Pengenalan dan pengendalian penyakit Ganoderma menurut Dirjen perkebunan
Data sekunder yang di dapat dari Dirjen perkebunan bahwa Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur ganoderma spp, merupakan penyakit penting pada pertanaman kelapa sawit. Saat ini penyakit BPB sudah menjadi ancaman yang serius bagi tanaman kelapa sawit. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan ganoderma spp pada tanaman kelapa sawit sangat besar. Secara nasional, dengan luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini yang mencapai 8 juta hektar
dan jika tingkat serangan sebesar 1%, maka kerugiannya ditaksir bisa mencapai lebih dari Rp 2 trilyun tiap tahunnya. Padahal tingkat serangan dapat mencapai lebih dari 20%, terutama pada kebun yang telah mengalami replanting beberapa kali. Tanaman yang terserang penyakit BPB cepat atau lambat akan berakhir dengan kematian.
Ganoderma boninense merupakan spesies jamur penyebab BPB di Indonesia. Jamur ini diduga berasal dari Asia Tenggara, Jepang, dan kawasan Pasifik Australia. Selain itu ganoderma boninense diketahui memiliki kategori penyebaran geografik yang meliputi wilayah Jepang, Indonesia, Asia Tenggara, Papua New Guinea, dan Australia dengan inang sebagian besar adalah tanaman palem-paleman. Saat ini penyebab BPB telah menyerang hamper seluruh wilayah di Indonesia.
Serangan penyakit BPB cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan dari generasi ke generasi seiring dengan usaha besar-besaran untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia. Penyakit BPB dapat menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM). Kejadian penyakit akan menjadi lebih besar pada kebun kelapa sawit generasi kedua, ketiga dan seterusnya. Akibatnya produktifitas kelapa sawit yang telah menghasilkan akan semakin turun dan usia produktif tanaman akan semakin berkurang sehingga pekebun harus melakukan replanting lebih awal.
Pada skala nasional penurunan produktifitas kebun kelapa sawit akibat serangan penyakit BPB berdampak pada penurunan ekspor dan pendapatan devisa Negara. Selain itu kerugian non ekonomi yang ditimbulkan adalah munculnya kegelisahan di kalangan pekebun dan investor terhadap bahaya serangan penyakit BPB dan citra buruk Indonesia di mata Internasional sebagai Negara endemis penyakit BPB.
Penyakit BPB pada kelapa sawit mampu mengakibatkan kematin tanaman lebih dari 80% populasi tanaman pada satu hamparan. Kondisi inilah yang menjadikan penyakit BPB pada kelapa sawit sebagai penyakit terpenting yang harus segera dikendalikan.
Penyakit bercak daun dan Antraknosa dipembibitan kelapa sawit Data sekunder yang didapat dari Puslitbangbun, penyakit bercak daun biasanya menyerang bibit kelapa sawit. Namun gejala awal kadangkala sudah dijumpai ketika masih di pre nursery (PN). Serangan berat menyebabkan pertumbuhan bibit terhambat dan merana, bahkan jika tidak dikendalikan dengan baik, maka bibit harus ditunda penanamannya di lapangan atau bahkan harus diafkirkan. Penyakit bercak daun bukan merupakan penyakit tular biji (seed born disease) dan intensitas serangan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta tindakan agronomis yang dilakukan di pembibitan. Tindakan agronomis yang tepat dan sesuai waktu sangat membantu menekan perkembangan penyakit bercak daun hingga tingkat sangat rendah dan terkendali.
28
Daerah sebaran
Penyakit ini menimbulkan kerusakan serius pada bibit kelapa sawit di wilayah NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.
Penyebab:
penyakit ini disebabkan oleh beberapa jamur yaitu Culvularia eragrostidis, Cochiobolus carbonus, Drechsiera halodes, dan Helminthosporium sp dengan gejala yang berbeda.
Gejala penyakit
Gejala dimulai dengan munculnya bercak kecil tersebar secara acak dan selanjutnya bercak tidak membesar. Bercak yang sangat banyak dan berdekatan menyebabkan daun seperti kering atau klorosis.
Faktor pendorong
a. Populasi bibit persatuan luas terlalu tinggi atau terlalu rapat (jarak tanam kurang dari 90x90 cm).
b. Keadaan pembibitan yang terlalu lembab.
c. Kelebihan air siraman dan cara penyiraman yang kurang tepat. d. Kebersihan pembibitan yang kurang terpelihara dengan baik.
e. Banyak gulma yang merupakan inang alternatif bagi patogen, terutama dari keluarga Gramineae.
Pengendalian
a. Memperjarang letak bibit menjadi 90x90 cm b. Mengurangi volume air siraman sementara waktu.
c. Penyiraman secara manual menggunakan gembor lebih dianjurkan dan sebaliknya diarahkan ke permukaan tanah dalam polibeg, bukan ke daun. d. Mengisolasi dan memangkas daun-daun sakit dari bibit yang bergejala
ringan-seang selanjutnya disemprot dengan fungisida thibenzol, captan atau thiram dengan konsentrasi 0.1 – 0.2 % tiap 10-14 hari.
e. Memusnahkan dengan cara membakar bibit yang terserang berat. penyakit Antraknosa
penyakit antraknosa merupakan sekumpulan nama infeksi pada daun bibit-bibit mudah yang disebabkan oleh tiga genera jamur patogenik. Penyakit ini telah dilaporkan terdapat di berbagai perkebunan di Indonesia. penyebab
penyakit ini disebabkan oleh beberapa spesies jamur patogenik, yaitu Botryodiplodia spp, Melanconium elaeidis dan Glomerella cingulate. Spora dihasilkan di dalam piknidia atau aservuli, menyebar dengan bantuan angina atau percikan air siraman atau hujan.
Gejala penyakit
Serangan Botryodiplodia menyebabkan munculnya titik-titik terang kemudian berubah menjadi coklat gelap dengan ukuran yang semakin membesar. Kemudian titik berubah menjadi coklat terang dan membentuk zona kekuning-kuningan. Bagian tengah bercak akan mengering dengan tekstur seperti kertas tipis berwarna abu-abu atau coklat keabu-abuan. Serangan melanconium diawali adanya titik bening tidak berwarna (hialin) dan dengan cepat berkembang sehingga menjadi coklat terang seperti terendam air. Nekrosis berkembang pada jaringan yang terinfeksi dengan batas berwarna kuning pucat. Serangan Glomerella ditandai dengan adanya titik basah pada antarvena dan membesar memanjang mengikuti arah dua vena tersebut. Pada ujung daun selanjutnya akan berubah menjadi coklat atau hitam dan dibatasi oleh lingkaran (halo) kuning pucat. Selanjutnya bagian tengah bercak akan mati, kering dan rapu.
Pengendalian penyakit Antraknosa
a. Jangan terlambat pindah tanam dari pre nursery ke main nursery. b. Pemupukan berimbang.
c. Memisahkan bibit sakit dari bibit yang sehat.
d. Penyemprotan dengan fungisida secara rotasi dengan Dithane 0,2%, benlate 0,3% dan Antracol 0,2% dengan interval 1 minggu.
30
Lampiran 5 Form karakteristik pengguna
DATA DIRI (Akan Dirahasiakan) Mohon Beri Tanda Cek (√) pada Tanda Kurung yang Anda Pilih Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Usia :
( ) 17 – 25 tahun ( ) 25 – 35 tahun ( ) > 35 tahun Jenjang Pendidikan : ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA (D1/D2/D3) Diploma ( S1/S2 )Sarjana
Lainnya:... Alamat : Desa ... Kecamatan ... Kabupaten ... Provinsi ...
Apakah di daerah tempat tinggal terkoneksi internet ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya frekuensi Penggunaan Internet: ( ) Setiap Hari ( ) 3 kali per minggu ( ) 1 kali per minggu ( ) 1 kali per bulan ( ) Tidak Pernah Media terkoneksi internet ( ) Hand phone ( ) Komputer/PC/Laptop Nomor HP: ……….
Berikan Tanda Cek (√) Atau Silang (X) Sesuai penggunaan Internet yang Anda Lakukan
Selanjutnya Berikan Nomor Sesuai Prioritas Dimulai dari yang Paling Sering Anda Lakukan
KRITIK DAN SARAN KEPADA PENELITI:
... ... ... ... ... ...
Lampiran 6 Tabel analisis responden Tabel Analisis responden Responden ke- Jenis kelamin Usia (tahun) Jenjang pendidikan Terkoneksi internet melalui smartphon 1 Laki-laki 25-35 S1 Setiap hari 2 Laki-laki >35 SLTA Setiap hari 3 Laki-laki 25-35 S1 3 kali per minggu 4 Laki-laki 25-35 D3 1 kali per minggu 5 Laki-laki 25-35 SLTA 1 kali per bulan 6 Laki-laki 25-35 SLTA Tidak pernah 7 Laki-laki >35 S1 Setiap hari 8 Laki-laki 25-35 S1 Setiap hari 9 Laki-laki 25-35 S1 1 kali per minggu 10 Perempuan >35 S1 1 kali per bulan Jenis Penggunaan Internet Tanda Cek (√) atau Silang (X) Nomor sesuai Perioritas Browsing (…..) (…..) Cek e-mail (…..) (…..) Jejaring Sosial/Chatting (…..) (…..) Men-download file (…..) (…..)
32