• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Pendidikan

BAB 2 PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DAN

H. Pengembangan Pendidikan

Pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Yunani paedagogic yang artinya pendidikan yang diberikan kepada seorang anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan, dan cara-cara pendidik.58 Secara terminologi, menurut Herbert Spencer, sebagaimana dikutip oleh Yunus, pendidikan adalah upaya menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna. Hasan Langgulung berpendapat pendidikan adalah upaya mengubah dan memindahkan nilai budaya kepada setiap individu dalam masyarakat, yang dilakukan melalui proses tertentu.59 Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Abu Ah}madi juga mengatakan bahwa pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.60

Menurut GBHN, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta berlangsung seumur hidup. Dalam Undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 pada bab I pasal 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

58 Anton Moeliono (et.al), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 204.

59 Hasan Langgulung, Pendidikan dan peradaban Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985, hlm. 3.

60 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997, hlm. 69.

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sedangkan pendidikan Islam, menurut Samsul Nizar adalah rangkaian proses yang sistematis, terencana, dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik, sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (al-Qur’a>n dan sunnah) pada semua dimensi kehidupannya.61 Menurut Ah}mad Tafsir, pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.62 Sementara itu, Abdul Munir Mulkhan memberikan definisi pendidikan Islam sebagai suatu kegiatan insaniah, memberi atau menciptakan peluang untuk teraktualkannya akal potensial menjadi akal aktual atau diperolehnya pengetahuan yang baru.63

Dengan demikian pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta. Pendidikan Islam bertolak dari pandangan Islam tentang manusia. Al-Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi dan sekaligus mencakup dua tugas pokok: pertama, manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Hal ini mengandung arti bahwa manusia diberi

61 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, hlm. 94.

62 Ah}mad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 32.

63 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993, hlm. 136.

amanah untuk memelihara, merawat, memanfaatkan, dan melestarikan alam raya. Kedua, manusia adalah makhluk yang ditugasi untuk menyembah Allah dan mengabdi kepada-Nya. Berdasarkan konsep Islam tentang manusia tersebut, pendidikan Islam menghendaki adanya pendidikan yang berkeseimbangan.64

Dengan demikian, pendidikan Islam dijadikan sebagai upaya agar nilai-nilai Islam menjadi way of life bagi seorang muslim. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam al-Qur’a>n dan sunnah. Di atas kedua pilar inilah dibangun konsep dasar pendidikan Islam.

Adapun pengembangan pendidikan menurut Ibrahim adalah pengembangan dalam bidang pendidikan atau pembaruan untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, pengembangan pendidikan adalah suatu metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok masyarakat, baik berupa hasil inversi (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.65 Dengan demikian, pengembangan pendidikan adalah gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi lembaga pendidikan.

1. Urgensi Pengembangan Pendidikan

Ada beberapa hal yang menuntut diadakannya pengem-bangan pendidikan, yaitu: pertama, perkempengem-bangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan suatu bangsa. Sistem pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan hendaknya mampu mengikuti dan

64 Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2009, hlm. 6.

65 Manan Ibrahim, Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan, Jakarta: Proyek Peningkatan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, 1988, hlm. 15.

mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan dapat menghasilkan SDM yang trampil, kreatif, dan proaktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat.

Kedua, laju eksploitasi penduduk yang sangat pesat, menyebabkan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang. Ketiga, melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan kesempatan sangat terbatas. Keempat, mutu pendidikan yang diharapkan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelima, belum berfungsinya alat organisasi yang efektif, dan belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.66

Menurut Mastuhu, ada beberapa syarat bagi pengem-bangan pendidikan ke arah pendidikan yang bermutu:67 1) paradigma akademik dengan dimilikinya visi, misi, orientasi, tujuan, dan strategi pendidikan; 2) tata kerja among dengan mengintensifkan interaksi di antara civitas akademika; 3) demokrasi pendidikan yang menjamin kebebasan berinovasi; 4) otonomi penyelenggaraan pendidikan; 5) akuntabilitas penyelenggaraan secara transparan dan bertanggung jawab; 6) evaluasi diri secara konsisten dalam periode-periode tertentu; 7) akreditasi dalam rangka memberikan pengakuan akan mutu pendidikan yang diselenggarakan; 8) kompetensi yang unggul; 9) kecerdasan komplit meliputi kecerdasan akal (IQ), kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan agama (RQ); 10) kurikulum yang memadai; 11) metodologi pembelajaran yang mampu mengembangkan semangat dan kemampuan belajar; 12) SDM yang memiliki keahlian dan keterampilan; 13) sumber dana yang cukup; 14)

66 Fuad Ih}san, Dasar-Dasar Kependidikan; Komponen MKDK, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2008, hlm. 193-194.

67 Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Dalam Abad 21, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI UII., 2003, hlm. 66-124.

adanya perpustakaan, laboratorium dan alat pembelajaran; 15) lingkungan akademik yang kondusif dan saling mendukung; dan 16) mempunyai jaringan yang luas dan mampu bekerja dalam jaringan tersebut untuk mengembangkan pendidikan.

Pengembangan pendidikan ini sangat sejalan dengan semangat untuk melakukan paradigma baru dalam bidang pendidikan, sebagai upaya menyiapkan masa depan bangsa agar mampu berkompetisi di era global. Pengembangan ke arah paradigma baru pendidikan diarahkan pada upaya: 1) perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat; 2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3) Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan 5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks sebuah bangsa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan pendidikan saat ini tidak lagi bertumpu pada pemberian pengetahuan yang bersifat kognitif saja, melainkan juga harus disertai dengan mengamalkannya, menginternalisasikannya dalam diri, dan menggunakannya bagi kepentingan masyarakat. Selain itu, lembaga pendidikan juga harus mampu menggandeng investor, kalangan pengusaha dan lainnya untuk ikut serta mendukung kegiatan pendidikan melalui program zakat, infaq, s}adaqah, dan wakaf (ZISWAF). Untuk itu kemampuan menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan dana pendidikan secara transparan, efisien, dan akuntabel, merupakan sebuah kebijakan yang harus dilaksanakan dalam rangka pengembangan pendidikan ini.

2. Tujuan Pengembangan Pendidikan

Tujuan adalah maksud atau arah yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas. Dengan tujuan, semua aktivitas dan kegiatan manusia menjadi terarah dan bermakna, dan tanpa tujuan semua aktivitas manusia akan kabur dan terombang ambing.68 Menurut Samsul Nizar, tujuan pendidikan Islam hendaknya berorientasi setidaknya pada empat aspek, yaitu: Pertama, berorientasi pada tujuan dan tugas pokok manusia, yaitu sebagai ‘abd dan khalifah Allah fi al-ard}. Kedua, berorientasi pada sifat dasar (nature) manusia, yaitu kecenderungan pada hani>f lewat tuntunan agama-Nya. Ketiga, berorientasi pada tuntutan masyarakat dan zaman. Keempat, berorientasi kepada kehidupan ideal Islam.69 Sementara Abdul Munir Mulkhan menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sebagai proses pengaktualan akal peserta didik yang secara teknis dengan kecerdasan terampil, dewasa, dan berkepribadian muslim yang paripurna. Memiliki kebebasan berkreasi dengan tetap menjaga nilai kemanusian yang ada pada diri manusia untuk dikembangkan secara proporsional Islami.70

Tujuan pengembangan pendidikan adalah untuk meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas, sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya, dengan hasil pendidikan yang semaksimal mungkin, dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat, dan waktu secukupnya. Dari sini dapat dianalisis bahwa tujuan pengembangan pendidikan ada dua yaitu: pertama, mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi, sehingga makin lama pendidikan makin berkembang dan sejajar

68 Muhyiddin Tohir Tamimi, Kontribusi Wakaf dalam Menghasilkan Pendidikan Islam yang Berkualitas (Studi Kasus Pada Pondok Modern Dârussalâm Gontor dan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo Jawa Timur), Jakarta: Disertasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, hlm. 99.

69 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, op.cit, hlm. 109.

70 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, op.cit, hlm. 137.

dengan kemajuan-kemajuan tersebut. Kedua, mengusahakan terselenggarakannya pendidikan baik sekolah maupun perguruan tinggi bagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

Dengan pengembangan pendidikan, diupayakan adanya peningkatan mutu yang dirasakan makin lama makin meningkat. Dengan sistem penyampaian dan metode yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan terampil dalam memecahkan masalahnya sendiri. Juga dengan peningkatan sarana prasarana pendidikan, diharapkan fasilitas pendidikan semakin lengkap dan kualitas pendidikan bisa terjamin dengan baik.

3. Beberapa Bentuk Pengembangan Pendidikan

Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 0141 Tahun 1974 disebutkan bahwa sistem pendidikan yang ideal adalah: a) efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan individu yang diwujudkan melalui program pendidikan yang sesuai; b) merupakan dasar bagi pendidikan seumur hidup; dan c) efisien dan realistis, sesuai dengan tingkat kemampuan pembiayaan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mewujudkan sistem pendidikan yang ideal tersebut perlu adanya beberapa upaya dalam pengembangan pendidikan, di antaranya:

Pertama, pengembangan kurikulum, yang mencakup beberapa hal: a) menganut pendekatan integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya hasil yang lebih akhir; b) kurikulum juga menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan, setiap guru atau dosen harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid atau mahasiswa di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing mereka untuk melaksanakan rencana tersebut; c) kurikulum menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, daya dan waktu yang tersedia. Jam-jam sekolah hendaknya dimanfaatkan bagi kegiatan-kegiatan belajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak mungkin dicapai di luar sekolah; d) organisasi pelajaran

meliputi bidang-bidang studi yang tujuannya untuk mencapai sinkronisasi dan integrasi pelajaran-pelajaran yang serumpun; e) strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran; f) adanya sistem evaluasi, dilakukan penilaian terhadap murid atau mahasiswa pada setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid dan mahasiswa pada setiap akhir satuan pembelajaran.

Yang dimaksud kurikulum bukan hanya yang tertulis di atas kertas, melainkan seluruh aktivitas yang mempengaruhi terjadinya pembelajaran. Saat ini tengah berjalan paradigma kurikulum yang lebih berbasis sekolah dan stakeholder, yakni kurikulum yang dirumuskan oleh sekolah berdasarkan masukan dan harapan dari peserta didik, yang dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai penjabaran dan pengembangan lebih lanjut dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum yang dimaksud meliputi rancangan seluruh mata pelajaran yang akan diberikan, lengkap dengan isi, dan implementasinya.

Kedua, pengembangan modul pembelajaran dan bahan ajar. Modul dan bahan ajar mempunyai potensi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sistem pengajaran dengan modul menekankan bahwa setiap siswa harus dapat mencapai tingkat penguasaan tertentu (mastery learning). Modul dan bahan ajar juga mempunyai potensi untuk memecahkan masalah pemerataan pendidikan, karena modul memungkinkan murid belajar sendiri tanpa tergantung pada tempat dan waktu, begitu juga dengan bahan ajar (buku daras) bagi mahasiswa. Modul dan bahan ajar memungkinkan orang dewasa mengambil program yang sesuai dengan minat dan kepentingannya, tanpa harus mengikuti pelajaran yang terikat. Modul mempunyai potensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan waktu dan fasilitas, sebab dengan modul memungkinkan guru membantu dan memperbaiki siswa selama dia belajar. Modul dan bahan ajar

mempunyai potensi untuk meningkatkan relevansi pendidikan, karena modul dan bahan ajar berorientasi kepada tujuan yang direncanakan dengan seksama supaya memungkinkan terjaminnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Fuad Ihsan, tujuan pembelajaran dengan modul adalah:71 a) menjadikan siswa aktif dalam belajar; b) tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien; c) siswa dapat bekerja sendiri, baik dibantu guru maupun tidak; d) siswa dapat mengikuti pelajaran (program pendidikan) sesuai dengan kemampuan masing-masing; e) siswa dapat mengetahui hasil pelajaran secara berkelanjutan. Dalam pembelajaran dengan modul, ada empat prinsip yang perlu mendapat perhatian, yaitu keaktifan siswa, perbedaan individual siswa, siswa harus memecahkan masalah (problem solving), dan continuous progress. Jika seorang siswa sudah siap dengan sebuah modul, dia dapat pindah ke modul berikutnya tanpa menunggu siswa yang belum siap. Siswa juga dapat menilai sendiri terhadap segala yang dikerjakannya selama belajar.

Ketiga, pengembangan mutu pendidikan dan fleksibilitas program pembelajaran. Mutu suatu hasil pendidikan dapat dianggap tinggi apabila kemampuan pengetahuan dan sikap yang dimiliki para lulusan berguna bagi perkembangan selanjutnya, baik di lembaga pendidikan yang lebih tinggi (bagi mereka yang melanjutkan) maupun yang menjadi tenaga kerja di masyarakat. Mutu pendidikan dapat dicapai apabila proses belajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan fungsional bagi pencapaian kemampuan, pengetahuan keterampilan, dan sikap yang diharapkan. Peningkatan mutu pendidikan juga harus mempertimbangkan prinsip efisiensi dalam penggunaan waktu, dana dan tenaga secara optimal. Waktu jam pelajaran yang tersedia hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dalam penetapan jam pelajaran harus pula dipertimbangkan bahwa murid-murid tersebut mempunyai batas-batas kesanggupan untuk memusatkan pikiran, sebab jika mereka terlalu lelah,

pikiran dan perhatian mereka kurang konsentrasi.

Keempat, pengembangan fasilitas pendidikan. Untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik, hendaknya ditunjang fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran proses pendidikan. Fasilitas pendidikan meliputi fasilitas fisik dan fasilitas non fisik. Fasilitas fisik di antaranya gedung pendidikan yang baik sebagai tempat pelaksanaan pembelajaran, gedung perpustakaan dengan kelengkapan literatur yang diperlukan peserta didik, tersedianya laboratorium sebagai tempat eksperimen dan penelitian, rumah ibadah di lingkungan lembaga pendidikan, sarana olah raga, ruang perkantoran, serta alat pembelajaran lainnya. Sedangkan fasilitas non fisik merupakan fasilitas yang sifatnya non gedung. Fasilitas ini merupakan perangkat ruangan yang ikut mendukung secara aktif keberhasilan proses pendidikan. Sejalan dengan era modern, lembaga pendidikan juga harus melengkapi fasilitas pendidikannya dengan fasilitas modern, seperti komputer, slide projector, jaringan internet sebagai sumber informasi yang dapat diakses oleh peserta didik, dan fasilitas modern lainnya.

Kelima, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). SDM di lembaga pendidikan terdiri dari pendidik dan peserta didik. Pendidik meliputi guru, dosen, atau pendidik lainnya yang merupakan sumber informasi. Untuk meningkatkan SDM pendidik, dapat dilakukan dengan mengadakan workshop dan pelatihan-pelatihan tenaga kependidikan yang mengarah pada kualitas dan keunggulan pendidik, serta memberikan beasiswa studi lanjut untuk meningkatkan wawasan pengetahuan mereka. Di antara syarat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar mampu bekerja berkualitas adalah memiliki keahlian dan keterampilan dalam menangani tugasnya serta memiliki kecintaan dan keperdulian yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan peserta didik terdiri dari siswa dan mahasiswa. Upaya peningkatan peserta didik dapat dilakukan dengan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Pengembangan SDM ini sangat membantu terwujudnya keberhasilan pendidikan sebagai

media transformasi nilai-nilai di tengah kehidupan manusia, sekaligus menciptakan generasi yang tangguh serta memiliki sifat terpuji dan bertanggung jawab secara moral dan spiritual .

Keenam, pengembangan manajemen pengelolaannya. Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pendidikan, sebuah lembaga pendidikan memerlukan adanya manajemen yang baik di bawah seorang manajer yang benar-benar memiliki kompetensi dalam mengarahkan dan membawa seluruh komponen yang dipimpinnya ke arah tujuan yang telah dirumuskan. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, semua orang yang terlibat dalam manajemen pengelolaan lembaga pendidikan, di samping harus memiliki seperangkat ilmu pengetahuan di bidangnya secara profesional, juga dituntut memiliki persyaratan lainnya, yaitu memberlakukan orang yang dipimpinnya sebagai bagian dari keluarga, bersikap demokratis, adil, memiliki tanggung jawab, menghormati orang lain, peka terhadap lingkungan, dan menegakkan hukum sebagai peraturan yang disepakati bersama secara murni dan konsekuen.72

72 Muhyiddin Tohir Tamimi, Kontribusi Wakaf dalam Menghasilkan Pendidikan Islam yang Berkualitas , op.cit, hlm. 108-109.