural masyarakat Islam adalah ulama tarekat dan ulama fiqih. Keduannya menanamkan paham taklid dan membatasi hanya kajian agama islam, seperti Tafsir, Hadits, Fiqih dan Tauhid. Ulama tarekat hanya mengajarkan wirid dan zikir dalam upaya mensucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi kehidupan duniawi. Ketauhidan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw telah tercampur khurafat dan paham kesufian. Mereka menghias diri dengan azimat-azimat, penangkal penyakit dan tasbih, menziarahi kuburan orang-orang keramat dan memujanya.2

Kemajuan peradaban Barat tidak diikuti dengan nilai-nilai pada aspek pendidikan. Pendidikan Barat yang dikembangkan berlandaskan pemaksaan hak akan Negara-negara yang mereka jajahi. Pemaksaan ideologi baik sosialis, komunis, kapitalis maupun liberalis kepada Negara-negara yang mereka jajah. Dengan penanam ideology yang mereka bawa berdampak kepada system pendidikan Negara-negara yang mereka jajah.

1

Busman Edyar,Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Pustaka Asatrus, 2009), h.176.

2

(16)

Ciri utama system pendidikan Islam pada masa ini, menekankan pada “proses mengingat” sumber-sumber pemikiran keagamaan. Padahal untuk

kepentingan memecahkan atau mencari solusi atas persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi umat tidak bisa dilalui dengan “proses mengingat”

tetapi seharusnya dengan “proses berfikir”. Kondisi demikian ini berlangsung terus, sehingga pendidikan Islam berada dalam keterbelakangan. Pendidikan Islam tidak lagi memberikan perspektif masa depan yang cerah. Keadaan demikian berlaku di seluruh Negara Islam. Beriringan dengan masa ini, Negara-negara Islam sedang menjadi objek jajahan bagi bangsa Eropa.

Sementara itu, Napoleon mendarat di Mesir pada 1798. Namun, ekspedisi ini datang tidak hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk keperluan ilmiah. Sehingga dia membawa para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Baru pada saat inilah umat Islam dan orang-orang Mesir untuk pertama kalinya mempunyai kontak langsung dengan peradaban Eropa yang baru dan asing bagi mereka.3

Dalam bidang pendidikan, para pembaharu Islam tersebut yang memiliki perhatian besar, antara lain adalah Muhammad Ali Pasya, Sultan Mahmud II, Muhammad Abduh dan Sir Sayyid Ahmad Khan. Mereka mengikuti pola pendidikan yang dikembangkan Barat, karena Barat dianggap berhasil dalam mengembangkan pendidikan. Sedangkan islam kendatipun secara bertahap, juga mengikuti langkah-langkah para pembaharu itu, sehingga mereka mencoba meniru gaya pendidikan Barat dalam berbagai dimensinya, termasuk pemikiran-pemikiran yang mendasari keberadaan pendidikan yang biasa disebut dengan filsafat pendidikan.4

Filsafat pendidikan yang diberikan pada departemen kependidikan Islam adalah sepenuhnya filsafat pendidikan Barat yang mulai digugat sebagian besar pakar kita. Sedangkan kajian filsafat sudah hampir putus dari nilai dan wawasan Islam, sehingga perlu segera diperbaiki dan ditekankan kembali pada kajian filsafat pengetahuan Islam. Anehnya umat Islam tidak segera menyadari dengan memusatkan kajian ilmiah mereka pada filsafat

3

Mujamil Qomar,Epistemologi Pendidikan Islam,(Jakarta: PT. Erlangga, 2005), h. 208.

4

(17)

pengetahuan Islam yang menjadi kunci penyelesaian problem pengetahuan dan pendidikan Islam.

Mengingat bahwa filsafat pendidikan yang diajarkan kepada mahasiswa jurusan pendidikan Islam adalah filsafat Barat, maka pendidikan yang dikembangkan umat Islam adalah pendidikan yang berpola Barat. M. Rusli Karim menegaskan, “Pendidikan Islam di beberapa Negara Islam yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak lebih dari duplikasi dari pendidikan di Negara-negara Barat sekuler yang banyak mereka cela. Dengan demikian, produk system pendidikan mereka tidak mungkin menjadi atau berupa alternatif.5

Pendidikan Barat yang diadaptasi oleh pendidikan Islam, meskipun mencapai kemajuan, tetap tidak layak dijadikan sebagai sebuah model untuk memajukan peradaban Islam yang damai, anggun dan ramah terhadap kehidupan manusia. Sebagaimana dikutip Amrullah Achmad, Muhammad Mubarak menuturkan, “Karakteristik system pendidikan Barat adalah sebagai refleksi pemikiran dan kebudayaan abad XVIII-XIX yang ditandai dengan isolasi terhadap agama, sekulerisme Negara, materialism, penyangkalan terhadap wahyu dan penghapusan nilai-nilai etika yang kemudian digantikan

dengan pragmatism”.6 Maka corak pendidikan Barat tersebut terlepas dari

pandangan Barat terhadap ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan hanya berdasar pada akal dan indera, sehingga ilmu pengetahuan itu hanya mencakup hal-hal yang diindera dan dinalar semata.

Ada lagi kenyataan yang lebih parah lagi. Banyak dari penerapan pendidikan di dunia Islam telah terlanjur mengikuti pola dan model pendidikan yang dikembangkan Barat dengan alasan untuk mencapai kemajuan, seperti yang terjadi di Barat, tetapi kenyataannya sangat berlawanan dengan harapan itu. Kaum muslim yang merasa dirugikan; di satu sisi mereka telah mengorbankan petunjuk-petunjuk wahyu hanya sekedar mengikuti model, namun disisi lain ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mengembangkan peradaban Islam. Hasil pendidikan yang dicapai tetap tidak mampu memobilisasi perkembangan peradaban Islam.

5

Ibid.,h. 210. 6

(18)

Kenyataan yang menimbulkan problem dilematis ini pernah diungkap oleh Ismail Raji al-Faruqi. Dia melaporkan, bahwa materi dan metodologi yang kini diajarkan di dunia Islam adalah jiplakan dari materi dan metodologi Barat, namun tak mengandung wawasan yang selama ini menghidupkannya di negeri Barat. Tanpa disadari, materi dan metodologi yang hampa itu terus memberi pengaruh jelek yang mendeislamisasikan siswa, dengan berperan sebagai alternatif bagi materi dan metodologi Islam dan sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi.7

Dengan menjiplakan dan mengadopsi pendidikan Barat yang memiliki kelemahan dan berbahaya bagi umat Islam, maka muncul Gerakan Islamisasi Pengetahuan yang dipelopori Muhammad Naquib Al-Attas dan Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Al-Attas mengeluarkan gagasan Islamisasi pengetahuan ketika diadakannya Konferensi Internasional tentang pendidikan di Mekkah di gelar pada tahun 1977.

Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai respon atas dikotomi antara ilmu dan sains yang dimasukkan Barat sekuler dan budaya masyarakat modern ke dunia Islam. Kemajuan yang dicapai sains modern telah membawa pengaruh yang menakjubkan, namun di sisi lain juga membawa dampak yang negative, karena sains modern (Barat) kering dengan nilai bahkan terpisah dari nilai agama.8

Selanjutnya, system pendidikan yang dikotomik menyebabkan lahirnya system pendidikan umat Islam yang sekuleristik, rasionalistik-empirik, intuitif dan materialistik.9 Maka itu diharapkan para pakar pendidikan untuk segera merevolusi sistem pendidikan yang selama ini bernafaskan sistem pendidikan Barat yang telah meninggalkan agama dan wahyu sebagai sumber pengetahuan dan jika mereka mengikuti pola pendidikan Barat, maka harus selektif dan sesuai dengan ajaran Islam dalam mengadopsi pendidikan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul

7

Ismail Raji Al-Faruqi,Islamisasi Pengetahuan, Terj. dariIslamization of Knowledge: General

Principles and Workplan oleh Anah Mahyuddin, (Bandung : Mizan, 1984). h. 17. 8

M. Zainuddin,Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: UIN Malang Press, 2008), H.68.

9

(19)

berikut“Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Ismail Raji Al-Faruqi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Faktor yang melatarbelakangi pengembangan kurikulum pendidikan Islam dalam perspektif Ismail Raji Al-Faruqi

2. Gagasan dan pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dalam upaya mengembangkan kurikulum pendidikan Islam

C. Pembatasan Masalah

Pembahasan pokok yang akan dibahas didalam penelitian ini adalah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ismail Raji Al-Faruqi.

D. Perumusan Masalah

Sebagai pijakan dalam penelitian ini akan dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pandangan Ismail Raji Al-Faruqi tentang kurikulum pendidikan Islam ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian penulisan skripsi ini adalah penulis ingin untuk mengetahui kurikulum pendidikan Islam dalam perspektif Ismail Raji Al-Faruqi.

F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian:

1. Memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran pendidikan Islam di Indonesia.

2. Memberikan sumbangan dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan Islam.

(20)

7 A. Kurikulum Pendidikan Islam

Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa Latin Curriculum semula berartia running cource, or race course, especially a chariot race courcedan terdapat pula dalam bahasa Perancis courier artinya to run, berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah cources atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak

dianut sampai sekarang, termasuk di Indonesia.1

Dalam perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai definisi lain. Definisi ini menentukan hal-hal yang termasuk ke dalam ruang lingkupnya. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school situations. Definisi ini jelas lebih luas daripada sekadar meliputi mata pelajaran, yaitu segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu, kurikulum tidak hanya mengenai situasi di dalam sekolah, tetapi juga diluar sekolah. 2

Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidikan atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.3

Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk

1

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan,Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia,

2007), cet 3. h. 131. 2

Ibid., h.131 3

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam¸ (Ciputat : Ciputat Press, 2005), h.

(21)

mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.4

Selain itu adapula yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kurikulum pada hakikatnya adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu dan dengan menguasainya seseorang dapat dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah.5 Perluasaan jangkauan kurikulum dizaman modern terlihat dari definisi-definisi berikut :

1. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olahraga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.

2. Kurikulum adalah sejumlah kekuatan, factor-faktor pada lingkungan pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dan sejumlah pengalaman yang lahir daripada interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan factor-faktor itu. Kedua definisi diatas merupakan cerminan dari pengertian kurikulum dalam pendidikan modern, yang ruang lingkupnya mencakup berbagai aspek di luar sekolah. Dalam pendidikan modern memang tampaknya kurikulum berisi materi yang cenderung ditujukan ke arah pengembangan potensi murid (child centred) guna kepentingan hidupnya di masyarakat (community centred).6

4

Abuddin Nata,Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 123.

5

ibid.,h. 123. 6

Jalaluddin dan Usman Said,Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(22)

On the basis of what has been said so far, two principles can be set out according to which an Islamic curriculum must be constructed.7

a. Education must not be separated into two kinds-religious and secular. On the contrary, religion, which affects every aspects of life for the Muslim, must be at the very heart of all education as well as acting as the glue which holds together the entire curriculum into integrated whole; b. Muslims are free to study exactly what they please, so long as they do it

in the spirit of Islam. Equally, although in the past learning in Islam was associated with a balance and breadth of knowledge. Muslims must now be considered free to specialize in any branch of knowledge, subject only to the same proviso of remaining fully committed to the fundamental beliefs and values of Islam.

“Dua prinsip dasar menurut kurikulum Islam yang harus diperbaiki, yaitu

pendidikan seharusnya tidak terpisahkan antara agama (religius) dan

sekular. Agama merupakan aspek terpenting dalam kehidupan Muslim dan

agama harus menjadi jantung seluruh pendidikan dalam Islam. Konsep

kurikulum pendidikan Islam menggabungkan agama dengan sekular. Setiap

Muslim bebas menuntut berbagai macam ilmu selama sesuai dengan spirit

Islam”.

Berdasarkan tuntutan perkembangan yang demikian itu, maka para perancang kurikulum dewasa ini menetapkan cakupan kurikulum meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar-mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran yang kemudian dimasukkan ke dalam silabus. Ketiga, bagian yang berisi metode atau cara menyampaikan mata pelajaran tersebut. Keempat, bagian yang berisi metode atau cara melakukan penilaian dan

pengukuran atas hasil pengajaran mata pelajaran tertentu.8

Menurut Marimba sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, “Pendidikan

adalah bimbingan atau usaha sadar yang dilakukan pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya

7

Halstead, J, Mark, Towards a Unified View of Islamic Education,Islam and

Christian-Muslim Relations, Vol. 6, No. 1, 1995, pp. 33. 8

(23)

kepribadian yang utama”.9Sebagaiman kutipan Ahmad Susanto yang di kutip dari Hasan Langgulung menjelaskan bahwa “pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual, dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai dan prinsip serta teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat”.10

Pendidikan Islam harus dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik dan menciptakan Hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran dan perasaannya. Pendidikan Islam, menurut Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani, diartikan sebagai “usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan”.11

Menurut Hamka sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Susanto, “pendidikan bukan hanya untuk membantu manusia memperoleh

penghidupan yang layak, tetapi lebih dari itu, dengan ilmu manusia mampu mengenal Tuhan-Nya, memperluas akhlaknya dan senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah. Hanya dengan bentuk pendidikan yang demikian, manusia akan memperoleh ketentraman (hikmat) dalam hidupnya”.12

Menurut Al-Syaibani, “kurikulum Islam harus mempunyai ciri-ciri” sebagai berikut

1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Muatan mata pelajaran agama dan akhlak harus diambil dari

al-Qur’an dan hadits serta contoh-contoh tokoh teladan yang shaleh

terdahulu.

2. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, rohani dan akal.

3. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal dan rohani manusia. 4. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu seni

ukir, pahat, tulis-indah, gambar, dan sejenisnya. Selain itu kurikulum Islam juga harus memperhatikan pendidikan jasmani, latihan militer (perang),

9

Ahmad Tafsir,Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2007), cet 7. h. 24. 10

A. Susanto,Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Amzah, 2009), h. 128.

11

Omar Muhammad Al-Touny Al-Syaebani,Falsafah Pendidikan Islam, Terj. dari .... oleh

Hasan Langgulung, (Jakarta:PT. Bulan Bintang, ..), h. 399. 12

(24)

teknik, keterampilan dan bahasa asing kesemuanya itu diberikan berdasarkan minat, bakat dan kebutuhan siswa.

5. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang ada di masyarakat.13:

Dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah rancangan kegiatan pendidikan yang berupa isi, materi pelajaran, metode pengajaran dan sarana prasarana dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Suatu kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa unsure utama seperti tujuan, isi, mata pelajaran, metode mengajar dan metode penelitian. Kesemuanya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuataan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber kekuataan tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentuk kurikulum pendidikan.

Mohammad al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa “asas-asas umum yang menjadi landasan pembentuk kurikulum dalam pendidikan Islam itu adalah”:

1. Asas agama

Seluruh system yang ada dalam masyarakat islam, termasuk system pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada ajaran islam yang meliputi aqidah, ibadah, muamalat dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini bermakna bahwa semua itu pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syariat islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah.

2. Asas falsafah

Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan islam, dengan dasar filosois, sehingga susunan kurikulum pendidikan islam mengandung suatu kebenaran terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.

13

(25)

3. Asas psikologis

Asas ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik.

4. Asas social

Pembentukkan kurikulum pendidikan islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk social.14

Keempat asas tersebut diatas harus dijadikan landasan dalam pembentukkan kurikulum pendidikan islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas yang lainnya memiliki keterkaiatan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsure ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan pribadinya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.

Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan nilai-nilai islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan dalam prakteknya. Dalam konteks ini harus dipahami bahwa karakteristik kurikulum pendidikan Islam senantiasa memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan Allah SWT dan Rasul-Nya, Muhammad Saw. Konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan umumnya.

14

(26)

Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany yang dikutip Abuddin Nata menyebutkan “lima ciri kurikulum pendidikan Islam”. Kelima ciri tersebut secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama.

2. Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya. Yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran, dan ajaran yang menyeluruh. Disamping itu ia juga luas dalam perhatiannya. Ia memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, social dan spiritual.

3. Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengetahuan yang berguna bagi pengembangan individual dan pengembangan sosial.

4. Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.

5. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.15

Selain memiliki cirri-ciri sebagaimana disebutkan diatas, kurikulum pendidikan islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan. Al-Syaibany sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, “menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam”, yaitu :

Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak islam. Yakni harus terisi dengaan jiwa agama islam, keutamaan, cita-cita dan kemauannya yang baik sesuai dengan ajaran islam.

Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya dan hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, social, ekonomi, politik termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, professional, seni rupa dan sebagainya.

Ketiga, prinsip keseimbangan yang relative antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.

Keempat, prinsip perkaitan antara bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan pelajar. Begitu juga dengan alam sekitar baik yang bersifat fisik maupun social dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi.

15

(27)

Kelima, prinsip pemiliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.

Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.

Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.16

Dapat disimpulkan bahwa, “kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum

yang memiliki landasan dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis dan dasar social sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan visi pendidikan Islam dan menciptakan peserta didik yang memiliki kelebihan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan berakhlak mulia sesuai ajaran Islam.

B. Tujuan Pendidikan Islam

Istilah “ tujuan” secara etimologi, mengandung arti arah, maksud atau

haluan. Dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan “Ghay, Ahd atau

Maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan “goal,

purpose, objectives atau aim”. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu

yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”17

Tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang amat penting, Ahmad D. Marimba sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, “Menyebutkan empat fungsi tujuan pendidikan”. Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha. Sesuatu usaha yang tidak memiliki tujuan tidaklah memiliki arti apa-apa dan pada umumnya, suatu usaha itu berakhir apa-apabila telah tercapa-apai tujuan yang dicita-citakan. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya antisipasi (pandangan kedepan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efisien. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan-tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan-tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Keempat, tujuan sebagai pemberi nilai terhadap sesuatu kegiatan.18

Dari fungsi-fungsi tujuan tersebut, tujuan merupakan hasil penentuan dari suatu atau proses pendidikan terhadap nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam prilaku

16

Nata,op.cit., h. 125.

17

Fatah Yasin,Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 107.

18

(28)

lahiriah (tampak). Dengan kata lain, prilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.

Jika kita mengacau kepada tujuan pendidikan islam, berarti kita mengacu kepada kepribadian-kepribadian yang bernilaikan ideal-ideal islam. Hal ini mengandung makna tujuan pendidikan islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealitas Islam. Dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan islam harus berorientasi pada pendidikan yang meliputi beberapa aspek, misalnya tentang tujuan dan tugas hidup manusia (QS. Ali Imran:191), memerhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep tentang manusia bahwa ia diciptakan sebagai khalifah (QS. Al-Baqarah: 30), serta beribadah kepada-Nya (QS. Al-Dzariyat: 56), penciptaan itu dibekali fitrah berupa akal dan agama (QS. Al-Rum: 28 dan 30), sebatas kemampuan dan kapasitas ukuran yang ada dan memenuhi tuntutan masyarakatnya.19

Pendidikan Islam, sering dikatakan memiliki sasaran dan dimensi hidup, yaitu penanaman rasa taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama manusia. Dalam bahasa al-Qur’an, dimensi hidup ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah (QS. Ali Imran: 79) atau biasa disebut tauhid rububiyah, suatu bentuk kenyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta dikendalikan oleh Allah Yang Maha Esa tanpa campur tangan sekutu lain. Sedangkan dimensi kemanusiaan yang harus ditanamkan adalah silatuhrahmi, persaudaraan, persamaan, adil, baik sangka, rendah hati, tepat janji, dermawan dan lain sebagainya. Dua dimensi yang memiliki nilai-nilai tersebut akan membentuk ketaqwaan dan akhlak yang mulia.

Adapun dimensi kehidupan yang mengandung nilai ideal islami dapat dikategorikan ke dalam tiga macam sebagai berikut.

1. Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia. Dimensi nilai kehidupan ini mendorong kegiatan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia agar menjadi bekal bagi kehidupan di akhirat.

2. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan. Dimensi

19

(29)

ini menuntut manusia untuk tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.

3. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan (mengintegrasikan) antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi. Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomis maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia.20

Dimensi-dimensi nilai diatas merupakan sasaran idealitas islami yang seharusnya dijadikan dasar fundamental dari proses kependidikan islam. Dimensi nilai-nilai islami yang menekankan keseimbangan dan keselarasan hidup duniawi-ukhrawi menjadi landasan ideal yang hendak dikembangkan atau dibudidayakan dalam pribadi manusia melalui pendidikan sebagai alat pembudayaan.

Menurut al-Qabisy sebagaimana yang dikutip oleh Fattah Yasin, tujuan pendidikan Islam itu adalah upaya menyiapkan peserta didik agar menjadi muslim yang dapat menyesuaikan hidupnya sesuai dengan ajaran-ajaran islam. Dengan tujuan ini diharapkan peserta didik juga mampu memiliki pengetahuan dan mampu mengamalkan ajaran islam, karena hidup ini tidak lain adalah jembatan menuju hidup di akhirat.21

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan

sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.

2. Mengarahkan manusia seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.

3. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.

4. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapay digunakan guna mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya.

5. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.22

20

Muzayyin Arifin,Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), Cet 5. h. 109.

21

Yasin,op. cit., h. 110

22

(30)

Manusia yang dapat memiliki ciri-ciri tersebut diatas secara umum adalah manusia yang baik. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa para ahli pendidikan islam pada hakikatnya sependapat bahwa tujuan umum pendidikan islam ialah terbentuknya manusia yang baik, yaitu manusia yang beribadah kepada Allah dalam rangka pelaksanaan fungsi kekhalifahannya di muka bumi. Abuddin Nata mengutip kutipan Mohammad Toumy al-Syaibany, dalam menjabarkan tujuan khusus pendidikan Islam menjadi: 1. Tujuan yang berkaitan dengann individu yang mencakup perubahan

berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani, rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. 2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat yang mencakup tingkah laku

individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, serta memperkaya pengalaman masyarakat.

3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.23

Adanya tujuan umum dan tujuan khusus dalam pendidikan Islam tersebut lebih lanjut dikemukakan oleh Ali Khalil Abu al-Aynain, menurutnya tujuan umum pendidikan islam adalah membentuk pribadi yang beribadah kepada Allah. Sifat tujuan umum ini tetap, berlaku di sepanjang tempat, waktu dan keadaan. Sedangkan tujuan khusus pendidikan islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi dan lain-lainnya yang ada di tempat itu.24

Tujuan khusus pendidikan islam sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Fattah Yasin yaitu bahwa tujuan pendidikan dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah “pakaian” yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakaiannya dalam masyarakat atau negara tersebut. Dengan kata lain pernyataan ini lebih tepat diarahkan kepada sifat dari tujuan khusus pendidikan islam yang sifatnya fleksibel dan bukan diarahkan kepada

23

Ibid.,h. 107. 24

(31)

tujuan umum pendidikan islam yang sifatnya konstan dan berlaku sama bagi semua bangsa dan negara di dunia ini.25

Dari beberapa pendapat para pakar pendidikan Islam, dapat disimpulkan tujaan pendidikan Islam adalah menciptakan peserta didik yang dapat menerima tantangan zaman dalam IPTEK dan memiliki akhlak mulia sesuai ajaran Islam dalam upaya menyiapkan kebahagian di dunia dan akhirat.

[[

C. Materi-Materi Pendidikan Islam

Kurikulum Islam adalah serangkaian rencana program pendidikan Islam yang digunakan untuk berlangsungnya program pendidikan baik yang termasuk dalam kurikulum nyata (the riil curricullum) maupun kurikulum yang bersifat tersembunyi (the hidden curricullum). Rangkain muatan kurikulum berisikan program pendidikan yang didalamnya terdapat tujuan, isi/materi, metode, sarana, pendidik, dan lain sebagainya. Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang ingin diharapkan, maka tentu saja materi yang ingin disampaikan haruslah sesuai dengan cita-cita kurikulum pendidikan Islam. Isi materi dalam kurikulum pendidikan sebagai mata pelajaran yang akan diajarkan dalam proses belajar mengajar.

Materi pendidikan Islam pada masa awal permulaan Islam datang yang diajarkan Rasulullah kepada ummatnya adalah materi yang menyangkut keperluan kehidupan pribadi maupun sosial. Ketika Rasulullah di Mekkah materi pendidikan yang diajarkan menyangkut masalah aspek keimanan (tauhid) dengan bahan ajarnya adalah al-Qur’an dan perangai atau tingkah laku Rasulullah SAW. Sedangkan materi yang diajarkan Rasulullah ketika Beliau di Madinah lebih menekan materi peribadatan dan akhlak dengan bahan ajarnya adalah al-Qur’an dan perangai atau tingkah laku Rasulullah SAW.

Menurut Ahmad Tafsir,26 materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah membaca al-Qur’an. Keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar politik, olahraga dan kesehatan, membaca dan menulis. Pada masa

25

Abuddin Nata,.op. cit., h. 109.

26

(32)

khulafaurrasyidin materi pendidikan Islam sudah mulai berkembang menjadi membaca dan menulis, membaca dan menghafal al-Qur’an, keimanan, ibadah, akhlak, syair-syair, bahkan materi tentang memanah, berkuda dan berenang.

Pada masa dinasti khalifah Umayah materi pendidikan makin berkembang pesat seiring dengan masuknya pengaruh budaya Yunani, Persia, India, Cina dan lainnya, sehingga pelajaranya bertambah seperti berhitung, mengenal para tokoh, nahwu dan sharaf. Pada masa dinasti Abbasiyah materi pendidikan Islam semakin bertambah banyak, seperti bahasa Arab, fiqh, tafsir, hadits, nahwu, sharaf, ilmu pasti, ilmu mantiq, ilmu falak, tarikh dan ilmu alam.

Menurut al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Said, materi pendidikan Islam terbagi menjadi dua bidang, yaitu:

1. Ilmusyari’atterdiri atas:

a. Ilmu Ushul (ilmu pokok): ilmu al-Qur’an, Sunnah Nabi, pendapat-pendapat Sahabat dan Ijma.

b. IlmuFuru’(cabang): Fiqh, ilmu hal ihwal hati dan akhlak. c. Ilmu pengantar (mukaddimah): ilmu bahasa dan gramatika.

d. Ilmu pelengkap (mutammimah): ilmu Qira’at, Makharij al-Huru wa

al-Alfadz, ilmu Tafsir, Nasikh dan Mansukh, lafaz umum dan khusus, lafas nash dan zahir serta biografi dan sejarah perjuangan sahabat. 2. Ilmu bukansyari’atterdiri atas:

a. Ilmu yang terpuji: ilmu kedokteran, ilmu berhitung dan ilmu perusahaan.

b. Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan): kebudayaan, sastra, sejarah dan puisi.

c. Ilmu yang tercela (merugikan): ilmu tenung, sihir, dan bagian-bagian tertentu dari filsafat.27

Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, membagi materi pendidikan Islam menjadi tiga macam, yaitu:

a. Ilmu Lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang bahasa (gramatika), sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (syair).

b. Ilmu Naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Nabi (al-Qur’an, ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu ushul fiqh).

27

(33)

c. Ilmu Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir atau kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan (mantiq, ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tingkah laku dan ilmu nujum).28

Materi pendidikan menurut At-Thahthawi sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Said, materi pendidikan terbagi berdasarkan jenjang pendidikan. Materi pendidikan dasar adalah membaca, menulis al-Qur’an, nahwu dan dasar-dasar berhitung. Materi pendidikan tingkat menengah adalah jasmani, ilmu bumi, sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian, ilmu peradaban dan ilmu bahasa asing. Sedangkan materi pendidikan tingkah menengah atas terdiri dari materi-materi penjuruan yang bersifat lebih mendalam dan meliputi pelajaran ilmu kedokteran, ilmu fiqih, ilmu bumi dan sejarah.29

Dari beberapa pendapat tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa materi-materi pendidikan Islam haruslah bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang merupakan sumber rujukan dalam agama Islam. Dari kedua sumber tersebut dapat melahirkan materi yang berkaitan dengan keyakinan terhadap Allah sebagai sumber utama segala pengetahuan. Namun, untuk dapat menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat diperlukan sebuah kurikulum yang di dalamnya terdapat materi pendidikan Islam dan materi pendidikan modern ( IPTEK).

D. Metode Pendidikan Islam

Dalam upaya tercapainya kurikulum pendidikan Islam diperlukan cara bagaimana tercapainya kurikulum tersebut. Kurikulum yang bagus belum tentu baik, apabila cara yang digunakan dalam proses menjalankan kurikulum yang ingin dicapai tidak sesuai dengan metode yang tepat. Hal ini berarti bahwa metode merupakan komponen kurikulum yang sangat essensial dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.

28

Abuddin Nata, op. cit., h. 225.

29

(34)

Secara literal bahasa kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang

terdiri dari meta yang berarti “melalui” dan hodos yang berarti “jalan”. Jadi,

metode berarti “jalan yang dilalui”30 Runes, sebagaimana yang dikutip oleh

Samsul Nizar menerangkan teknis bahwa metode adalah

1. Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.

2. Sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.

3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.31

Berdasarkan pendapat Runes tersebut, bila dikaitkan dengan proses pendidikan Islam, maka metode berarti suatu prosedur yang digunakan pendidik dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang diingin dicapai. Selain itu metode juga suatu cara yang dilakukan peserta didik dalam upaya mencari ilmu pengetahuan. Dan metode dapat pula diartikan sebagai suatu rumusan yang berisikan aturan-aturan prosedur dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.

Dari sudut pandang filosofis, metode adalah merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multipurpose). Suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat dipergunakan untuk merusak dan pada kondisi lain dapat dipergunakan untuk membangun atau memperbaiki. Kegunaanya bergantung pada si pemakai metode tersebut, seperti halnya Video Cassette Recorder (VCR) yang dapat digunakan untuk merekam semua jenis film yang bersifat pornografis atau yang bersifat moralis dan dapat juga digunakan untuk alat pendidikan atau pengajaran. Sebaliknya dengan metode yang bersifat monopragmatis adalah alat yang hanya dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja. Misalnya, Laboratorium ilmu alam hanya dapat

30

Arifin,op. cit., h. 89.

31

(35)

dipergunakan untuk kegiatan eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, tidak dapat dipergunakan untuk bidang yang lainnya.32

Dapat dipahami bahwa penggunaan metode dalam pendidikan tergantung kepada siapa pemakai dan keuntungan dari pemakai metode tersebut. Sedangkan metode dalam pendidikan Islam adalah bagaimana menghasilkan manusia yang berakhlak mulia yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai “khalifah Allah di Muka Bumi”. Maka itu dalam penentuan penggunaan

metode itu harus berdasarkan pada pengembangan manusia yang secara menyeluruh dari segi aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Dalam konteks dengan pengembangan metode pendidikan Islam, Abdul Munir Mulkhan sebagaimana dikutip Samsul Nizar, telah mendeskripsikan beberapa petunjuk Al-Qur’an sebagai rujukan pengembangan metode pendidikan Islam, antara lain:

a. Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk mencontoh Rasulullah Saw, sebab sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik (Q.S. Al-Ahzab/33:21).

b. Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan hikmah, pengajaran yang baik dan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan (Q.S. An-Nahl/16:125).

c. Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk mengembangkan sikap arif dan bijaksana dalam melakukan dan menyelesaikan suatu aktivitas (berdiskusi dan bermusyawarah) serta bertawakal kepada-Nya (Q.S. Ali Imran/3:159), (Q.S. Asy Syuura/42:38).

d. Manusia diperintahkan untuk melakukan eksplorasi di muka bumi dan memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan Allah (Q.S. Al-An’aam/6:11). Sesungguhnya telah berlaku sunnah-sunnah Allah sebelum kamu, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan agama (Q.S. Ali Imran/3:137).

32

(36)

e. Jadi, dapat disimpulkan dalam pengembangan metode pendidikan Islam yang sebagaimana yang dipaparkan Abdul Munir Mulkan bertujuan bagaimana menciptakan manusia yang memiliki kepribadian yang berakhlak mulia sebagaial-insan al-kamil.33

Metode pendidikan Islam secara formal adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Syaibany, yaitu

1. Metode pengambilan kesimpulan (Induktif)

Metode ini bertujuan untuk membimbing pelajar untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi.

2. Metode perbandingan (Qiyasiah)

Metode ini dimulai dari penjelasan yang bersifat umum kepada yang khusus, dari keseluruhan kepada bagian-bagian kecil. Metode perbandingan saling berkaitan dan melengkapi bagi metode induktif, oleh sebab itu guru-guru dianjurkan untuk menggabungkan antara keduannya untuk dapat membuktikan kebenaran.

3. Metode kuliah

Metode kuliah adalah metode yang menyatakan bahwa mengajarkan pelajaran dan kuliahnya dengan cara mencatat perkara-perkara yang penting yang ingin dibincangkan.

4. Metode dialog dan perbincangan

Metode dialog adalah metode yang berdasarkan pada dialog, percakapan melalui tanya jawab untuk mengetahui suatu kebenaran dalam fakta-fakta.

5. Metode halaqah

Metode halaqah merupakan metode pertama kali dalam Islam dalam menyampaikan dakwah atau pendidikan. Metode yang dilaksanakan dengan cara para murid mengelilingi guru dalam setengah bulatan untuk mendengarkan ilmu yang disampaikan guru.

6. Metode riwayat 33

(37)

Metode ini dianggap salah satu metode dasar yang digunakan oleh pendidikan Islam. Metode ini digunakan untuk mengajarkan pelajaran Hadits, bahasa dan sastra Arab serta ilmu-ilmu Islam dan segi-segi pemikiran Islam yang paling banyak menggunakan riwayat.

7. Metode mendengar

Periwayatan ilmu pada abad pertama dakwah Islamiyah bergantung penuh pada pendengaran sahaja. Sebab tulisan dan bacaan belum tersebar luas dalam masyarakat Islam pada waktu itu dan tulisan Arab pada masa itu masih banyak kekurangan yang menyebabkan membaca dan menulis itu sukar. Penyebaran ilmu pada masa itu lebih bersifat pendengaran. 8. Metode membaca

Metode ini merupakan alat yang digunakan dalam mengajarkan dan meriwayatkan karya ilmiah yang bukan karya guru sendiri. Menurut metode ini murid membacakan apa yang dihafalnya kepada gurunya atau orang lain membacanya sedang dia mendengarkan.

9. Metode imla

Metode imla adalah metode menulis materi yang dibacakan oleh guru dengan cara mengatur setiap kata-kata yang diucapkannya sedangkan murid-murid mencatat setiap kata yang didengarnya.

10. Metode hafalan

Metode hafalan merupakan metode yang digunakan pada masa awal Islam dalam menyebarkan dakwah. Pada masa awal Islam orang-orang sangat menghargai daya ingatan seseorang untuk menghafal. Metode hafalan ini merupakan faktor yang membantu tersebarnya bacaan-bacaan Al-Qur’an dikarenakan pada masa itu tulisan masih sangat kurang. metode ini digunakan untuk menghafal bacaan-bacaan Al-Qur’an, Hadits dan Ilmu Bahasa yang sangat membutuhkan daya ingatan yang kuat.

11. Metode pemahaman

(38)

pelajaran sebagaimana ia menaruh perhatian pada hafalan dan tidak melalaikan kepahaman.

12. Metode lawatan untuk menuntut (pariwisata)

Pendidik-pendidik Islam menaruh perhatian besar terhadap lawatan dan perkunjungan ilmiah dan dianggapnya metode yang paling bermanfaat dalam menuntut ilmu, memperoleh pengetahuan, meriwayatkan hadits dan sejarah. Metode ini juga sebagai jalan pembuktian kebenaran pada suatu ilmu pengetahuan dalam upaya menguji keorisinalan suatu ilmu..34

Dari beberapa pendapat para pakar pendidikan dapat disimpulkan bahwa “metode pembelajaran adalah sebuah cara menyampaikan materi

pelajaran yang dilakukan seorang guru kepada peserta didik”. Metode pembelajaran Islam adalah metode yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dalam menyampaikan materi pelajaran. Dalam penggunaan metode diperlukan kesesuaian dengan materi dan perkembangan peserta didik.

E. Evaluasi Pendidikan Islam

Rangkaian akhir dalam komponen kerja sistem pendidikan yang terpenting adalah pengevaluasian. Pengevaluasian merupakan pengujian atas tingkat keberhasilan pada suatu tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal pendidikan Islam evaluasi berarti merupakan langkah terakhir dalam suatu rangkaian kerja yang berkaitan dengan berhasil atau gagalkah suatu pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan Islam. Dalam hal ini dapat dilihat dengan output yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan Islam. Jika output tersebut sesuai dengan tujuan program dapat dikatakan bahwa pendidikan tersebut berhasil ataupun sebaliknya.

Ada tiga istilah yang digunakan dan perlu disepakati pemakaiannya, sebelum disampaikan uraiannya lebih jauh tentang evaluasi program, yaitu

34

(39)

“evaluasi” (evaluation), “pengukuran” (measurement) dan “penilaian” (assessment).35

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang yang ada hubungannya dengan pendidikan.36

Evaluation is a process which determines the extent to which objectives

have been achieved. Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi,

dimana suatu tujuan telah dapat tercapai. Defenisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat, dimana suatu tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi juga merupakan proses memahami, memberi arti, mendapatkan, mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil keputusan.37

Sebagaimana pendapat Suchman yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto, memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Dan definisi lain yang dikemukakan oleh Worthen dan Sanders yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.38

Dalam arti sempit, evaluasi dapat dikatakan suatu usaha untuk menguji keberhasilan pendidik dalam rangka mengetahui sejauh mana perkembangan peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan. Dalam arti luas, evaluasi dapat dikatakan suatu usaha menguji tingkat keberhasilan suatu sistem pendidikan yang berisikan komponen-komponen pendukung dalam pendidikan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.

35

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar,Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta :

PT. Bumi Aksara, 2009), cet.2. h. 1. 36

Suharsimi Arikunto,Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 1.

37

Sukardi,Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2011),

cet.5. h. 1. 38

(40)

Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam. Pertama, dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menjalankan tugas, Kedua, dari segi peserta didik, evaluasi berguna untuk mengetahui perubahan tingkah lakunya dari hasil pendidikan. Ketiga, dari segi ahli pemikir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan teori-teori pendidikan yang ada dalam upaya meningkatkan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Keempat, dari segi pemerintah, evaluasi berguna untuk menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.39

Kesemua kegunaan evaluasi pendidikan Islam dimaksudkan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sebuah sistem pendidikan dari berbagai aspek (kurikulum, pendidik, materi dan metode) dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan pendidikan Islam di masa yang akan datang.

Adapun tujuan evaluasi menurut ajaran Islam, berdasarkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:40 1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai

macam problema kehidupan yang dialaminya.

2. Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauh mana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.

3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup hidup keislaman atau keimanan manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi Allah.

Untuk mengetahui sejauh mana kuatnya iman seseorang, Allah SWT terkadang mengevaluasinya melalui berbagai cobaan yang besar. Allah berfirman:

“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja)

mengatakan “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji (dievaluasi)

lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum

39

Nizar,op. cit., h. 78.

40

(41)

mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan

sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Q.S. al-Ankabut, 29:2-3).

Pada ayat tersebut dengan jelas dinyatakan bahwa Allah SWT akan menguji kualitas keimanan seseorang dengan berbagai evaluasi atau cobaan. Dengan demikian dapat diketahui siapa saja yang benar-benar mantab imannya dan siapa saja yang imannya palsu.

Konsep evaluasi dalam pendidikan Islam bersifat menyeluruh, baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai pencipta, hubungan manusia dengan manusia yang lainnya, hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Paradigma pendidikan islam mengintegralkan semua ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga terciptalah manusia yang paripurna yang dapat mengaktualisasikan keimanan, keilmuan dan amal shalihnya.41 Dari beberapa pendapat para pakar dapat disimpulkan, evaluasi adalah pengoreksian, pengawasan dan perefleksian terhadap komponen-komponen kurikulum dalam upaya mengetahui keberhasilan kurikulum. Evaluasi dalam pendidikan Islam adalah mengevaluasi tingkat keberhasilan peserta didik dalam ketaatan dan kepatuhan terhadap ajaran Islam.

F. Pendidikan Perspektif Muhammad Al-Naquib Al-Attas. 1. Pengertian Pendidikan

Definisi Pendidikan, menurut Al-Attas berasal dari kata ta’dib yang berartikan penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang. Al-Qur’an menegaskan bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalah

Nabi Muhammad Saw, yang oleh kebanyakkan disebut dengan sebagai Manusia Sempurna atau Manusia Universal (al-insan al-kulliyy). Oleh karena itu, sistem pendidikan harus merefleksikan manusia sempurna.42

Pada Konferensi Dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Mekkah, pada April 1971. Al-Attas mengajukan agar 41

Samsul Nizar,op. cit., h. 83

42

Wan Mohd Nor Wan Daud,Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas,

(42)

definisi pendidikan Islam diganti menjadi penanaman adab dan istilah pendidikan dalam Islam menjadi ta’dib. Gagasan definisi pendidikan tersebut diterima sebagai istilah yang dikompromiskan dengan istilah

tarbiyah, ta’limdanta’dibyang dipakai secara bersamaan.43

Al-Attas yang tidak setuju dengan penerimaan yang kompromis ini kemudian menyatakan kembali argumentasinya dalam The Concept if Education in Islam yang disampaikannya pada Konferensi Dunia Kedua mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Islamabad, pada 1980. Menurut Al-Attas, jika benar-benar dipahami dan dijelaskan dengan baik, konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat untuk pendidikan Islam, bukannyatarbiyahataupunta’limsebagaimana yang digunakan waktu itu.

Dia mengatakan, “ struktur konsepta’dibsudah mencakup unsur ilmu (ilm),

instruksi (ta’lim) dan pembinaan yang baik (tarbiyah).44

Al-Attas berpendapat kata “tarbiyah” yang dalam bahasa latin ialah education. Tarbiyah adalah proses menghasilkan dan mengembangkan mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material. Yang dituju dalam konsepsi pendidikan yang diturunkan dari konsep-konsep latin yang dikembangkan dari istilah-istilah tersebut di atas meliputi spesies hewan dan

tidak dibatasi pada “hewan berakal”45.

Pada dasarnyatarbiyahberarti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang dan menjinakkan. Penerapannya dalam bahasa Arab tidak hanya terbatas pada manusia saja dan medan-medan semantiknya meluas kepada spesies-spesies lain untuk mineral, tanaman dan hewan.46

Konsep tarbiyah bisa diterapkan untuk berbagai spesies dan tidak terbatas hanya untuk manusia, dengan demikian konsep tarbiyah tidak

43

Ibid., h.175. 44

Ibid., h.175. 45

Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas,Konsep Pendidikan Dalam Islam, Terj. dariThe

Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Educationoleh Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984). h. 64.

46

(43)

cocok untuk menunjukkan pendidikan dalam arti Islam yang dimaksudkan hanya untuk manusia saja.47Selain itutarbiyahpada dasarnya juga mengacu kepada gagasan “pemilikan”, seperti pemilikan keturunan oleh orang tuanya

dan biasanya para orang tua sebagai pemilik yang berhak mentarbiyahkan keturunannya. Pemilikan-pemilikan yang dimaksud adalah pemilikan yang berhubungan dengan relasional. Mengingat bahwa pemilikan yang sebenarnya ada pada Tuhan sebagai Sang Pencipta, Pemelihara, Penjaga, Pemberi, Pengurus dan Pemilik segala sesuatu, yang kesemuanya itu tercakup dalam istilah tunggal ar-Rabb. Jadi kata Rabba yang diturunkan kepadanya jika diterapka pada manusia dan hewan-hewan menunjukkan suatu “milik yang dipinjamkan”. Yang mereka kerjakan dengan milik yang

dipinjam ini adalah tarbiyah jika yang mereka kerjakan adalah mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menjadikan bertambah di dalam pertumbuhan dan sebagainya. Kesemuanya itu bukan pekerjaan pendidikan. Pendidikan adalah penanaman pengetahuan yang berkenaan dengan manusia saja dengan penggunaan intelektual manusia.48

Jika penyelenggaran tarbiyah digunakan sebagai pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan material dan fisik saja akan menyebabkan pola pendidikan sekuler yang berprinsip utilitarian yang cenderung pada aspek-aspek fisik, material kehidupan sosial dan politis manusia.49

Konsep ta’dib adalah pendidikan yang menekankan pada adab yang mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu (ilm) dipergunakan secara baik di dalam masyarakat oleh karena inilah para pakar pendidikan dan para sarjana-sarjana terdahulu mengombinasikan ilm dengan amali dan adab. Dan menganggap kombinasi harmonis ketiganya sebagai pendidikan.50

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa niat penggunaan aplikasi dapodikmen dipengaruhi : 1) Persepsi manfaat, yaitu keberadaan dapodikmen sebagai aplikasi yang sangat

Dengan demikian informasi hanya akan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berhak saja.Teknik Kriptografi dapat dimanfaatkan dalam menjamin keamanan suatu informasi,

First, notwithstanding the rapid growth of manufacturing exports from the late 1980s, non-oil primary products, both agricultural products and minerals, still accounted in

Pada hari ini Selasa tanggal Satu bulan Maret tahun Dua Ribu Enam Belas (01-03-2016), telah dilaksanakan rapat evaluasi, Pokja 1 Pekerjaan Pengadaan Barang Unit Layanan

Sebenarnya, masalah utama yang dihadapi oleh kedua kelompok tani ini adalah belum adanya pasture alam berkualitas sebagai sumber pakan yang berkualitas bagi ternak sapi dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucian terhadap kualitas bakso ikan Gabus serta menentukan frekuensi pencucian yang tepat dan

Guna mendukung suksesnya pelaksanaan penelitian unggulan strategis, maka kerjasama di bidang penelitian, publikasi, dan pengembangan masyarakat menjadi proyeksi 10 depan

Perencanaan hanya dilakukan pada 1 bulan yakni pada bulan September 2015, untuk itu agar optimasi lebih baik perlu dilakukan peramalan terhadap permintaan selama 1 tahun.