• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2. Kondisi Umum Bagian Hutan Pujon-Ngantang 1 Geografis

4.2.6. Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk dala kecamatan yang masuk wilayah kerja KPH Malang adalah 126.225 orang, terdiri dari 63.676 orang laki-laki dan 62.549 orang perempuan (Perhutani KPH Malang 2002). Dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja guna pekerjaan di hutan seperti tebangan, tanaman dan lain-lain cukup tersedia, namun pada daerah-daerah tertentu mulai dirasakan adanya beberapa kendala dalam mencari tenaga kerja, khususnya pesanggem, hal ini disebabkan lapangan pekerjaan bidang tanaman kehutanan kurang diminati oleh masyarakat, lebih-lebih angkatan muda disamping adanya lapangan pekerjaan disektor lain.

Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani, disamping ada yang sebagai buruh, pegawai/ABRI, pedagang, industri/kerajinan. Jumlah penduduk yang erat kaitannya dengan kegiatan pengelolaan hutan sebanyak 36.815 s.d. 54.638 orang/tahun. Kelompok usia produktif (usia 13-55 tahun) sebesar 57 %, sedangkan usia yang tidak produktif (usia 1-12 tahun dan usia 56 tahun dan lebih tua) sebesar 43 %. Dengan demikian setiap orang usia produktif mempunyai beban tanggung jawab terhadap

usia tak produktif sebanyak 1-2 orang. Kecamatan yang mempunyai tingkat kepadatan

penduduk tertinggi adalah Kabupaten Pujon, yaitu 1.295 orang/km2, sedangkan yang

terendah adalah Kabupaten Ngantang, yaitu 226 orang/km2. Keadaan tingkat sosial

ekonomi penduduk masyarakat desa, khususnya masyarakat desa yang berada disekitar hutan memiliki interaksi yang tinggi namun disayangkan bentuk interaksi yang ada bersifat negatif, berupa ketergantungan yang cenderung merusak hutan.

4.2. Kondisi Umum BKPH Pujon

Batas wilayah BKPH Pujon antara lain sebelah Utara berbatasan dengan Tahura R. Soerjo, sebelah Selatan berbatasan dengan BKPH Kepanjen, sebelah Timur berbatasan dengan BKPH Singosari, dan sebelah Barat berbatasan dengan BKPH Ngantang. BKPH Pujon terdiri dari lima RPH yaitu RPH Pujon Selatan, RPH Kedungrejo, RPH Pujon Utara, RPH Oro Oro Ombo, dan RPH Punten, dengan luas baku hutan, kelas hutan, dan

tanah tukar guling yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Luas baku hutan, hutan berdasarkan fungsi, dan tanah tukar guling BKPH Pujon

No RPH

Luas Baku Hutan

(Ha)

Hutan berdasarkan fungsi (Ha)

Tanah tukar guling (Ha) Hutan Produksi Hutan Lindung Tanaman Jenis Kayu Lain Lahan Dengan Tujuan Istimewa 1. Pujon Selatan 2.950 950 2000 - - - 2. Kedungrejo 2.831,50 772,10 2.043,90 - 15,50 - 3. Pujon Utara 1.629 1.384,10 261,40 - 2,5 -

4. Oro Oro Ombo 1.989,40 720,40 1.207,80 37,9 5 18,30 5. Punten 2.168,10 1.020,00 1.130,20 - 17,90 -

Jumlah 11.568 4.862,60 6.643 37,9 43,4 18,3

Sumber : Data fisik BKPH Pujon tahun 2008

Keadaan umum RPH Oro Oro Ombo adalah sebagai berikut :

1. Wilayah administrasi RPH Oro Oro Ombo meliputi :

a. Kecamatan Junrejo Desa Tlekung

b. Kecamatan Batu Desa Oro Oro Ombo

2. Topografi

Wilayah RPH Oro Oro Ombo berada di ketinggian ± 800 - 1750 meter di atas permukaan laut. Kondisi lapangnya berbukit, gelombang, terjal, dan landai.

3. Luas wilayah

RPH Oro Oro Ombo memiliki luas wilayah 1989,4 hektar yang terbagi dalam 32

petak dan 63 anak petak. Jenis vegetasi adalah Pinus dan Eucalyptus.

4. Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di RPH Oro Oro Ombo merupakan petani dan peternak sapi perah.

5. Masalah agraris

Masalah agraris yang terdapat di RPH Oro Oro Ombo adalah masalah tukar guling (tukar menukar tanah) yang sampai sekarang masih dalam proses, pada petak 226 dengan luas 18,3 hektar.

6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan RPH Oro Oro Ombo dapat dilihat pada Tabel 5

berikut.

Tabel 5 Lembaga Masyarakat Desa Hutan RPH Oro Oro Ombo

Desa Luas wengkon (Hektar) Ketua Keterangan

Tlekung 1218,9 Suwandi Kec. Junrejo

Oro Oro Ombo 382,8 Maskur Kec. Batu

Pesanggrahan 387,7 Wasis Kec. Batu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti melakukan pembakaran hutan tanpa izin dan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran; dan daya-daya alam seperti gunung berapi, akibat-akibat petir, reaksi sumber daya alam, dan gempa. Terkait dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka upaya pengendalian kebakaran hutan dengan meningkatkan peran masyarakat pun telah dirancang dan diaplikasikan di RPH Oro Oro Ombo sejak tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo antara lain melalui kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan (Gambar 3), kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum (Gambar 4), dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis (Gambar 5). Kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Prosentase (%)

1. Metode pendidikan

a. Penyuluhan 11 36,67

b. Sosialisasi 3 10

c. Himbauan 2 6,67

d. Tidak tahu 14 46,66

2. Metode kesadaran hukum

a. Papan peringatan 15 50

b. Peraturan tertulis 1 3,33

c. Himbauan/larangan langsung 2 6,67

d. Tidak tahu 12 40

3. Metode pendekatan secara teknis

a. Sekat bakar hijau 21 70

Gambar 3 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan

Pada grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan diketahui sebesar 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mendapat pendidikan dalam pencegahan kebakaran hutan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut tidak lain untuk mengurangi frekuensi terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan dalam pencegahan kebakaran hutan bertujuan untuk merubah pola perilaku masyarakat agar kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan lebih meningkat dan masyarakat mau mendukung juga membantu upaya pencegahan kebakaran hutan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo. Kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo memiliki tujuan untuk meningkatkan persepsi masyarakat akan hutan agar masyarakat dapat berperan dalam pencegahan kebakaran hutan. Himbauan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat ditujukan untuk mengajak masyarakat agar mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dilihat pada grafik di atas, persentase masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan cukup besar, hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan yang diadakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo ini bersifat informal baik dari segi waktu maupun tempat pelaksanaannya sehingga penyebarluasan informasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut kurang optimal.

36.67 10 6.67 46.66 0 10 20 30 40 50 Prosentase (%)

Penyuluhan Sosialisasi Himbauan Tidak tahu

Gambar 4 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum diketahui sebesar 50 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa papan peringatan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa peraturan tertulis; 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa himbauan atau larangan langsung; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum. Peraturan dan Undang-undang yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipasang di tempat-tempat rawan kebakaran dengan tujuan agar masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan api sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa 40 % masyarakat yang tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum dikarenakan masyarakat tersebut tidak mengetahui adanya papan peringatan maupun peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Hal ini dikarenakan kondisi dari papan-papan peringatan yang memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan hilang. Selain itu juga dikarenakan kurang optimalnya pemberitahuan atas peraturan dan Undang-undang yang berlaku kepada masyarakat.

50 3.33 6.67 40 0 10 20 30 40 50 Prosentase (%)

Papan peringatan Peraturan tertulis Larangan langsung Tidak tahu

Gambar 5 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis diketahui sebesar 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis dalam pencegahan kebakaran hutan. Pembuatan sekat bakar hijau ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan hutan. Adapun masyarakat yang tidak mengetahui adanya upaya pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya.

Selain peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo juga melakukan peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat, antara lain 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung

70 30 0 20 40 60 80 Prosentase responden (%)

Sekat bakar hijau Tidak tahu

menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6.

Tabel 7 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1. Metode Jalur

a. Ilaran 9 30

2. Metode Pemadaman Langsung

a. Dengan tanah 5 16,67

b. Dengan kepyok* 11 36,66

3. Metode Pembakaran Balik - -

4. Belum pernah memadamkan 5 16,67

Keterangan : * = alat pemukul api (bahasa daerah setempat)

Gambar 6 Persentase bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan 5.2.1.1. Pencegahan dengan Metode Pendidikan

Pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan memiliki sasaran yaitu masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mencegah kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencegahan dengan metode pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat adalah dalam bentuk kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat sebanyak 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan

30 16.67 36.66 16.67 0 10 20 30 40 Prosentase (%)

Ilaran Dengan tanah Dengan kepyok Belum pernah

penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mengetahui adanya pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo, dengan kata lain masyarakat tersebut tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan. Dalam kegiatan penyuluhan, sosialisasi, maupun himbauan, materi yang diberikan antara lain mengenai bahaya dari kebakaran hutan; pengendalian kebakaran hutan; tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan; pencegahan teknis di lapangan berupa manajemen bahan bakar dengan menanam hijauan; bahkan simulasi teknik mencegah kebakaran. Selain itu diberikan pula tata cara memadamkan api dan cara tolong menolong jika terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan tersebut umumnya diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo secara informal, baik dari segi waktu maupun tempat penyampaian pendidikan tersebut. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan ini diberikan kepada masyarakat saat menjelang dan/atau saat musim kemarau. Pendidikan tersebut diberikan di balai desa bertepatan dengan rapat desa (biasanya tiga sampai enam bulan sekali) sehingga hanya diberikan kepada warga yang berada di balai desa saja yang kemudian akan menyampaikan ke warga lainnya; di rumah mandor dalam jangka waktu

satu sampai dua bulan sekali; di kumpul-kumpul warga seperti jemaah ta‟lim, pengajian,

dan lain-lain, yang tidak tentu waktunya; di pos jaga maupun di hutan langsung saat masyarakat sedang bekerja.

Masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan merasa bahwa mereka (masyarakat) tidak pernah diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak

mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan ini tidak mengetahui

kegiatan-kegiatan untuk mencegah kebakaran hutan lainnya seperti kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis. Hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya pendidikan pencegahan kebakaran hutan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat formal dan intensif guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Hal ini dikarenakan untuk mengubah pola perilaku masyarakat diperlukan waktu yang tidak sedikit dan bertahap.

Walaupun demikian dengan adanya metode pendidikan yang meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo menurun.

5.2.1.2. Pencegahan dengan Metode Kesadaran Hukum

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 50 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan yang diletakkan di dalam kawasan hutan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yaitu Undang-undang (Gambar 7); 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa

himbauan atau larangan langsung secara lisan seperti ”dilarang membawa api”, ”dilarang

membuat api di hutan”, ”dilarang membakar rumput”, ”dilarang membuang puntung rorok”, dan ”penyiapan lahan tanpa api” saat masyarakat akan memasuki hutan; dan 40 %

masyarakat tidak mengetahui adanya metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan kebakaran hutan.

Gambar 7 Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yang dipasang di jalan masuk menuju Gunung Panderman

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dalam bentuk papan peringatan merupakan kegiatan yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Papan-papan peringatan yang dibuat oleh pihak RPH

Oro Oro Ombo berfungsi untuk memperingati masyarakat yang hendak memasuki hutan dan atau berada di dalam hutan agar berhati-hati terhadap penggunaan api. Namun saat ini kondisi dari papan-papan peringatan tersebut memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi papan peringatannya sudah hilang. Sehingga diperlukan usaha dalam menjaga dan memelihara keberadaan papan-papan peringatan tersebut. Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

(a) (b)

Gambar 8 (a) Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan; dan (b) papan peringatan dipasang di tiap jalan masuk hutan

Metode kesadaran hukum yang digunakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo berpengaruh dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum telah mengurangi frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo. Segala peraturan dan Undang-undang yang ditetapkan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipatuhi oleh masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat mengetahui adanya sanksi jika melanggar peraturan dan Undang-undang tersebut. Adapun sanksi yang diketahui masyarakat antara lain sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, maupun sanksi hukum adat berupa denda satu pohon yang rusak diganti oleh 200 pohon dan membantu keamanan hutan.

5.2.1.3. Pencegahan dengan Metode Pendekatan secara Teknis

Bentuk kegiatan dari pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo bersama masyarakat antara lain manajemen bahan bakar berupa kegiatan pembuatan sekat bakar hijau. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, pada kenyataannya tidak melakukan kegiatan teknis di lapangan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya. Walaupun demikian, kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang sudah dilakukan berpengaruh terhadap frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo.

Pembuatan sekat bakar hijau pada umumnya dilakukan di beberapa tempat, antara lain di setiap alur yang merupakan batas antar petak; di lokasi rawan kebakaran seperti

petak 232Blok Gunung Seruk, Blok Gunung Panderman dan di lembah-lembah gunung;

dan di dalam kawasan hutan dengan memanfaatkan ruang kosong, baik di antara maupun di bawah tegakan yang ada. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api seperti Kaktus, Kirinyuh, Kaliandra, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak. Selain vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api tersebut, digunakan pula vegetasi yang dapat memberikan hasil panen kepada masyarakat seperti tanaman Singkong, dan Multi Purpose Trees Species (MPTS) seperti Alpukat dan Nangka. Di lapangan saat ini sudah tidak terdapat sekat bakar hijau yang menggunakan Kaktus, Kirinyuh, dan Kaliandra. Saat ini pihak RPH Oro Oro Ombo lebih memfokuskan penanaman sekat bakar hijau di dalam kawasan hutan dengan menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan

hutan. Pada Gambar 9 dapat dilihat sekat bakar hijau yang menggunakan tanaman Singkong, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak, yang ditanam di antara tegakan.

Hijauan Makanan Ternak yang paling banyak digunakan adalah Rumput Gajah (Gambar 10). Rumput gajah tersebut ditanam di bawah tegakan dan dalam dua sampai tiga bulan berikutnya sudah dapat dipangkas untuk dijadikan pakan ternak. Dalam kerjasama ini, areal hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk menanam Hijauan Makanan Ternak dikenakan pajak lahan sebesar Rp. 35.000 per patok Rumput Gajah yang ditanam dan masyarakat yang menanam Rumput Gajah diminta untuk ikut menangangi kebakaran saat terjadi kebakaran hutan. Selain itu, masyarakat pun membabat rumput yang berada di bawah tegakan yang pelaksanaannya bersamaan dengan waktu pemanenan Hijauan Makanan Ternak. Hal tersebut membantu dalam mengurangi jumlah bahan bakar di lantai hutan.

Gambar 10 Sekat bakar hijau berupa Rumput Gajah yang ditanam di bawah tegakan Pinus

5.2.2. Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo dilakukan bersama-sama oleh petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani. Masyarakat merupakan subyek yang paling sering berinteraksi dengan hutan sehingga masyarakat dapat berperan dalam deteksi dan pemadaman dini kebakaran hutan yang terjadi. Masyarakat yang ikut dalam memadamkan kebakaran hutan bisa mencapai 10 hingga 60 orang. Saat terjadi kebakaran hutan, sebagian masyarakat akan melapor dan menunggu perintah dari mandor, dan sebagian masyarakat lainnya akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran bersama RPH Oro Oro Ombo. Belum ada kegiatan pra- pemadaman seperti pelatihan pemadaman kebakaran hutan untuk masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui dan belajar cara memadamkan kebakaran hutan secara langsung sewaktu ada kebakaran hutan. Sebelum memadamkan kebakaran tersebut, Petugas RPH

Oro Oro Ombo melakukan simulasi (pencotohan) langsung di hutan tentang cara memadamkan api. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pra-pemadaman untuk mengantisipasi kejadian kebakaran hutan, dimana di dalamnya diberitahukan cara memadamkan kebakaran hutan yang pelaksanaannya sesuai dengan Departemen Kehutanan.

Upaya pertama yang dilakukan masyarakat dalam memadamkan kebakaran hutan yaitu membuat ilaran dengan lebar lima hingga sepuluh meter guna mencegah meluasnya areal yang terbakar. Upaya selanjutnya yaitu memadamkan api. Dalam memadamkan api masyarakat cenderung melakukannya dengan metode pemadaman api secara langsung, antara lain menggunakan tanah dan kepyok (bahasa daerah setempat). Pemadaman api secara langsung dengan menimbun api menggunakan tanah dirasakan lebih mudah dibandingkan memadamkan api menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat pemukul api. Kepyok biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Kepyok yang digunakan bukanlah alat yang terbuat dari kayu atau bambu berkepala karung goni, melainkan ranting-ranting yang masih basah dengan panjang sekitar 1,5 - 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar sekitar areal kebakaran, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

(a) (b)

Gambar 11 (a) Kepyok yang digunakan dalam memadamkan api; dan (b) contoh ranting yang digunakan merupakan ranting yang masih segar

Untuk mempermudah dalam memadamkan kebakaran hutan, diperlukan alat dan fasilitas yang memadai baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Adapun alat penunjang yang biasa digunakan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain cangkul

yang digunakan untuk membuat ilaran dan menggali tanah (Gambar 12a); golok dan sabit yang juga digunakan untuk membuat ilaran (Gambar 12b); sepatu boots; dan alat

komunikasi berupa handphone bagi yang memiliki. Kesemua alat tersebut merupakan

milik pribadi masyarakat. Sejauh ini pihak RPH Oro Oro Ombo tidak menyediakan alat penunjang dalam memadamkan kebakaran hutan, namun pihak RPH Oro Oro Ombo

Dokumen terkait