• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Etika Profesi

Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam

26

masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang tidak ada tidak dapat dijadikan undang-undang peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

Alasan diperlukannya etika bagi kehidupan profesional adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi. Begitu pula dengan seorang auditor yang harus memenuhi etika profesinya sehingga ia dapat memberikan kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu yang telah dilakukannya khususnya bagi para pengguna laporan keuangan.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ponemon (1988) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2005) menyatakan bahwa pertimbangan etika merupakan suatu hal yang krusial bagi status profesionalisme akuntansi yang dipercayai banyak pihak

sebagai “batu penjuru” dalam praktik akuntan publik. Organisasi profesi menyediakan suatu pedoman bagi para akuntan melalui strandar profesional agar dapat membantu dalam menghadapi suatu dilema etis.

Terdapat perbedaan antara profesi akuntan publik dengan profesional lainnya. Jika profesional memiliki tanggung jawab utama untuk membela kliennya maka kantor akuntan publik walaupun dibayar oleh kliennya namun pertanggung jawabannya bukanlah terhadap klien yang telah membayarnya tersebut melainkan

27

bertanggung jawab terhadap masyarakat, para pemegang saham, serta pihak lainnya yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik.

Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian (Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia S., 2008) adalah: 1) kepribadian yang terdiri dari locus of control external dan locus of control internal, 2) kesadaran etis dan 3) kepedulian pada etika profesi, yaitu kepedulian pada kode etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai akuntan publik, bekerja dilingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Untuk tujuan itu terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu: kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan. Prinsip Etika Profesi dalam kode etik IAI adalah sebagai berikut: 1) Tanggung jawab professional 2) Kepentingan publik 3) Integritas 4) Objektivitas 5) Kompetensi dan kehati-hatian professional 6) Kerahasiaan 7) Perilaku professional 8) Standar teknis, harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang telah ditetapkan.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah suatu karakteristik profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan-aturan khusus itu dimaksudkan untuk dipatuhi oleh akuntan publik atau profesional atau ahli dalam bidangnya agar tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum.

28

D.Keahlian

Seorang akuntan publik dalam melaksanakan tugasnya dituntut mempunyai keahlian yang memadai. Hal ini disebabkan hasil dari pekerjaannya akan dipergunakan oleh pihak yang lain yang berkepentingan terhadap kewajaran laporan keuangan auditan.

Standar auditing seksi 210 paragraf 01 dalam Arief Himawan DN (2004) menyatakan audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Penegasan ini menunjukkan bahwa betapapun kemampuan seseorang dalam bidang lain termasuk bidang bisnis, keuangan atau akuntansi, apabila tidak dapat memenuhi persyaratan sesuai standar auditing, pendidikan serta pengalaman dalam bidang auditing, ia tidak dapat melakukan audit laporan keuangan klien.

Hayes Roth, dkk(1983) dalam Arief Himawan DN (2004) mendefinisikan keahlian sebagai berikut:

”Keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebutdan keterampilan untuk

memecahkan permasalahan tersebut”.

Pengertian keahlian semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari pengertian ahli lainnya. Bedard (1989) dalm Arief Himawan DN (2004) mendefiniisikan keahlian seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditujukkan dalam pengalaman audit. Beberapa ahli selanjutnya memberikan masukan terhadap unsur yang lain dalam keahlian audit, yaitu kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience)

29

dalam definisi keahlian dalam penelitian mereka (libby dan luft, 1993; libby and tan, 1994; libby, 1995) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002).

Dalam penelitian yang lain, Gibbons and Racroque (1990) dalam Arir Himawan DN (2004) menyatakan terdapat lima model umum atas keahlian auditor, yaitu person tasks, the social dan interpersonal setting, environmental incentives, constrains, practicalities, and judgment process. Abdol mohammadi dan Shanteu (1992) dalam Arief Himawan DN (2004) memberikan suatu kerangka keahlian seorang auditor dalam lima kategori, yaitu:

1. Komponen pengetahuan

Komponen pengetahuan merupakan komponen penting dalam keahlian yang meliputi fakta-fakta, prosedur-prosedur, dan pengalaman. Pengalaman ini akan memberikan suatu hasil pengetahuan dalam auditing. 2. Ciri-ciri psikologi

Komponen ini merupakan self presentation image attributes of experts, yaitu kemampuan dalam berkomunikasi, kreativitas, bekerja sama dengan orang lain, dan kepercayaan kepada keahlian.

3. Kemampuan berpikir

Kemampuan ini merupakan keahlian dalam mengumpulkan dan mengolah informasi seperti kemampuan beradaptasi pada situasi yang baru, perhatian terhadap fakta yang relevan dan kemampuan untuk mengabaikan fakta yang tidak relevan untuk menghindari tekanan.

30 4. Strategi penentuan keputusan

Komponen strategi penentuan keputusan baik formal atau informal akan membantu dalam keputusan yang sistematis untuk mengatasi keterbatasan manusia. Akuntan publik sangat berkepentingan dalam pengembangan strategi penentuan keputusan dalam pengambilan keputusan.

5. Analisis tugas

Analisis tugas sangat dipengaruhi oleh pengalaman audit sebelumnya yang akan mempengaruhi keputusan selanjutnya.

Literatur psikologi menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik dan lama pengalaman kerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan keahlian (ashton, 1991) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002). Pendapat ini didukung oleh Mc Daniel et al. (1998) yang memberikan bukti empiris bahwa hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu penelitian yang dilakukan banner (1990) dalam Arief Himawan DN (2004) menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan resiko analitis.

Oleh karena itu, keahlian auditor sangat erat kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan yang dimiliki oleh auditor yang berpengalaman memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan dengan auditor

31

yang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dengan kurang pengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai beberapa hal. Dia akan mempunyai semakin banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang kompleks. Analisis audit yang kompleks membutuhkan spektrum yang luas mengenai keahlian, pengalaman, dan pengetahuan.

E.Pengalaman

Penelitian yang dilakukan Hamilton dan wright (1982) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002) menggunakan konsensus dan kestabilan keputusan sebagai salah satu bentuk kerja auditor. Tipe tugas evaluasi yang dilakukan auditor relatif sama berulang-ulang, sehingga keputusan yang diambil relative sama pula stabil. Sehingga peningkatan kestabilan ini akan berhubungan dengan peningkatan pengalaman.

Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Marinus, Wray (1997) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas (job).

32

Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Lebih jauh Kolodner (1983) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) dalam risetnya menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Namun dilain pihak beberapa riset menunjukkan kegagalan temuan tersebut (seperti Ashton, 1991; Blocher et al.1993) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006), hal ini karena menurut Ashton (1991) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) sering sekali dalam keputusan akuntansi dan audit memiliki sedikit waktu untuk dapat belajar.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan bersikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ananing, 2006:13).

Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick (1990) dalam Suraida (2005:5) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit dan auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi

33

penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan itu berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.

Menurut Butts (1998) dalam Herliansyah (2006), mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgment lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Hali ini dipertegas oleh Haynes (1998) dalam Herliansyah (2006) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Pengalaman juga membantu akuntan publik dalam mengambil setiap langkah dan prosedur disetiap penugasannya. Menurut Jeffrey (1992) dalam Herliansyah et al (2006), bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa.

Hayes Roth (1975), Hutchinson (1983), Murphy dan Wright (1984) dalam Tubbs (1992) memberikan bukti empiris bahwa seseorang yang lebih berpengalaman pada bidang substantiv, maka orang tersebut mempunyai lebih banyak item yang disimpan dalam memorinya. Sehingga akan lebih mudah baginya untuk membedakan item-item menjadi beberapa kategori Weber (1983) dalam Tubbs (1982) menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaan semakin akurat dan lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit. Sehingga semakin banyak pengalaman yang

34

dimiliki, semakin banyak kesalahan yang dapat ditemukan oleh auditor. Beberapa penelitian sebelumnya yang mempelajari mengenai pengaruh pengalaman dalam bukti audit tetapi menunjukkan hasil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas (Bonner, 1990; Abdol Mohammadi dan Wright, 1987) seperti yang dinyatakan oleh Frederick dan Libby (1990) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002) bahwa penelitian mengenai dampak pengalaman pada pembuatan keputusan audit mempunyai hasil yang berbeda-beda. Perbedaan timbul karena beberapa penelitian tidak mempertimbangkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas eksperimental ketika pengetahuan tersebut dibutuhkan dan cara penggunaan pengetahuan tersebut untuk menyelesaikan tugas. Menurut Noviyani dan Bandi (2002) dalam Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia S. (2008) pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang dalam pertimbangan tingkat materialitas. Pengalaman membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan. Pengalaman juga membantu auditor dalam mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap langkah yang diambil dalam setiap penugasan.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman audit adalah banyaknya penugasan audit dari segi waktu maupun pekerjaan audit yang pernah ditangani. Sehingga auditor yang berpengalaman dapat membuat judgment yang lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang auditor yang belum berpengalaman. Serta, pengalaman audit yang dimiliki auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

35

F. Pengetahuan

Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya, serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.

Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani dan Bandi 2002) dalam Arleen Herawaty dan Yulius S. (2008). Seseorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.

Kegagalan dalam mendeteksi kekeliruan yang material akan mempengaruhi kesimpulan dari pengguna laporan keuangan faktor utama yang membedakan antara kesalahan dengan kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya yang berakibat terjadinya salah saji (misstatement) dalam laporan keuangan untuk membedakan salah saji tersebut disengaja atau tidak disengaja, dalam praktiknya

36

sangat sulit untuk dibuktikan, terutama yang berkaitan dengan estimasi akuntansi dan penerapan prinsip akuntansi (Erick, 2005).

Pengetahuan auditor tentang pendeteksian kekeliruan semakin berkembang karena pengalaman kerja. Semakin tinggi pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan auditor yang diperoleh dari pelatihan formal maupun pengalaman khusus dan juga dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilkinya kan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai akan tugasnya.

Dokumen terkait