• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Teknologi Produksi Enzim Selulase

2.5.1 Substrat, Mikroorganisme, dan Praperlakuan

Pada produksi enzim selulase pemilihan bahan baku seperti substrat, mikroorganisme penghasil enzim sellulase dan metode praperlakuan pada prosesnya sangat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas enzim selulase yang dihasilkan. Berikut ini adalah uraian tentang bahan baku dan metode praperlakuan:

a. Substrat

Industri fermentasi merupakan industri yang terus mengalami kemajuan dalam inovasi teknologi produksinya. Salah satunya adalah pada pemilihan substrat untuk fermentasi. Pada industri enzim, pemilihan substrat sangat kritis untuk bisa menghasilkan produk enzim dengan harga yang kompetitif tetapi dapat menekan biaya produksi.

Pada produksi enzim selulase digunakan substrat sumber karbon selulosa yang dihidrolisis oleh mikroorganisme. Pemilihan substrat sumber karbon selulosa didasarkan atas keberadaan sumber karbon tersebut yang melimpah/banyak dijumpai

dan harga yang murah, karenanya limbah agroindustri atau tanaman gulma yang memiliki kandungan lignoselulosa patut diperhitungkan.

Biomassa eceng gondok tersusun dari lignoselulosa. Lignoselulosa sebagai penyusun dinding sel tanaman eceng gondok terdiri dari polimer selulosa dan hemiselulosa yang dilindungi oleh lignin. Lignoselulosa memiliki bagian kristalin dan amorf. Struktur kristalin lignoselulosa adalah selulosa yang tersusun dari rantai glukosa yang saling terikat dengan ikatan 1-4 β glikosida dan adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan, sehingga strukturnya menjadi kokoh. Struktur amorf lignoselulosa adalah hemiselulosa yang tersusun dari glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, sejumlah kecil ramnosa dan asam galaktonik. Struktur amorf ini tidak sekuat struktur kristalin sehingga lebih mudah diuraikan melalui proses pretreatment.

b. Mikroorganisme

Mikroorganisme penghasil selulase umumnya merupakan pengurai karbohidrat dan tidak dapat memanfaatkan protein atau lipid sebagai sumber energi. Mikroba penghasil selulase terutama bakteri Cellulomonas dan Cytophaga serta kebanyakan fungi dapat mengutilisasi berbagai jenis karbohidrat lainnya selain selulosa, sedangkan spesies mikroba selulolitik anaerobik terbatas pada selulosa dan/atau produk hidrolisisnya. Contoh-contoh utama mikroorganisme penghasil selulase dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tidak semua mikroorganisme yang dapat mengutilisasi selulosa sebagai sumber energi menghasilkan kompleks enzim selulase yang lengkap. Hanya beberapa

strain yang dapat menghasilkan kompleks enzim selulase yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu endo-β-glukanase, ekso-β-glukanase, dan β-glukosidase. Mikroba yang digunakan secara komersial untuk produksi enzim selulase umumnya terbatas pada T. reesei, H. insolens, A. niger, Thermomonospora fusca, dan Bacillus sp. (Sukumaran dkk, 2005).

Tabel 2.3 Mikroorganisme Penghasil Selulase (Sukumaran dkk, 2005)

Kelompok Mikroorganisme

Genus Spesies

Fungi Aspergillus A. niger

A. nidulans Fusarium F. solani F. oxysporum Humicola H. insolens H. grisea Melanocarpus M. albomyces Penicillium P. bracillianum P. occitanis P. decumbans Trichoderma T. reesei T. longibrachiatum T. harzianum Bacteria Acidothermus A. cellulolycitus

Bacillus Bacillus sp Bacillus subtilis Clostridium C.acetobutylicum C.thermocellum Pseudomonas P. cellulose Rhodotermas R. Marinus Actinomycetes Cellulomonas C.fimi

C.bioazotea C.uda Streptomyces S.drozdowiczii S.sp S.lividans Thermomonospora T.fusca T.curvata

Secara luas Aspergillus didefinisikan sebagai suatu kelompok mukosis penyebab dari macam-macam fotogenosa. Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Di dalam industri Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat, sedangkan di dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang metabolisme pada jamur dan kegiatan enzimatis. Pada penelitian ini digunakan Aspergillus niger karena spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan crude enzyme secara komersial serta penanganannya mudah dan murah. Fungi-fungi tersebut sangat efisien dalam memproduksi selulase. Karakteristik umum dari Aspergillus niger antara lain:

a. Warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat. b. Termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan

suhu.

c. Dapat hidup dalam kelembaban nisbi 80 % (Ilyas umbrin dkk, 2011). d. Dapat menguraikan benzoat dengan hidroksilasi menggunakan enzim

benzoat-4 hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat.

e. Memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa 4-hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihidroksi benzoat.

f. Menghasilkan lebih banyak enzim endoglukanase dan β-glukosidase dan sedikit enzim eksoglukanase (Hui-Qin Liu dkk, 2012).

g. Pertumbuhannya dihambat oleh Natrium & Formalin.

h. Dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang memiliki kadar garam tinggi.

i. Dapat mengakumulasi asam sitrat. Aspergillus niger tampak pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Aspergillus niger

Genus Trichoderma mencakup kelompok ascomycetes yang digunakan secara luas dalam industri karena kemampuannya menghasilkan enzim hidrolase ekstraselular untuk degradasi lignoselulosa dalam jumlah besar (Miettinen, 2004). Karakteristik umum Trichoderma reesei (Gambar 2.5) adalah:

a. Dikenal juga sebagai Hypocrea jecorina merupakan fungi mesofilik. b. Kemampuan tinggi menghasilkan enzim selulase secara efisien. Selulase

yang dihasilkan juga resisten terhadap inhibitor kimia dan stabil di dalam reaktor tangki berpengaduk pada pH 4,8, 50oC selama 48 jam atau lebih. c. Lebih banyak menghasilkan enzim eksoglukanase dan endoglukanase,

sedikit menghasilkan enzim β-glukosidase (Hui-Qin Liu dkk, 2012).

d. Strain industrial dari Trichoderma reesei mampu mencapai produksi protein ekstraselular hingga 100 g/L (Xiong, 2004).

e. Mudah dan murah dikultivasi, tergolong mikroorganisme yang aman karena tidak bersifat patogen dan tidak menghasilkan mycotoksin atau antibiotik dalam kondisi produksi enzim.

f. Tidak dapat menghidrolisis lignin.

g. Terinhibisi oleh produk (glukosa) dan pelarut organic seperti etanol, butanol, dan aseton.

h. Inaktivasi pada temperature diatas 50oC (Ryu dkk, 1980).

Gambar 2.5 Trichoderma reesei (sumber:

c. Praperlakuan

Teknologi pretreatment/praperlakuan yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengubah atau memindahkan komposisi dan struktur yang menghalangi proses hidrolisis yang bertujuan untuk meningkatkan laju aktivitas enzimatis dan hasil fermentasi yang menghasilkan glukosa dari selulosa atau hemiselulosa (Mosier dkk, 2005).

Praperlakuan biasanya dibutuhkan untuk membantu hidrolisis enzimatis dan biasanya dilakukan pada substrat berbahan lignoselulosa. Lignin yang melindungi selulosa sekaligus sebuah penghalang bagi mikroorganisme untuk memproduksi enzim khususnya selulase sehingga praperlakuan perlu dilakukan. Praperlakuan yang dilakukan memberikan beberapa dampak dan persentase keberhasilan yang relatif. Pada dasarnya, pada produksi enzim selulase yang menginduksi produksi adalah selulosa, dan substrat lignoselulosa yang tidak hanya terdiri dari selulosa saja, tetapi juga terdapat komponen lain membuat perolehan enzim selulase rendah dibandingkan dengan substrat selulosa murni. Ketika perolehan selulosa murni ini menjadi kendala akibat faktor biaya, dan sebagainya, membuat para peneliti terus mencari cara sebagai langkah untuk meningkatkan efektifitas produksi enzim dari substrat lignoselulosa seperti teknologi praperlakuan yang diuji coba skala laboratorium sebelum dapat digunakan dalam skala industri. Mekanisme praperlakuan ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Skema Tujuan Pretreatment pada Biomassa Lignoselulosa (Mosier dkk, 2005)

Pra perlakuan dapat disebut efektif bila memenuhi beberapa kriteria seperti: 1. Keefektifan dalam memecah ukuran biomassa partikel.

2. Tetap menjaga keutuhan komponen tanpa terkonversi dalam bentuk lain. 3. Tidak memberikan batas degradasi yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

4. Dapat meminimalkan energi dan biaya (National Resort Council, 1999).

Teknologi praperlakuan dikategorikan dalam praperlakuan fisik dan kimia, bahkan beberapa metode menggabungkan kedua efek tersebut (McMilan, 1994; Hsu, 1996). Untuk mengklasifikasikan, uap dan air yang digunakan pada praperlakuan dikecualikan dari praperlakuan secara kimia karena bukan merupakan bahan kimia

yang ditambahkan pada biomassa. Ringkasan teknologi praperlakuan ditunjukkan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Teknologi Praperlakuan, Deskripsi, Kekurangan dan Kelebihan Teknologi

praperlakuan

Deskripsi Kekurangan / kelebihan a. Fisik

b. Kimia

c. Biologi

- Kominusi (pengurangan ukuran partikel dari biomassa secara mekanik). Kominusi kering, basah, dan getaran bola penggilingan (Millet dkk, 1979 ; Rivers, dan Emert, 1987; Sidiras dan Koukios, 1989), dan kompresi penggilingan (Tassinari dkk, 1980)

- Steam explosion - Hidrotermolisis..

- Menggunakan asam atau basa seperti H2SO4 dan NaOH.

(Ladisch dkk, 1978; Hamilton dkk, 1984).

- Menggunakan peroksida, ozon, organosolv (menggunakan asam lewis, FeCl3, Al2SO4 dalam cairan

alcohol), gliserol, dioksan, fenol, atau etilen glikol (Wood dan Saddler, 1988).

- Menggunakan pelarut berbahan amoniak (NH3 dan hidrazin),

pelarut aprotik (DMSO), logam kompleks (Feri sodium tartarate).

- Menggunakan mikroorganisme seperti white root fungi (jamur pelapuk putih) (Blanchette, 1984), semisal elfvingia applanata (Ganoderma applanatum), P. chrysosporium (Boominathan and Reddy. 1992)

- Tidak banyak

mendegradasi lignin. - Efektif, mudah, dan

murah.

- Dapat mengurangi kristalinitas selulosa - Melepas lignin dari

selulosa dan melarutkan hemiselulosa. - teknologi ini

memang efektif, akan tetapi memerlukan biaya tinggi (Mosier dkk, 2005).

Pretreatment secara biologis sangat

memberikan keuntungan yang banyak, karena efisiensi biaya dan energi serta aman terhadap lingkungan.

Teknologi praperlakuan

Deskripsi Kekurangan / kelebihan - Mendegradasi lignin dengan

menggunakan enzim yang disebut enzim lignilase yang merupakan sinergis dari lignin peroxidase (LiP), manganese peroxidase (MnP), and laccase (Ohkuma M dkk, 2001 : Lee dkk. 1999 : Rivela dkk, 2000)

Dokumen terkait