• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.3. Pengendalian Kebakaran Hutan

Pengendalian kebakaran hutan merupakan semua aktifitas untuk melindungi hutan dari kebakaran liar maupun penggunaan api secara sengaja, dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan hutan (ITTO 1999). Menurut PP Nomor 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, kegiatan pengendalian kebakaran hutan meliputi tindakan pencegahan, tindakan pemadaman, dan tindakan penanganan pasca kebakaran. Kegiatan pengendalian kebakaran hutan itu sendiri dilakukan pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan unit atau kesatuan pengelolaan hutan.

Dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan, Pemerintah membentuk lembaga pengendalian kebakaran hutan pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan unit pengelolaan hutan, yang kemudian disebut brigade pengendalian kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004). Brigade tersebut bertugas menyusun dan melaksanakan program pengendalian kebakaran hutan. Koordinasi dan tata hubungan kerja brigade pengendalian kebakaran hutan diatur oleh Keputusan Menteri.

Adapun strategi yang mungkin dilakukan dalam upaya pengendalian kebakaran (Saharjo 2002) antara lain :

1. Pembentukan lembaga pengendalian kebakaran yang independen

Perlu dibangun lembaga yang bertanggung jawab langsung terhadap upaya pengendalian kebakaran hutan pada tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten berdasarkan hirarkinya.

2. Implementasi pelaksanaan kegiatan tanpa intervensi

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan berdasarkan SOP yang ada. Kegiatan yang dilakukan semata-mata untuk menekan timbulnya asap sehingga dampak negatif yang ada ditekan seminimal mungkin.

3. Upaya pengendalian bersama masyarakat

Menjadikan upaya pengendalian kebakaran hutan merupakan kegiatan yang tidak hanya melarang masyarakat untuk tidak membakar tapi merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk kepentingan bersama.

4. Political will pemerintah

Pemerintah pusat diharapkan benar-benar memiliki political will dalam

upaya pengendalian kebakaran hutan termasuk upaya penegakan hukum serta penerapan sanksi yang tegas terhadap semua pelaku di lapangan.

2.3.1. Pencegahan Kebakaran Hutan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan (Dirjen PHPA 1983). Menurut Husaeni (2003) terdapat tiga metode pencegahan kebakaran hutan yaitu metode pendidikan, metode perundang-undangan, dan metode pendekatan secara teknis, yang masing-masing dipaparkan dalam penjelasan berikut :

1. Pendidikan

Fokus dari metode pendidikan ini adalah upaya pengenalan dan peningkatan kesadaran tentang bahaya, akibat, dan besarnya kerugian akibat kebakaran hutan; sumber api sebagai penyebab kebakaran hutan; serta cara-cara pencengahannya. Sasaran dari metode ini adalah masyarakat umum khususnya masyarakat sekitar hutan.

2. Perundang-undangan

Segala peraturan dan undang-undang terkait pencegahan kebakaran hutan haruslah ditegakkan secara sungguh-sungguh, adil, dan tidak pandang bulu. Perundangan ini sebaiknya didukung dengan upaya penyuluhan terkait pemasyarakatan peraturan-peraturan terkait.

3. Pendekatan secara teknis

Maksud dari metode ini adalah upaya pencegahan kebakaran yang dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan di lapangan. Metodenya terdiri dari dua yakni manajemen bahan bakar meliputi isolasi bahan bakar, modifikasi bahan bakar, maupun pengurangan bahan bakar; dan penerapan teknik silvikultur meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan untuk mempercepat penutupan tajuk, pemangkasan cabang untuk memutus kontinuitas vertikal bahan bakar, bahkan penerapan sistem Tumpang Sari untuk penanaman.

Menurut Sumantri (2003) metode pencegahan kebakaran hutan dikelompokan menjadi pokok-pokok pencegahan kebakaran hutan meliputi :

1. Upaya untuk menggarap manusia sebagai sumber api yang dapat dilakukan

dengan peningkatan pendapatan dan pendidikan, pola penyadaran dan pembinaan, mendorong proses peran serta masyarakat, rekayasa sosial, dan penegakan peraturan;

2. Upaya untuk memodifikasi pemicu bahan bakar seperti kayu, gambut, batu

bara, melalui teknik silvikultur, manajemen bahan bakar, fuel break, green

belt, maupun perencanaan sistem pengairan pada lahan gambut yang sesuai

tapak;

3. Upaya untuk kewaspadaan seperti pemasangan rambu-rambu, patroli,

memantau indeks kekeringan, peringatan dini, apel siaga; dan

4. Upaya untuk kesiap-siagaan dengan pengadaan sarana dan prasarana, metode

dalam pencegahan, pendanaan, pengembangan Sumber Daya Manusia, pelatihan, simulasi.

Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat kesatuan pengelolaan hutan produksi, kesatuan pengelolaan hutan lindung, izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan dan hutan hak, antara lain melakukan inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan; menginventarisasi faktor penyebab kebakaran; menyiapkan regu-regu pemadam kebakaran; membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan; mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan; dan membuat sekat bakar (PP No. 45 tahun 2004).

2.3.2. Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan adalah semua tindakan yang baru dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya kebakaran hutan dan diketahui pula letaknya (Suratmo 1974). Menurut ITTO (1999) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain deteksi kebakaran hutan, komunikasi, penyiapan organisasi pemadaman kebakaran, pelatihan petugas, penyiapan peralatan, dan penyiapan logistik, serta penyiapan lapangan. Prinsip dasar pemadaman kebakaran hutan terdiri dari dua langkah yaitu menghentikan penjalaran api dan memadamkan seluruh api (Anonim

1977). Prinsip dasar menghentikan penjalaran api yaitu menghilangkan satu atau lebih unsur dari segitiga api sehingga api tidak dapat menyala. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain dengan pendinginan bahan bakar, pengurangan oksigen dengan memukul nyala api, menutupi dengan tanah, menyiram dengan air, menghilangkan pasokan bahan bakar. Sedangkan prinsip dasar memadamkan seluruh api dapat dilakukan dengan cara- cara seperti :

1. Metode jalur

Yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang atau memotong arah menjalarnya api sehingga penjalaran api akan terhenti. Lebar jalur mekanis adalah 10 sampai 15 meter.

2. Metode pembakaran balik

Yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu, kemudian dilebarkan dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api. Lebar jalur mekanis ini adalah satu sampai dua meter.

3. Metode pemadaman api secara langsung

Yaitu dengan memadamkan bahan bakar yang telah terbakar dengan air, bahan kimia, atau tanah; atau memisahakan bahan bakar yang belum terbakar. Metode ini dilaksanakan pada tepi api di areal kebakaran dan apabila skala nyala api masih kecil serta tenaga pemadam berjumlah besar.

Menurut ITTO (1999) terdapat dua metode pemadaman kebakaran hutan yaitu metode pemadaman langsung dan pemadaman tidak langsung. Perbedaan dasar dari kedua metode ini adalah dalam hal penempatan lokasi ilaran api terhadap tepi api kebakaran. Pada pemadaman langsung dilakukan pada tepi areal kebakaran, bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar. Sedangkan pemadaman tidak langsung dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya diluar tepi api kebakaran.

Setiap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, Pemilik Hutan Hak, dan atau Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, berkewajiban melakukan rangkaian tindakan pemadaman dengan cara (PP No. 45 tahun 2004) :

a. Melakukan deteksi terjadinya kebakaran hutan b. Mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada c. Membuat sekat bakar dalam rangka melokalisir api d. Memobilisasi masyarakat untuk mepercepat pemadaman

Untuk membatasi meluasnya kebakaran hutan dan mempercepat pemadaman kebakaran setiap orang yang berada di dalam dan di sekitar hutan wajib melaporkan kejadian kebakaran hutan kepada Kepala Desa setempat, Petugas Kehutanan, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan atau Pemilik Hutan Hak; dan membantu memadamkan kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004).

2.3.3. Penanganan Pasca Kebakaran Hutan

Penanganan pasca kebakaran hutan meliputi kegiatan identifikasi dan evaluasi, rehabilitasi, dan penegakan hukum (PP No. 45 tahun 2004). Kegiatan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan berupa pengumpulan data dan informasi terjadinya kebakaran; pengukuran dan sketsa lokasi kebakaran; dan analisis tingkat kerusakan dan rekomendasi. Berdasarkan hasil kegiatan identifikasi dan evaluasi maka dilakukan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau Pemilik Hutan Hak.

Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan, Pemegang Izin Penggunaan Kawasan Hutan, atau Pemilik Hutan Hak bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Pertanggungjawaban yang dimaksud meliputi tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata, membayar ganti rugi, dan atau sanksi administrasi. Penegakan hukum terhadap tindakan pidana kebakaran hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dokumen terkait