• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengendalian dan Pemanfaatan Eceng Gondok

Keberadaannya yang melimpah ruah dan pengaruhnya yang berdampak pada keberlangsungan ekosistem air, membuat eceng gondok dianggap sebagai tanaman invasif dan menjadi perhatian para pemerhati lingkungan diseluruh dunia. Eceng gondok bahkan termasuk dalam daftar karantina karena keberadaannya yang kurang diinginkan (Patel, 2012).

Pertumbuhannya yang sangat cepat dan penyebaran sporadik telah mengakibatkan kerusakan secara ekologi dan ekonomi badan air dan wetlands yang produktif. Eceng gondok sudah menjadi sebaran yang mendunia karena keberadaannya di beberapa Negara antara lain:

1. Beberapa Negara bagian Afrika: sebaran eceng gondok telah menghampar hampir menutupi perairan sungai, maupun danau, seperti danau Victoria di Afrika (Kateregga dkk, 2007), daerah sekitar Winam Gulf dimana dalam jurnalnya, Opande dkk (2004) menyatakan bahwa kehidupan masyarakatnya bergantung pada perairannya.

2. Spanyol dan Portugal: sungai induk Guadiana di Spanyol baru-baru ini juga dipenuhi oleh sebaran eceng gondok (Della Greca dkk, 2009).

3. Bangladesh: pengawasan keberadaan sebaran Eceng gondok yang mulai meluas di hutan bakau Sundarbans (Biswas dkk, 2007).

4. India: pendangkalan berat di wetland taman nasional Kaziranga akibat invasi Eceng gondok, Deepor beel (danau yang terbentuk dari sungai Brahmaputra) terancam karena sebaran Eceng gondok.

5. Meksiko: lebih dari 40.000 Ha terdiri dari waduk, danau, kanal, dan saluran air tertutupi oleh Eceng gondok (Jime’nez dan Balandra, 2007). 6. Cina: Eceng gondok sebagai masalah lingkungan yang sangat serius (Chu

dkk, 2006).

7. Amerika: Eceng gondok juga menyebabkan dampak ekologis yang sangat parah seperti di delta sungai Sacramento-San Joaquin di California (Khanna dkk, 2011).

8. Indonesia: Eceng gondok telah tampak mengambang sejak 1990 di daerah parapat, dan sekarang telah hampir menutupi sebagian besar perairan Danau Toba Moedjojo dkk, 2006). Waduk Cirata dan Kali banjir Kanal Timur juga tidak luput dari blooming tanaman gulma ini.

Masalah global yang ditimbulkan akibat pertumbuhan pesat eceng gondok terutama di perairan tanah air, bukan hanya menjadi masalah ekologi semata bahkan telah menjadi ancaman bagi keseimbangan ekosistem. Berbagai upaya telah

dilakukan untuk mengatasi masalah ini, diantaranya seperti yang ditabulasikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Metode Pengendalian dan Kekurangannya Metode

pengendalian

Langkah-langkah pengendalian Kekurangan a. Fisik

b. Kimia

c. Biologi

- Drainase perairan daerah setempat

- Secara manual mencabut atau menarik

- Secara massal

menggunakan jaring, dan lain sebagainya .

Penggunaan herbisida kimia yaitu asam 2,4-diklorofenoksi, garam dipotassium endothall, dan garam dimethylalkylamine endothall.

Biokontrol oleh :

-Serangga seperti kumbang Neochetina sp yang telah diuji coba pada danau Viktoria di Afrika (Williams dkk, 2007), -Wereng Megamelus

scutellaris dari ordo

Hemiptera (Sosa dkk, 2007), -Jamur cercospora piaropi

- Metode ini dianggap tidak cukup walaupun telah dilengkapi dengan mesin- mesin yang dirancang

untuk memotong, menghancurkan, sampai pada transportasi yang diperlukan untuk peng- hapusan tanaman ini.

- Penggunaan mesin seperti pemanen gulma, alat penghancur dan lainnya me-merlukan biaya yang sangat mahal karena pemeliharaan,

- Masalah pembuangan

limbah (Malik, 2007)

Telah terbukti efektif, hanya pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan kualitas air serta berisiko tinggi terhadap habitat alami perairan (Malik, 2007)

Hanya memberikan sedikit hasil, tidak maksimal.

Metode pengendalian

Langkah-langkah pengendalian Kekurangan tharp menghasilkan fitotoksin

yang dapat menurunkan populasi eceng gondok (Tessman dkk, 2008), -Ekstrak tumbuh-tumbuhan

allelopati.

Ketiga metode penanggulangan tersebut sangat membutuhkan biaya yang tinggi dan tidak memberikan timbal balik secara ekonomis. Oleh karena itu, para peneliti terdorong untuk mengembangkan potensi eceng gondok yang banyak ini menjadi sesuatu/utilisasi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan Eceng gondok antara lain:

1. Kerajinan tangan dan seni.

2. Adsorben untuk logam berat, dan digunakan pada pengolahan air limbah baik domestik (Alade dan Ojoawo, 2009), maupun limbah industri (Jafari, 2010).

3. Sumber energi bio-listrik (Mohan dkk, 2011).

4. Sebagai bahan kimia berguna bagi industri (Girisuta dkk, 2008). 5. Produksi anti oksidan (Chantiratikul dkk, 2009).

6. Pakan ternak (Aboud dkk, 2005).

7. Pupuk (Chukwuka dan Omotayo, 2008).

8. Produk enzim seperti selulase, protease (Heba dkk, 2012).

9. Sumber bahan baku karbon untuk produk renewable energi, seperti produksi bio-etanol (takagi dkk, 2012) dan bio-gas (Malik, 2007).

Secara skematis oleh Patel (2012) pemanfaatan Eceng gondok ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Utilisasi Eceng Gondok

2.3 Eceng Gondok dalam Produksi Enzim

Enzim digunakan dalam sebagian besar sektor industri, terutama industri makanan. Selain itu, enzim juga digunakan dalam industri deterjen, farmasi, pulp and paper, pakan ternak, tekstil dan laundry (Bhat, 2000). Lebih dari 2000 enzim telah diisolasi, tetapi hanya 14 enzim yang diproduksi secara komersial. Kebanyakan dari

Electricity generation

Embedded fuel cell

Irrigation Clean water

Sewage Purification

Metal recovery

Heavy metal accumulation

E. Crassipes Biomass

Sun drying or fermentation

Ruminant, poultry, or fish feed Biofertilizer soil augmentation Decomposition or vermicomposting Cellulose hydrolisis Pretreatment Biohydrogen Biomethane Biogas Microbial fermentation Bioethanol Microbial fermentation Acid hydrolisate

enzim ini adalah hidrolase, misalnya amilase, protease, pektinase, dan selulase. Enzim penting lainnya adalah glukosa isomerase dan glukosa oksidase. Alasan digunakannya enzim dalam industri adalah karena enzim mempunyai beberapa kelebihan antara lain:

a. Kemampuan katalitik yang tinggi, mencapai 109-1012 kali laju reaksi non-aktivitas enzim.

b. Spesifikasi substrat yang tinggi.

c. Reaksi dapat dilakukan pada kondisi yang lunak, yaitu pada tekanan dan temperatur rendah (Bhat, 2000).

Enzim yang dihasilkan dari komponen organik juga menjanjikan sebagai sebuah peluang untuk menciptakan sumber energi baru, semisal komponen selulosa yang dimanfaatkan sebagai bahan dalam membuat etanol sebagai sumber energi. Sumber energi dari bahan baku yang terbarukan menjadi salah satu fokus utama penelitian sejak beberapa dekade yang lalu. Ketersediaan energi berbahan bakar fosil yang semakin menipis keberadaannya membuat penelitian semakin dikembangkan untuk mencari alternatif yang lebih baik atau sebanding nilainya dengan energi yang digunakan saat ini. Sebagai senyawa yang paling melimpah di muka bumi, selulosa dapat menjadi sumber energi yang murah dan terbarukan. Di samping sebagai sumber energi, selulosa dapat juga dimanfaatkan untuk pembuatan sirup glukosa dan protein sel tunggal.

Eceng gondok tersusun dari beberapa komponen organik diantaranya selulosa. Keberadaan selulosa pada eceng gondok memusatkan perhatian para peneliti untuk

mengkonversi eceng gondok sebagai biomassa/substrat untuk menghasilkan sumber energi. Tetapi, untuk dapat dimanfaatkan selulosa membutuhkan proses hidrolisis dan penggunaan enzim selulase menjadi pilihan utama. Peran enzim selulase dalam industri yang berhubungan dengan selulosa tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, produksi enzim selulase perlu dikembangkan untuk menjawab tantangan pemanfaatan bahan selulosa dalam industri bioproses.

2.4 Selulase

Selulase merupakan kumpulan dari beberapa enzim yang bekerja secara bersama/sinergis untuk hidrolisis selulosa. Mikroorganisme tertentu menghasilkan partikel yang dinamakan selulosom. Partikel inilah yang akan terdisintegrasi menjadi enzim yang secara sinergis mendegradasi selulosa (Belitz dkk, 2008). Sedikitnya ada tiga tipe enzim yang terlibat dalam degradasi atau hidrolisis selulosa, yaitu:

1. Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase), yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan

internal α-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang

rantai yang bervariasi.

2. Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa.

3. β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Belitz dkk, 2008).

Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Mekanisme Hidrolisis Selulosa (Ghori, 2001)

Pada awalnya selulase diteliti untuk keperluan biokonversi biomassa yang membuka peluang untuk aplikasi beberapa industri. Beberapa jenis industri yang memanfaatkan enzim selulase diantaranya industri tekstil, makanan, deterjen, dan kertas. Tetapi kemudian seiring menipisnya cadangan bahan bakar fosil mendorong pemanfaatan enzim selulase untuk biokonversi bahan lignoselulosa menjadi sumber energi.

Dokumen terkait