• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan 1. Pengertian Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan 1. Pengertian Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan

Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) merupakan upaya pembinaan bersistem untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan , ketrampilan , serta sikap dokter agar senantiasa dapat menjalankan profesinya dengan baik. (PB IDI, 2007)

Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan meliputi semua kegiatan dokter, formal maupun nonformal, yang dilakukannya untuk mempertahankan, membaharukan, mengembangkan, dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesinalnya sebagai upaya yang memenuhi kebutuhan pasiennya.

Pelaksanaan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan praktik kedokteran, sekaligus menjadikan dokter semakin profesional sesuai dengan harkat dan martabat serta kehormatan profesinya dalam rangka memenuhi harapan kemanusiaan, harapan masyarakat, dan harapan bangsa. (PB IDI, 2007)

2.1.2. Landasan hukum P2KB :

a. Undang-undang Nomor 23 Tahun1992 tentang Kesehatan b. Undang-undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

c. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional

d. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi

e. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter

f. AD/ART IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Etika Kedokteran Indonesia Tahun 2002. (BP2KB Pusat IDI, 2007)

Berdasarkan Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Bab V Pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi (IDI) dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi pofesi (IDI) dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi. Pada ayat 2 disebutkan pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi. (PB IDI, 2007)

Tujuan Umum Program P2KB yaitu mendorong profesionalisme setiap dokter dengan cara uji diri (self-assessment) melalui pemenuhan angka kredit minimal untuk memperoleh sertifikat kompetensi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan , yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, maupun afektif. Sedangkan tujuan khusus yaitu: a. Meningkatkan kinerja profesional dokter

b. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dokter

c. Menjamin sikap etis dokter dalam memberikan layanan kedokteran sesuai dengan kewenangannya. (BP2KB Pusat IDI, 2007)

Tujuan khusus di atas dicapai oleh para dokter dengan cara mengikuti/ menjalani berbagai kegiatan bernilai pendidikan, kemudian melaporkan kegiatan itu kepada Badan P2KB di wilayah kerjanya masing-masing untuk diproses lebih lanjut. Proses yang dimaksud adalah verifikasi berbagai dokumen bukti guna menilai kelayakan yang bersangkutan untuk memperoleh rekomendasi IDI dan sertifikasi kompetensi. (BP2KB Pusat IDI, 2007)

Badan P2KB wilayah memegang kewenangan penuh untuk mengelola proses pembinaan ini. Bila dirasakan perlu, yaitu di wilayah yang padat dokter, IDI wilayah dapat membentuk Tim P2KB Cabang (AD/ART IDI-2006), yang merupakan organ pelaksana harian di tingkat cabang (antara lain dengan kewenangan verifikasi dan konversi). Tim P2KB ini bertanggung jawab/melapor kepada BP2KB wilayah. (BP2KB Pusat IDI, 2007)

Ikatan Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi kedokteran bertanggung jawab dalam menjamin terselanggaranya pelayanan praktik kedokteran yang bermutu.

IDI telah mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (Continuing Professional Development) bagi seluruh anggotanya. Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan disesuaikan Dengan kebutuhan masing-masing dokter dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Materi pembelajarannya mengandung unsur praktik dan teori yang terpadu karena tujuan akhirnya adalah meningkatkan pelayanan praktik kedokteran. Oleh karena itu seyogianya program ini dijalankan secara terpadu dan menjadi bagian dari pelayanan praktik kedokteran. (PB IDI, 2007)

2.1.4. Tata Cara Pendaftaran P2KB

Pendaftaran dilakukan dengan mengisi borang pendaftaran yang terdapat dalam Buku Log P2KB, dan mengirimkannya ke IDI Cabang yang bersangkutan dengan rencana pengembangan diri. Mekanisme baku dalam P2KB adalah mekanisme kertas, tetapi sangat dianjurkan untuk menggunakan mekanisme maya dalam menjalani P2KB ini sehingga dapat dicapai efisiensi dan dapat dihindari kesalahan. Untuk mekanisme kertas, setiap dokter perlu mengisi Buku Log P2KB secara rutin, kemudian melaporkannya kepada petugas P2KB IDI Cabang secara berkala, lengkap dengan dokumen buktinya.

Dokter yang ingin menggunakan mekanisme maya dapat langsung melakukan akses ke IDI on-line dan mengikuti cara registrasi untuk mendapatkan nama/nomor diri (access account). Dengan nama/ nomor diri, masing-masing dokter dapat mengisi borang penilaian diri langsung setiap saat. Sangat dianjurkan untuk melaporkan

perolehan SKP setiap tahun, sehingga kekurangan nilai SKP di akhir masa resertifikasi dapat diantisipasi dan dihindari.

Penilaian diri dalam P2KB pada dasarnya dipercayakan kepada integritas masing-masing anggota. Nilai SKP untuk kegiatan pribadi dan kegiatan internal dihitung sendiri oleh yang bersangkutan (perhitungan mandiri), sedangkan dokumen bukti yang diserahkan ke Badan/ Tim P2KB untuk verifikasi. Secara acak Badan/ Tim P2KB dapat melakukan pengawasan langsung untuk menjamin kebenaran data. (BP2KB Pusat IDI, 2007)

Bukti kesertaan seseorang dokter dalam suatu program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan dinyatakan dalam satuan kredit partisipasi (SKP) yang diperoleh dari kegiatan yang bernilai pendidikan profesi. Satu kredit menggambarkan partisipasi seseorang dalam 1 jam kegiatan yang diakui sebagai kegiatan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (merupakan nilai normatif), selanjutnya disebut 1 SKP IDI. Kredit ini diberikan baik untuk kegiatan yang bersifat klinis (berhubungan dengan layanan kedokteran langsung dan tak langsung) maupun nonklinis (mengajar, meneliti, manajemen). (PB IDI, 2007)

Kegiatan yang dapat diberikan angka kredit dibedakan atas 3 jenis:

a. Kegiatan pendidikan pribadi yaitu kegiatan perorangan yang dilakukan sendiri yang memberikan tambahan ilmu dan keterampilan bagi yang bersangkutan. b. Kegiatan pendidikan internal yaitu kegiatan yang dilakukan bersama teman

c. Kegiatan pendidikan eksternal yaitu kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok lain di tempat kerja yang bersangkutan yang dapat berskala lokal/wilayah, nasional, maupun internasional. (PB IDI, 2007)

Ditinjau dari sudut keprofesian, kegiatan dalam progam Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan ini dibedakan atas:

a. Kinerja profesional, yaitu kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan kedudukannya sebagai dokter dan memberinya kesempatan untuk belajar, misalnya menangani pasien, penyaji makalah instruktur dalam suatu pelatihan/ workshop, moderator dalam suatu seminar.

b. Kinerja pembelajaran, yaitu kegiatan yang membuat seseorang mempelajari suatu tema misalnya membaca artikel di jurnal, menelusuri informasi melalui internet, mengikuti suatu pelatihan.

c. Kinerja pengabdian masyarakat/ profesi, yaitu kegiatan yang dimaksudkan sebagai pengabdian kepada mesyarakat umum atau masyarakat profesinya, memberikan penyuluhan kesehatan, terlibat dalam penanggulangan bencana, duduk sebagai pengurus suatu perhimpunan organisasi profesi kedokteran, duduk sebagai panitia pelaksana, suatu kegiatan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan organisasi profesi kedokteran.

d. Kinerja publikasi ilmiah, yaitu kegiatan yang menghasilkan karya tulis yang dipublikasikan seperti menulis buku (dengan ISBN), menerjemahkan buku di bidang ilmunya (dengan ISBN), menulis tinjauan pustaka yang dipublikasikan di jurnal (yang terakreditasi).

e. Kinerja pengembangan ilmu dan pendidikan, yaitu kegiatan yang berkaitan pengembangan bidang ilmu yang bersangkutan misalnya melakukan penelitian di bidangnya, mendidik/mengajar termasuk membuat ujiannya, menjadi supervisor, atau membimbing di bidang ilmunya. (PB IDI, 2007)

Dokter perlu mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan (Continuous Medical Education/ CME), dengan mengikuti kursus-kusus, seminar, simposium, penataran, lokakarya, atau mengikuti pendidikan formal spesialisasi/ subspesialisasi. (Hanafiah, 1999)

Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangat penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesi menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan organisasi. (Ilyas, 2001)

Menurut Meister yang dikutip Winardi (2007), kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: kemampuan dan motivasi. Kemampuan terdiri atas: pengetahuan dan keterampilan, sedangkan motivasi terdiri atas: kondisi sosial dan kebutuhan individu.

Kebijakan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan mutlak dilaksanakan April 2007 oleh semua Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) dan Perhimpunan Dokter Pelayanan Pertama (PDPP). Walaupun demikian, karena kebijakan ini menyangkut perubahan total dalam kehidupan professional anggota IDI maka diperlukan waktu untuk sosialisasi kebijakan ini sampai ke jajaran organisasi yang paling distal, penataan perangkat organisasi yang akan dijalankan kebijakan ini. (PB IDI, 2007)

Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan merupakan kegiatan belajar mandiri yang self directed dan practice based, sehingga unsur utamanya adalah pencatatan untuk tujuan monitoring oleh perhimpunan. Dalam hal ini pemanfaatan teknologi informasi akan sangat membantu. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar semua perhimpunan membangun sistem pencatatan yang web based

walaupun tetap dimungkinkan pencatatan manual. Sistem berinternet ini di masa depan akan terhubung ke sistem di tingkat IDI. (PB IDI, 2007)

2.2. Motivasi

2.2.1. Pengertian motivasi

Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkan sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan nonmoneter yang dapat mempengaruhi hasil kinerja secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. (Winardi, 2007)

Maslow dalam Winardi (2007), mengemukakan sejumlah hal penting tentang perilaku manusia sebagai berikut:

a. Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan (man is wanting being). Ia senantiasa menginginkan sesuatu yang lebih banyak lagi. Tetapi, apa yang

diinginkan tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Segera setelah salah satu di antara kebutuhan manusia dipenuhi muncullah kebutuhan lain.

b. Sebuah kebutuhan yang dipenuhi, bukanlah sebuah motivator perilaku. Hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhilah memotivasi perilaku.

c. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan-tingkatan hierarki menurut pentingnya masing-masing kebutuhan. Segera setelah kebutuhan-kebutuhan pada tingkatan lebih rendah kurang lebih terpenuhi, maka muncullah kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menuntut pemuasan.

Menurut Gomes (2003), dalam hubungan dengan masalah motivasi ada beberapa istilah yang mempunyai pengertian sama atau hampir bersamaan yaitu: a. Drives, terutama digunakan untuk dorongan yang berhubungan dengan dorongan

dasar atau kebutuhan dasar seperti: makan, minum, perlindungan, sex dan lain-lain

b. Needs, dipergunakan dalam pengertian bila pada individu ada sesuatu kekurangan c. Motive, digunakan untuk dorongan selain drives dan needs.

Dalam uraian berikut pengertian yang sama, motive dan drives merupakan suatu kesatuan tenaga (complex state) dalam diri individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan (goal atau incentive).

Goal dan incentive juga ditujukan pada perbuatan yang bermotif. Goal lebih luas daripada incentive, sebab incentive lebih terbatas kepada tujuan yang merupakan objek. Norma-norma social, spiritual dan lainnya lebih merupakan goal.

Menurut Gray dalam Winardi (2007), bahwa kinerja pekerja merupakan hasil dari banyak faktor, yang sebagian tidak diketahui oleh pihak manajer dan ada beberapa dari faktor-faktor tersebut yang tidak dipahami secara sadar oleh pekerja. Namun ada persetujuan pandangan, terhadap dua variabel yang paling penting dalam menerangkan kinerja pekerja, yaitu motivasi pekerja dan kemampuan pekerja.

Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Kinerja = motivasi x kemampuan

Pada rumus sederhana diatas memberikan pemahaman bahwa, skor sangat rendah pada motivasi atau kemampuan, akan menyebabkan timbulnya kinerja rendah secara menyeluruh.

2.2.2. Klasifikasi motivasi

Herzberg dalam Gibson (1997) mengklasifikasikan motivasi terdiri atas: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena timbul dalam diri individu tersebut, sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, yang meliputi: prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, tanggung jawab, peluang untuk maju, kepuasan kerja itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar dari individu yang meliputi: kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, prosedur kerja, mutu supervisi teknis serta hubungan interpersonal.

Dilihat dari dasar pembentukannya motivasi dibagi atas motif bawaan dan motif yang dipelajari. Motif bawaan, yang ada sejak lahir, tanpa dipelajari. Motivasi bawaan atau disebut juga dengan motivasi primer terjadi dengan sendirinya tanpa melalui proses belajar. Motif yang dipelajari, yaitu motivasi yang terjadi karena adanya komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia, motivasi ini disebut motivasi sekunder yang muncul melalui proses pembelajaran sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang. (Sardiman, 2007)

Gibson (1997) berpendapat bahwa keseluruhan kesatuan tenaga (Complex State) yang mendorong individu melakukan kegiatan pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam:

a. Motif dasar (basic motive) atau dorongan biologis (biologies drives) merupakan motif yang berasal dari kebutuhan biologis, dan tidak dipelajari, artinya telah dimiliki sejak lahir atau insitif (naluriah). Beberapa motif dasar yang dimiliki manusia diantaranya:

i. Motif dasar untuk makan, minum, bernafas

ii. Motif dasar untuk perlindungan diri atau rasa aman iii. Motif dasar untuk beristirahat dan bergerak

iv. Motif dasar untuk mengembangkan keturunan b. Motif sosial (social motives)

Manusia adalah makhluk sosial, dalam kehidupannya ia selalu berada bersama orang lain. Selain dari itu juga manusia adalah makhluk berakal. Karena kedua aspek ini maka manusia mempunyai kemungkinan untuk dapat belajar

dari orang lain. Dengan jalan belajar, kehidupan manusia mempunyai kemungkinan lebih jauh sesuai dengan faktor-faktor yang dimungkinan oleh lingkungan. Demikian halnya dengan masalah motif manusia tidak hanya menetap pada tingkat motif dasar tetapi berkembang menjadi motif sosial.

2.2.3. Usaha-usaha membangkitkan motif

Gibson (1997) menyatakan bahwa agar sesuatu usaha memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motif yang kuat. Beberapa usaha untuk membangkitkan dan memperkuat motivasi:

a. Kompetisi atau persaingan, kompetisi sebenarnya memperbandingkan prestasi dan berusaha mengatasi sesuatu. Self Competition adalah kompetisi dengan prestasi sendiri, berusaha memperbaiki prestasi yang telah dicapai sebelumnya dengan prestasi orang lain.

b. Pace maker, goal atau tujuan dari sesuatu perbuatan bermotif sering kali sangat jauh. Untuk mencapai tujuan yang jauh itu sering kali individu merasa malas atau kurang motivasi. Maka untuk membangkitkan motivasi, tujuan yang jauh tersebut perlu didekatkan dengan memperincinya menjadi tujuan sementara yang dekat. Tujuan-tujuan sementara ini merupakan “Pace Maker”.

c. Tujuan yang jelas, motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas suatu tujuan makin besar motifnya.

d. Minat yang besar, motif akan timbul bila individu mencapai minat yang besar. Makin besar minat makin kuat motif untuk mencapai tujuan.

e. Kesempatan untuk sukses, sukses dapat menimbulkan rasa puas, rasa senang dan kepercayaan kepada diri sendiri. Kegagalan dapat memberikan efek sebaliknya. Agar motif seseorang besar maka ia harus diberi kesempatan untuk sukses atau mengetahui sukses yang diperolehnya.

2.2.4. Motivasi merupakan pola perilaku

Herzberg dalam Gibson (1997) berpendapat bahwa bahwa dalam lingkungan kerja (organisasi) terdapat dua faktor yang memegang peranan penting dalam hal motivasi yakni: motivasi kebutuhan yang menimbulkan kepuasan, dan faktor pemeliharaan kebutuhan yang menimbulkan ketidakpuasan.

Seseorang itu dalam pekerjaannya pada dasarnya menyangkut suatu pembaharuan yang dirasakan harus dipenuhinya, yang mencakup faktor motivasi kebutuhan ialah : jenis pekerjaan, prestasi yang akan dicapai, pengakuan prestasi, tanggung jawab dan kesempatan untuk berkembang. Bila seseorang itu tidak mencapai atau memperoleh berbagai faktor ini (tidak puas) ia cenderung mengeluh tentang faktor pemeliharaan kebutuhan yang meliputi kondisi kerja, kebijaksanaan pemimpin, tidak cukup pengawasan, pengajaran dan lain-lain.

Jika faktor pemeliharaan dapat diubah pengelola, selama faktor motivasi kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, seseorang itu tidak akan puas. Oleh sebab itu seseorang yang memperoleh prestasi, perkembangan pribadi yang cukup baik, pengakuan dan perasaan kepuasan dalam prestasi, tidak akan mengeluh tentang lingkungan kerja, bahkan mempunyai toleransi terhadap kondisi kerja yang kurang. (Siagian 2004)

2.2.5. Prinsip-prinsip dalam motivasi kerja pegawai

Mangkunegara (2002) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai yaitu:

a. Prinsip Partisipatif, dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pimpinan.

b. Prinsip Komunikasi, pimpinan mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan, pimpinan mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pimpinan.

e. Prinsip memberi perhatian, pimpinan memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, dan bawahannya akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pimpinan.

Menjalani Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan merupakan kewajiban profesi (professional imperative) bagi setiap dokter dan

merupakan prasyarat untuk meningkatkan mutu pelayanan kedokteran. Berbeda dengan prinsip dalam pendidikan kedokteran dasar dan pendidikan pasca dokter yang berstruktur, Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan merupakan kegiatan belajar mandiri dengan ciri self directed dan practice based. Oleh karena itu keberlangsungan program Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan sangat bergantung pada motivasi dokter itu sendiri. Selain untuk mendorong pengembangan profesionalisme, juga bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi seorang dokter, yang sangat penting untuk memenuhi tuntutan pasien dan tuntutan sistem pelayanan kesehatan, serta menjawab tantangan kemajuan ilmu kedokteran. (PB IDI, 2007)

Dari sudut pandang dokter, motivasi untuk menjalani Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan soyogyanya muncul dari tiga dorongan utama:

a. Dorongan profesional untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien b. Dorongan untuk memenuhi kewajiban kepada pemberi kerja

c. Dorongan untuk memperoleh kepuasan kerja dan mencegah kejenuhan

Determinan yang dapat mempengaruhi rendahnya implementasi dokter dalam program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan adalah motivasi. (PB IDI, 2007)

Dokumen terkait