• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut 1 Dasar Pengembangan Wilayah

DAFTAR LAMPIRAN

2.3 Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut 1 Dasar Pengembangan Wilayah

Banyak teori pengembangan wilayah yang dapat dijadikan acuan dalam konteks pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut Teluk Banten. Teori- teori tersebut dibangun atas dasar dan tujuan yang berbeda-beda. Kelompok pertama adalah teori-teori yang memberi penekanan pada kesejahteraan wilayah

(regional prosperity). Kelompok kedua memberi penekanan pada sumberdaya alam dan lingkungan yang dinilai mempengaruhi keberlanjutan sistem produksi (sustainable production). Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok yang

peduli pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kelompok

ketiga memberi penekanan pada institusi (kelembagaan) dan proses pengambilan

keputusan (decision making) di tingkat lokal sehingga kajian terfokus pada

governance yang bertanggung jawab (responsible) dan berkinerja baik (good). Ketiga kelompok teori ini memberikan implikasi yang berbeda dalam fokus pengembangan wilayah. Penerapan teori ini didasarkan pada perhatian terhadap

masalah utama yang dihadapi masyarakat/wilayah dengan sasaran pada 3 aspek,

yaitu perekonomian yang baik (good economy), masyarakat yang baik (good

society) dan proses politik yang baik (good political process)(Akil, 2001). Sejalan dengan sasaran tersebut, Haeruman (2001) mengatakan, bahwa dalam perkembangannya, konsep pengembangan wilayah sejalan dengan penetapan prioritas pembangunan ekonomi. Pada mulanya, pembangunan dilakukan untuk

tujuan efisiensi (efficiency objective). Pengalaman kemudian membawa pada

berkembangnya pemikiran untuk juga memberikan prioritas bagi tujuan

pemerataan (equity objective). Dengan adanya pergeseran orientasi tersebut,

kebijakan pembangunan tidak dapat hanya memaksimalkan efisiensi saja, tetapi

harus ada trade-off antara keduanya. Pengalaman menunjukkan, bahwa dimensi

wilayah dengan karakteristik masing-masing bersifat komplementer dan berperan dalam meningkatkan efisiensi. Pembangunan yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan, kemudian meningkatkan pemahaman akan pentingnya tujuan

keberlanjutan (sustainability objectives) yang memasukkan wawasan lingkungan

sebagai prinsip dasar pembangunan.

Aktualisasi konsep pengembangan wilayah secara terpadu dapat diwujudkan melalui strategi pengembangan potensi ekonomi wilayah. Dalam kaitan ini Haeruman (2001), melihat adanya pergeseran paradigma pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh perkembangan demokrasi dan kecenderungan global yang pada dasarnya mencakup hal-hal berikut:

a. Pergeseran dari functional integration yang memberi tekanan pada pendekatan

sektoral menuju territorial integration yang memberi tekanan pada

pemberdayaan masyarakat lokal.

b. Pergeseran dari national development menuju ke local development.

Pembangunan nasional di masa datang merupakan kerangka tindakan dari pembangunan masyarakat lokal yang bercirikan karakteristik wilayah.

c. Pergeseran dari rural and urban dichotomy menuju ke rural-urban linkages.

Pengembangan wilayah di masa datang harus melihat keterkaitan antara desa dan kota sebagai suatu mata rantai pengembangan ekonomi wilayah yang saling mempengaruhi.

d. Pergeseran dari orientasi daratan menuju ke orientasi daratan dan kepulauan. Pengembangan wilayah di masa datang perlu mempertimbangkan akses dari simpul ke simpul, sumberdaya alam di laut yang bersifat dinami s, serta keterkaitan antara pemanfaatan sumberdaya alam dan kewenangan masyarakat lokal.

2.3.2 Perencanaan Penggunaan Lahan

Lahan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Sedemikian pentingnya

nilai lahan, hingga seringkali muncul konflik di antara berbagai stakeholders yang

disebabkan oleh perbedaan kepentingan dalam pemanfaatan lahan. Potensi penggunaan lahan sangat beragam, mulai dari pertanian, pertambangan, kehutanan dan perlindungan alam serta industri dan perkotaan. Pengambilan keputusan yang tepat dalam pemanfaatan lahan seringkali menjadi persoalan penting dalam masyarakat modern (Verheye, 1997).

Perencanaan penggunaan lahan (land-use planning) merupakan proses

penilaian secara sistematis terhadap potensi lahan, alternatif penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam rangka menetapkan opsi penggunaan lahan terbaik. Perencanaan penggunaan lahan selalu berhubungan dengan beberapa aktivitas seperti penetapan penggunaan lahan untuk masa yang

akan datang (physical planning), peningkatan kondisi fisik lahan (land

development) dan penetapan metode pengelolaan lahan (land management) (van Lier, 1998). Aktivitas ini menurut Johnsons dan Cramb (1996) membutuhkan informasi yang tepat yang terkait dengan aspek biofisik, ekonomi dan sosial. Tanpa dukungan data yang akurat, perencanaan tidak akan berhasil mencapai

tujuan (societal goals) yang diinginkan.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, perencanaan penggunaan lahan menempati posisi yang sangat sentral. Perencanaan penggunaan lahan selalu dihadapkan pada dua dimensi yang saling bertentangan, yaitu konservasi ekologi

dan pertumbuhan ekonomi. Keberlanjutan (sustainability) sebagai tujuan utama

perencanaan penggunaan lahan sering kali menjadi dilema manakala kedua kepentingan yang saling bertentangan ini harus disatukan. Menanggapi hal tersebut, van Lier (1998) optimis akan tetap bisa dilaksanakan apabila para pelaku

ekonomi merasa diri sebagai bagian dari lingkungan sehingga kesejahteraan ekonomi tidak akan pernah bisa dicapai tanpa langkah-langkah nyata perlindungan terhadap lingkungan dan basis sumberdaya yang ada. Demikian juga perlunya penanaman kesadaran bahwa keuntungan ekonomi jangka panjang hanya dapat diraih apabila tercipta keseimbangan lingkungan dan sumberdaya secara dinamik. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan juga diperlukan sebagai prasyarat bagi terciptanya keseimbangan lingkungan dan sumberdaya.

Van Lier (1998) mengusulkan konsep spasial untuk menjembatani kesenjangan antara kepentingan konservasi dengan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mencapai tujuan keberlanjutan. Konsep ini didekati dari 3 subkonsep,

yaitu konsep integrasi vs segregasi (integration vs segregation concept); konsep

kerangka kerja (framework concept); dan konsep jaringan ekologi (ecological

network concept). Konsep integrasi berbasis landscape ecology. Beberapa tipe

penggunaan lahan (misalnya pertanian, infrastruktur, outdoor recreation dan lalu

lintas) direncanakan dan dikembangkan dengan tetap menjaga fungsi ekologi wilayah. Konsep kerangka kerja didasarkan pada pemahaman tentang adanya perbedaan antara bagian wilayah yang berdinamika tinggi (misalnya pertanian, rekreasi, permukiman dan transportasi) dengan bagian wilayah yang berdinamika rendah (misalnya ekosistem alami). Konsep ini melakukan koreksi melalui

segregasi spasial terhadap lahan dengan penggunaan intensif (intensively-used

lands) yang memerlukan lay-out dan pemanfaatan yang fleksibel pada satu sisi, dan lahan dengan penggunaan ekstensif yang memerlukan stabilitas pada sisi lain.

Konsep jaringan ekologi merupakan sebuah konstelasi elemen-elemen landscape

yang bersifat fungsional dalam konteks dispersi spesies di dalam landscape yang

bersangkutan. Jaringan ekologi membuat hubungan antara wilayah inti (core

regions), wilayah pengembangan (nature development regions), dan wilayah-