• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Auditing

Perusahaan yang go public atau yang dimiliki oleh publik, diharuskan oleh BAPEPAM untuk diperiksa laporan keuangannya oleh independen yang kompeten. Pemeriksaan atas laporan keuangan ini dikenal dengan istilah auditing.

Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:4) adalah sebagai berikut:

Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Sedangkan menurut Boynton dan Johnson (2006:6), definisi audit yang berasal dari The Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai berikut:

19

A Systematic process of objectively obtaining and evaluating regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users”.

Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan

hasilnya kepada para pemakaian yang berkepentingan”.

Menurut Soekrisno agoes (2004: 3), yaitu :

“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan

sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah di susun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran

laporan keuangan tersebut”.

Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu di bahas lebih lanjut, yaitu:

a. Yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya. Laporan keuanagn harus di periksa terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Catatan- catatan pembukuan terdiri dari buku harian (Buku kas/Bank, buku penjualan, buku pembelian, buku serba – serbi), buku besar, sub buku besar (piutang usaha, aktiva tetap, kartu persediaan).

20

b. Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis. Agar pemeriksaan dapat dilakukan secara kritis, pemeriksaan tersebut harus dipimpin oleh seorang yang mempunyai gelar akuntan (registered accountant) dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik dari menteri keuangan. Sedangkan agar pemeriksaan dapat dilakukan secara sistematis, akuntan publik harus merencanakan pemeriksaannya sebelum proses pemeriksaan dimulai, dengan membuat apa yang disebut Audit Plan (rencana pemeriksaan).

c. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik. Akuntan publik harus independen, dalam arti, sebagai pihak di luar perusahaan yang di periksa tidak mempunyai kepentingan tertentu di dalam perusahaan tersebut.

1.Jenis-jenis audit

Ada 3 macam jenis audit menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2008), yaitu:

a. Audit Operasional merupakan evaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi.

b. Audit Ketaatan bertujuan untuk menentukan apakah pihak yang di audit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang di tetapkan oleh otorisasi yang lebih tinggi.

21

c. Audit Laporan Keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diversifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu.

Tujuan dari pemeriksaan akuntansi adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Laporan keuangan yang wajar adalah yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, diterapkan secara konsisten dan tidak mengandung kesalahan yang material (besar atau signifikan).

2.Tujuan Audit Atas Laporan Keuangan

Auditor mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan untuk menentukan ke efektifan pengendalian internal, sesudah itu baru menerbitkan laporan audit yang tepat. Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut (Ida Suraida, 2005) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sementara tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat (opini) apakah laporan keuangan telah secara wajar disajikan sesuai dengan SAK. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, ini berarti bahwa audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen, dalam hal ini yaitu akuntan publik, sehingga dengan

22

demikian profesi kepercayaan masyarakat, untuk itu akuntan publik dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

3. Tanggung Jawab Auditor SAS 1 (AU 110) menyatakan :

“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

guna memperoleh kepastian yang layak tentang apakah ia disebabakan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak bahwa salah saji, apakah yang di sebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material bagi laporan keuangan dapat dideteksi”.

Setiap anggota profesi akuntan publik betanggung jawab untuk : a. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi. b. Menjaga kepercayaan publik terhadap profesi.

c. Mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk menentukan kualitas jasa yang diberikan profesi.

B.Profesionalisme

Seorang akuntan publik, dalam perannya sebagai auditor, akan memberikan jasa atestasi mengenai kewajaran dari laporan keuangan sebuah entitas. Dalam menyediakan informasi yang andal, seorang auditor dituntut untuk bersikap profesional dalam menjalankan profesinya tersebut.

Profesional adalah tingkat penguasaaan dan pelaksanaan terhadap knowledge, skill, and character. Seorang yang professional akan mempunyai tingkat tertentu pada ketiga bagian tersebut Bedard (1994) dalam Siti Maria Wardayati (2005). Arrunada (2000) dalam Siti Maria Wardayati (2005) mendefinisikan bahwa

23

profesional merupakan perilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, dirinya sendiri, peraturan, undang-undang yang berlaku dan masyarakat.

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam Arief Himawan DN (2004). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya.

Profesional bagi akuntan publik adalah perilaku bertanggung jawab seorang eksternal auditor atau independen auditor terhadap profesinya, peraturan, undang-undang, klien dan masyarakat termasuk para pemakai laporan keuangan

Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimpletasikan praktik bisnis yang yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi. Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam Arief Himawan DN (2004), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pilihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

24

Konsep profesionalisme yang pertama kali diungkapkan oleh Hall R (1968) dalam Syahrir (2002:7) banyak digunakan sebagai acuan oleh para peneliti lainnya. Ada lima dimensi profesionalisme Hall tersebut yang diungkapkan sebagai berikut :

a. Pengabdian pada profesi (dedication) yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material. b. Kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan tentang pentingnya

peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu, membuat keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak lain.

d. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

25

e. Hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation) berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk organisasi formal dan kelompok kolega-kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para professional membangun kesadaran profesinya.

Seorang auditor profesional harus mempunyai pengalaman yang cukup tentang tugas dan tanggung jawabnya. Pengalaman auditor akan menjadi pertimbangan yang baik dalam pengambilan keputusan oleh auditor pada saat menjalankan tugasnya (Libby dan Frederick, 1990) dalam Siti Maria Wardayati (2005). Colbert (1989) dalam Siti Maria Wardayati (2005) mengungkapkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan judgment yang memiliki tingkat kekeliruan lebih tinggi di bandingkan dengan auditor yang berpengalaman.

Dari sejumlah pengertian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme auditor adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan terhadap

knowledge, skill, character yang ditunjukkan auditor dalam menjalankan profesinya sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Auditor yang profesional dapat bertanggung jawab terhadap profesinya dan akan selalu independen dalam setiap penugasan.

Dokumen terkait