• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

3. Pengendalian Persediaan

a. Definisi Pengendalian Persediaan

Pengendalian adalah suatu proses pemantauan prestasi dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang diharapkan. Sedangkan proses pengendalian manajemen adalah proses dimana manajer pada seluruh tingkatan memastikan bahwa orang-orang yang mereka awasi mengimplementasikan strategi yang dimaksud (Pasrizal, 2015:164). Menurut Herjanto (2015: 237) mengatakan bahwa pengendaliaan persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan pabrik, tergantung volume produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya.

Menurut Kasmir (2010: 270) berkaitan dengan pengendalian persediaan jangan sampai terjadi kekurangan atau kelebihan, maka perlu dilakukan :

1) Merencanakan secara matang persediaan yang akan datang, dimana hal ini berkaitan erat dengan produksi, harga dan prediksi jumlah penjualan.

2) Melakukan pengelolaan keluar masuknya persediaan sehingga, tidak terjadi keterlambatan atau kerusakan.

3) Mengawasi terhadap keluar masuknya persediaan, aman yang keluar terlebih dahulu dan mana yang perlu dimasukkan.

4) Mengantisipasi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan yang mendadak, akibat lonjakan permintaan atau sebaliknya terjadi penurunan penjualan atau produksi dengan berbagai sebab.

Menurut Hary (2013:155) dalam pengendalian persediaan sangat diperlukan pengendalian internal atas persediaan, yaitu ada dua tujuan utama dari diterapkannya pengendalian internal tersebut, yaitu mengamankan atau mencegah persediaan dari tindakan pencurian, penyelewengan, penyalahgunaan, dan kerusakan serta menjamin keakuratan penyajian persediaan dalam laporan keuangan. Di dalamnya, termasuk pengendalian atas keabsahan transaksi pembelian dan penjualan barang dagang.

b. Tujuan Pengendalian Persediaan

Tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memisahkan operasi-operasi perusahaan, yakni membuat setiap fungsi bisnis independen dari fungsi lainnya, sehingga penundaan atau penghentian pada satu bidang tidak mempengaruhi produksi dan penjualan produk jadi (Keown dkk, 2010: 312).

Menurut Setia Mulyawan (2015:226) tujuan pengawasan persediaan meliputi :

1) Menjaga agar perusahaan tidak kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2) Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat pemesanan menjadi lebih besar.

Tujuan umum kebijakan persediaan adalah meminimalkan biaya (cost minimization). Tantangan utama atau kendala utama kebijakan

23

persediaan adalah tingkat kepuasan pelanggan. Lebih detail lagi tujuan kebijakan persediaan adalah:

1. Memaksimalkan pelayanan pelanggan (dalam rangka memaksimalkan customer satisfaction)

2. Meniminalkan investasi dalam bentuk persediaan.

3. Memaksimalkan efisiensi (yang berarti meminimalkan biaya seoptimal mungkin).

4. Memaksimalkan laba.

5. Meraih tingkat pengembalian investasi tertinggi.

6. Memanfaatkan persediaan untuk mengoptimalkan keunggulan strategik (Witjaksono, 2013:188) .

Dari keterangan di atas dapatlah dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

c. Economic Order Quantity (EOQ)

Merupakan pendekatan terbaik yang secara eksplisit menghitungcara menentukan tingkat persediaan optimal, yaitu berapa kuantitas persediaan yang akan dipesan dengan harga yang minimum (Ambarwati, 2010: 144).

EOQ merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kalipesan dengan biaya yang paling rendah. Artinya setiap kali memesanbahan mentah perusahaan dapat menghemat biaya yang akan dikeluarkan. Tujuan Economic Order Quantity adalah agar kuantitas sediaandipesan baik dan total biaya sediaan dapat diminimumkan sepanjang periode perencanaan produksi (Kasmir, 2010: 274).

Model EOQ memakai asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan

b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu)

c. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instanneously) atau tingkat produksi (productionrate) barang yang dipesan berlimpah (tak hingga)

d. Waktu acang-ancang (leadtime) bersifat konstan

e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan

f. Tidak ada pesanan ulang (backorder) karena kehabisan persediaan (shortage)

g. Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak (quantity

discount).

Menurut Syamsuddin (2013: 294) penerapan model EOQ ini didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:

a. Jumlah total kebutuhan bahan per tahun sudah diketahui dengan pasti b. Pesanan barang yang dilakukan oleh perusahaan dapat segera

dipenuhi oleh supplier sehingga tidak terdapat tenggang waktu atau

lead time antara saat pemesanan dan penerimaan barang. Dengan

demikian, setelah diadakan pembagian biaya ke dalam kelompok seperti biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan maka total biaya dalam model EOQ adalah merupakan penjumlahan antara biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan

c. Biaya pemesanan atau cost of reordering (Cr) adalah konstan sepanjang tahun. Misalnya diketahui biaya untuk setiap kali pemesanan atau cost of ordering (Co) adalah Rp 500,00 maka untuk 12 kali pemesanan biayanya adalah:

Cr = 12 x Co

Cr = 12 x Rp 500,00 = Rp 6.000,00

d. Biaya pemeliharaan per tahun atau Co merupakan persentase yang tetap (i) dari nilai rata-rata persediaan, dan nilai rata-rata persediaan adalah merupakan hasil perkalian antara kuantitas dalam setiap kali

25

pemesanan (Q) dengan harga per unit dari produksi yang dibeli (Cu) dibagi dengan (2)

e. Supplier tidak memberikan potongan tunai kepada pembeli, jadi harga untuk setiap unit barang yang dibeli adalah sama tanpa memandang kuantitas barang yang dibeli dalam setiap kali pemesanan. Apabila asumsi ini dihilangkan maka perusahaan harus menentukan berapa penghematan-penghematan yang dapat diperoleh dengan adanya potongan yang ditawarkan dan apakah penghematan tersebut cukup besar untuk menutup bertambahnya biaya pemeliharaan atau Co

f. Jumlah pemakaian bahan per bulan atau setiap periode adalah tetap. Misalnya diketahui kebutuhan per tahun adalah sebesar 9.000 unit maka kebutuhan per bulannya adalah sebesar 750 unit. Dengan perkataan lain jumlah pemakaian adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh musim.

Menurut Sudana (2015: 265) model EOQ dapat dioperasionalkan dengan asumsi sebagai berikut:

a. Jumlah penjualan atau kebutuhan persediaan dalam satu periode dapat diketahui dengan pasti

b. Biaya penyimpanan per unit per periode tetap c. Biaya pemesanan untuk setiap kali pesan tetap

d. Harga per satuan barang tetap berapa pun jumlah yang dipesan e. Barang yang dipesan datang pada saat yang sama sekaligus f. Barang yang dibutuhkan harus selalu tersedia di pasar

Berdasarkan yang telah dikemukakan parah ahli di atas dapat disimpulkan bahwa asumsi-asumsi tersebut seperti jumlah kebutuhan satu periode harus diketahui, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per periode adalah tetap, harga satuan tetap dan barang harus selalu ada di pasar atau pada supplier.

Dari asumsi-asumsi di atas, model ini mungkin diaplikasikan baikpada sistem manufaktur seperti penentuan persediaan bahan baku danpada sistem non manufaktur seperti pada penentuan jumlah bola lampupada suatu bangunan; penggunaan perlengkapan habis pakai (office supplies) seperti kertas, buku nota dan pensil; konsumsi bahan-bahan makanan seperti beras, jagung dan lain-lain (Kusmindari, dkk, 2019: 111-112).

Model EOQ mempertimbangkan baik biaya-biaya operasi maupun biaya-biaya finansial serta menentukan kuantitas pemesanan yang akan meminimunkan biaya-biaya persediaan secara keseluruhan. Dengan demikian, model EOQ ini tidak hanya menentukan jumlah pemesanan yang optilmal tetapi yang lebih lagi adalah yang menyangkut aspek finansial dari keputusan-keputusan tentang kuantitas pemesanan tersebut (Syamsuddin, 2013: 294). Model EOQ (economic order

quantity) merupakan pendekatan terbaik yang secara eksplisit

menghitung cara menentukan tingkat persediaan optimal, yaitu berapa kuantitas persediaan yang akan dipesan dengan biaya yang minimun (Ambarwati, 2010: 144).

Ada dua jenis biaya yang diperhitungkan dalam penggunaan EOQyaitu biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan atau penyimpanan barang. Baik biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan yang diperhitungkan disini hanya biaya yang bersifat variabel saja, artinya biaya-biaya yang berubah sesuai dengan perubahan kuantitas barang yang dipesan, sedangkan biaya yang bersifat tetap (tidak berubah sesuai dengan kuantitas pemesanan) tidak akan mempengaruhi atau tidak relevan dalam pengambilan keputusan untuk dua atau lebih alternatif (Syamsuddin, 2013: 294).

Hal-hal yang berkaitan dengan EOQ dan sangat perlu untuk diperhatikan adalah masalah klasifikasi biaya. Pentingnya klasifikasi biaya akan memudahkan kita dalam melakukan analisis, sehingga hasil

27

yang akan diperoleh dapat diakui kebenarannya. Secara umum klasifikasi biaya yang akan dilakukan adalah sebagaiberikut:

a. Biaya angkut/penyimpanan atau Carrying Cost (CC). b. Biaya pemesanan atau Ordering Cost (OC).

c. Biaya total atau Total Cost (TC) (Kasmir, 2010: 274).

Seperti tujuan semula untuk mencari nilai Q atau kuantitas persediaan yang dapat meminimumkan biaya sehingga harus mencari

totalcost untuk tingkat Q. Secara matematis untuk menentukan kuantitas

pemesanan kembali persediaan adalah dengan menggunakan model

Economical Order Quantity (EOQ). Secara matematis dapat dirumuskan

sebagai berikut: √ ( ) ( ) Atau √ ( ) ( ) ( ) ( ) Keterangan:

S = kebutuhan persediaan selama satu periode F = biaya pemesanan per pesanan (OC) CC/u = biaya simpan per unit (dalam rupiah) CC = biaya penyimpanan

P = harga beli per unit untuk persediaan (Ambarwati, 2010: 146) Biaya-biaya yang akan digunakan dalam model EOQ yaitu terdiri dari: 1) Carrying cost(CC) atau biaya penyimpanan, yaitu biaya ini

proporsional dengan tingkat persediaan. Biaya penyimpanan = x CC

Keterangan:

CC = Biaya penyimpanan

2) Ordering cost (OC = F), setiap kali perusahaan melakukan pemesanan maka terdapat biaya terkait yaitu biaya pesan. Biaya pemesanan = x OC

Keterangan:

S = Jumlah permintaan dalam periode perencanaan OC/F = Biaya pemesanan

3) Totalcost (TC), adalah total biaya persediaan.

Totalcost = Biaya penyimpanan + Biaya Pemeliharaan

=

(

x CC

)

+

(

x OC

)

( ) ( ) Keterangan:

EOQ = Ukuran order persediaan dalam unit

S = Jumlah permintaan dalam periode perencanaan F/OC = Biaya pemesanan

CC = Biaya penyimpanan (Ambarwati, 2010: 144-145).

Menurut Ambarwati (2010: 147) ada tambahan untuk model EOQ ini, yaitu perusahaan biasanya menjadikan persediaan yang ada mendekati nol dan kemudian melakukan pemesanan kembali (reorder). Pada kenyataannya, perusahaan akan berusaha melakukan pemesanan kembali sebelum persediaan benar-benar habis atau pada titik nol, dengan dua alasan yaitu:

1) Jika perusahaan memiliki paling tidak sedikit saja persediaan makaperusahaan dapat meminimumkan risiko kehabisan persediaan (stockout) yang dapat nerugikan bagian penjualan dan juga

29

pelanggan. Karena produksi otomatis terhambat dengan tidak adanya sama sekali persediaan.

2) Ketika perusahaan melakukan pemesanan kembali akan ada waktu tenggang (lead time) sampai persediaan yang dipesan tersebut datang. Berkaitan dengan ini maka perlu kiranya dibahas mengenai safety

stock dan reorder point.

Dokumen terkait