• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Dakwah

Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau

masdar. Kata kerjanya adalah da’a, yang mempunyai arti memanggil, menyeru, atau mengajak. Setiap gerakan yang bersifat menyeru, atau mengajak, dan memanggil orang untuk beriman dan taat pada perintah Allah SWT. Sesuai garis kaidah, syariat, dan akhlak islamiyah.1

Dakwah ditnjau dari segi etimologi atau asal kata, dakwah memiliki makna yang bermacam-macam yang diantaranya:

1. An-Nida artinya memanggil

2. Menyeru atau mendorong kepada sesuatu 3. Menegaskan atau Membelanya

4. Suatu usaha atau perkataan untuk menarik manusia kesuatu aliran atau agama

5. Memohon dsn meminta yang sering disebut do’a.

Ditinjau dari segi epistemologi dakwah berarti dakwatan

panggilan, seruan, atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa

1

Ensiklopedi Islam (Jakarta:Ichtiar Can Hoeve, 1999),h.280

arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah

da’a – yad’uyang berarti memanggil, menyeru atau mengajak.2

Ditinjau dari segi termenologi, dakwah memiliki definisi-definisi seperti:

Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, mendefinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik (dari yang awalnya berprilaku buruk sampai kepada arah yang lebih baik) dan sempurna. Baik kepada pribadi maupun kepada masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.3

Menurut Muhammad Natsir, dalam tulisannya yang berjudul “fungsi dakwah dalam rangka perjuangan mendefinisikan pengertian dakwah sebagai berikut:

Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang konsep Islam, pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amal ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai media dan cara yang diperbolehkan dan membimbing pengalaman dalam peri kehidupan perseorangan, peri kehidupan berumah tangga (usrah), peri kemasyarakatan dan peri kehidupan bernegara.4

2

Abd. Rasyid Shaleh,Manajemen dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986) Cet. Ke-2 h. 7

3

Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Mizan 1998) cet ke-17 h. 194

4

15

Sayyid Quthub sebagaimana dikutip A. Ilyas Ismail,

mendefinisikan dakwah sebagai usaha orang beriman untuk mewujudkan sistem ajaran Islam dalam realitas kehidupan atau usaha orang beriman untuk mengokohkan sistem Allah dalam kehidupan manusia, baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, dan umat demi kebahagiaan dunia dan akhirat.5

Didin Hafiduddin, kini Ketua Badan Amil Zakat Nasional, mengatakan dakwah dalam pengertian integralistik merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk jalan Allah Swt dan secara bertahap menuju kehidupan Islami.6

Sementara itu, menurut Fawwaz bin Hulayil dakwah adalah mengajak manusia kepada Allah swt. Hal ini dapat bermakna menghimbau

manusia untuk melaksanakan apa yang Allah pertintahkan dan

meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Hal ini mencakup pula:

memerintahkan mereka kepada semua kebaikan, dan melarang mereka dari semua kejahatan.7

B. Unsur-unsur Dakwah a. Subjek Dakwah

5

A. Ilyas Ismail,Paradigma Dakwah Sayyid Quthub,h. 147. 6

Didin Hafiduddin,Dawah Aktual,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 77. 7

Fawwaz bin Hulayil bin Rabah As Suhaimi,Manhaj Dakwah Salafiyah,(Yogjakarta: Pustaka Al Haura, 2003), h. 52.

Subjek dakwah adalah orang-orang yang melakukan dakwah, yaitu orang-orang yang berusaha mengubah stuasi sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT, baik secara inividu maupun kelompok (organsasi) sekaligus sebgai pemberi informasi dan pembawa misi atau lebih jelas disebut da’i.8

Nasarudin Lathief mandefiniskan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok. Ahli

dakwah adalah wa’ad, muballigh mustama’in (guru penerang) yang

menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.9 Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah swt, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi terhadap problem yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.10

Da’i merupakan salah satu unsur penting dalam proses dakwah. Sebagai pelaku sebagai pengerak kegiatan dakwah, da’i juga menjadi salah satu faktor penetu keberhasilan atau kegagalan dakwah. Pada dasarnya da’i adalah penyeru ke jalan Allah, pengibar panji-panji Islam, dan

8

M. Hanif Asrof,Pemahaman dan Pengalaman dakwah(Surabaya: Al-Ikhlas,1993) Cet Ke-1 h. 179

9

Nasarudin Lathief,Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: PT. Firma Dara, tt), h. 11.

10

Mustafa Malaikah,Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardawi: Harmoni Antara Kelembutan dan Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), h. 18

17

pejuang (mujahid) yang mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realita kehidupan umat manusia.11

Sebagai penyeru ke jalan Allah, da’i harus mempunyai pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga da’i dapat menjelskan ajaran Islam kepada masyarakat dengan baik dan benar. Da’i juga harus mempunyai semangat dan ghirah keislaman yang tinggi yang menyebabkan da’i setiap saat dapat menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah dari kejahatan, meskipun untuk hal itu seorang da’i harus menghadapi tantangan dan cobaan yang benar.12

Karena pentingnya fungsi da’i ini, maka banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits yang memberikan sifat-sifat dan etika yang harus dimiliki da’i. Quraish Shihab menambahkan bahwa dari masing-masing wahyau pertama Al-Qur’an telah terlihat dengan jelas prinsip-prinsip yang digariskan Al-Qur’an bagi manusia pelaku dakwah, yaitu:

a. Da’i harus selalu membaca yang tertulis dan tertulis segala hal yang berhubungan dengan masyarakatnya agar dakwahnya selalu segar dan menyentuh, sesuai dengan ayat yang pertama kali turun.

b. Da’i harus sap mental menghadapi situasi yang akan dialaminya

11

Ismail,Paradigma Dakwah Syyid Quthub(Jakarta : Pena Madani, 2006) cet ke- 1 h. 311

12

c. Da’i harus memiliki sikap mental yang terpuji, sadar akan imbalan yang akan di dambakan dari upaya dakwah sesuai dengan surah Al-Mudatsir.13

b. Objek Dakwah

Oleh karena sasarana dakwah ini bermacam-macam, baik dari segi usia psikologi serta yang lebih penting dari segi tingkat pengetahuan sang mad’u yang sangat mempengaruhi dalam menagkap isi pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i tersebut. Maka hendaklah seorang da’i harus mampu mengusasi siapa yang akan menjadi sasaran dakwahnya dari segi aspek kehidupan secara utuh dari keseluruhan, baik sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, maupun sebagai makhluk yang memiliki hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesame makhluk lainnya.

Sesungguhnya seorang da’i membutuhkan pemahaman yang benar terhadap dakwah, metode yang baik dalam menyampaikan dan sungguh-sungguh dalam mentarbiyahkan para pengikutnya. Kegagalan salah satu dari ketiga hal tersebut akan mendatangkan bahaya besar bagi amal islami secara keseluruhan.14Oleh karena itu seorang da’i harus mendekati mad’u benar-benar dari titik taraf pemahaman mad’u, bukan dari titik pemahaman sang da’i.

13

Quraish Shihab,Dakwah Dalam Al-Qur’an As-Sunnah(Jakarta: 1992) h. 3 14

19

Dalam buku yang di tulis dalam Basrah Lubih juga di jelaskan, yang di maksud dengan mad’u adalah orang-orang yang menerima pesan dari da’i dan ini biasanya kita kenal dengan sebutan ojek dakwah (dalam

Bahasa Arab disebut mad’u). Dikatakan pula objek dakwah

diklasifikasikan menurut:

1. Bentuk Masyarakat, bantuk ini dapat kita bagi menjadi berdasarkan letak geografis seperti masyarakat kota, desa dan primitif.

2. Aqidah, dalam kaca mata aqidah manusia tebagi muslim dan non muslim

3. Status Sosial, pada dasarnya statifikasi sosial ini terbagi pada pejabat, rakyat jelata, kaya dan miskin.15

Da’i yang tidak memiliki kemampuan yang cukup tentang masyarakat yang akan menjadi mitra dakahnya adalah calon-calon da’i yang mengalami kegagalan dakwahnya jika hal diatas telah dikuasai, maka da’i hanya menunggu hasil dari semuanya.

c. Materi Dakwah

Sedangkan menurut M. Munir dan Wahyu Illahi dalam bukunya Manajemen Dakwah membagi materi dakwah menjadi empat bagian, yaitu: akidah, syariah, mu’amalah, dan akhlak.16

15

1) Masalah Akidah (Keimanan)

Aspek akidah ini yang membentuk moral (akhlak) manusia. Oleh

karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah atau keimanan. Akidah yang menjadi materi utama

dakwah yang mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan

kepercayaan agama lain, yaitu:

a) Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Seorang muslim harus

selalu jelas identitasnya.

b) Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah tuhan seluruh alam, bukan tuhan kelompok atau bangsa tertentu.

c) Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan. Dalam ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman yang dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraan. Karena akidah memiliki keterlibatan soal-soal kemasyarakatan.

2) Masalah Syariah

Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari

16

M. Munir dan Wahyu Illahi Manajemen Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2004), h. 24-31

21

kehidupan umat Islam di berbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan dari materi syariah umat Islam antara lain adalah ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat Muslim dan non-Muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Dengan adanya materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur.

Syariah dan hukum bersufat komprehensif yang meliputi segenap kehidupan manusia. Kelengkapan ini lahir konsepsi Islam tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak Illahi. Materi dakwah yang menyajikan unsur syariah harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas di bidang hukum dalam bentuk status hukum yang bersifat wajib,

mubah (dibolehkan), dianjurkan (mandup), makruh (dianjurkan untuk

tidak dilakukan), dan haram (dilarang).

3) Masalah Muamalah

Islam merupakan agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memerhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi masjid, tempat pengabdian kepada Allah.

4) Masalah Akhlak

Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun”yang berati budi pekerti, peringai, dan tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang mempengaruhi perilaku manusia. Akhlak bagi Al-Farabi adalah jalan keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu kebahagiaan. Mempelajari akhlak berarti mengetahui berbagai kejahatan atau kekurangan yang dapat merintangi usaha mencapai tujuan tersebut.17

Menurut Barnawi Umari dalam bukunya Azas-azas Dakwah bahwa apabila kita melihat materi dakwah secara rinci akan mendapat susunan materi dakwah sebagai berikut:

1. Aqidah 4. Kebudayaan

2. Hukum 5. Nahi Munkar18

3. Pendidikan 6. Akhlak

4. Sosial 7. Ukhuwah

5. Amar ma’ruf

Menurut sumber dakwah dapat di gunakan dua bagian, yaitu: 1. Al-Qur’an dan Hadits

17

Abdul Aziz Dahlan,Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoove, 2002), h. 190.

18

Barnawi Umari,Azas-azas Dakwah(Jakarta: Pendidkan Ramadhani, 1996) Cet ke- 3 h. 56

23

Agama Islam adalah agama yang menganut ajaran kitab Allah SWT yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang keduanya adalah sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu kajian materi dakwah tidak boleh terlepas dari dua segmen penting diatas.

2. Ro’yu Ulama

Pendapat ijtihad para ulama yang bias dijadikan pedoman, seperti halnya jumhur ulama, menetapkan hala atau haramnya sesuatu, kita harus mematuh akan hal tersebut.

d. Metode Dakwah

Metode berasal dari Bahasa Jerman, metodica artinya ajaran tentang metode. Dalam Bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam Bahasa Arab disebut Thariq.19

Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian, suatu cara biasa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelasa atau untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana, sistem, tata piker manusai. Sehingga metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyapaikan ajaran materi dakwah, dalam penyampaiannya suatu ajaran dakwah metode sangat penting

19

perannya, suatu pesan walaupun baik tapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan itu bias jadi ditolak oleh sipenerima.

Dalam membahas pengertian metode dakwah ini marilah kita cermati beberapa pendapat ahli, yaitu;

1. Drs. Abdul Karim Zaidan

Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian (tabligh) dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang akan merintangi.20

2. Drs. Kha. Syamsuri Siddiq

Metode barasal dari bahasa latin, methodos artinya “cara” atau

bekerja. Di Indonesia sering dibaca metode. Logis jugaberasal dari bahasa

latin artinya “ilmu” lalu menjadi kata majemuk methodologi artinya ilu

cara bekerja, jadi methodologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu cara berdakwah.21

3. Drs. Salahuddin Sanusi

Metode berasal dari methodus yang artinya jalan ke metode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum yaitu cara-cara

20

Dr. Abdul Karim Zaidan,Ushulud Dakwah(Bagdad: darul Amar Al-Khathah, 1975) h. 6

21

Drs. H. Syamsuri Siddiq,Dakwah dan Teknik Berkhutbah(bandung: Al-Maarif, 1981) h. 13

25

prosedur atau rentetan derakan usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Metode dakwah ialah cara-cara penyampaian ajaran Islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan.22

Pedoman utama yang tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman yang bersifat dinamis, universal ialah Al-Qur’an dalam surah An-Nahl ayat 125:                          

Artinya; Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. An-Nahl: 125).

Dalam ayat ini metode dakwah ada tiga yaitu, (a) Bi al-Hikmah, (b) Mauizatul Hasanah, (c) Mujadalah Bi al-Latihya Ahsan. Dari ayat tersebut secara garis besar ada tiga pokok metode (thariqah) dakwah, yaitu:

1. Hikmah, yaitu berdasarkan dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam selanjutnya mereka tidak lagi merasa terpaksa dan keberatan.

22

2. Mau’izah Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasehat-nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih saying, sehingga nasihat ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.

3. Mujadalah, yaitu berdasarkan dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan dan tidak la dengan menajlankan yang menjadi sasaran dakwah.23

Menurut Ahmad Mustofa Al-Maraghi menjelaskan tenang

pembagian metode dakwah yang terdapat dalam surah An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:

1. Hikmah, ucapan yang jelas, diiringi dengan dalil yang memperjelas kebenaran serta menghilangkan bagi keraguan.

2. Al-Mau’zah Al-Hasanah, melalui dalil-dalil yang zhani

(meyakinkan) yang melegakan bagi orang awam.

3. Jadilhum billati hiya Ahsan, percakapan dan bertukar piker untuk

memuaskan bagi orang-orang yang menantang.24

23

M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta: Bumi Aksara, 1990) Cet ke-1 h. 147 24

27

e. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam pelaksanaan dakwah.25

Sedangkan tujuan dari tinjauan dakwah adalah untuk memanggil kepada syariat dan memecahkan persoalan hidup perseorangan atau berumah tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa, bersuku bahasa, bernegara dan berantar negara. Dakwah juga bertujuan memanggil kepada fungsi hidup sebagai hamba Allah, diatas dunia terbentang luas ini yang berisikan manusia sebagai jenis dan bermacam kepercayaan yakni fungsi sebagai syuhada ‘ala an-nas, menjadi pelopor dan pengawas bagi umat manusia. Dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki, yakni menyembah Allah.26

Syakh Ali Mahfudz merumuskan bahwa tujuan dakwah ada lima perkara:

1. Menyiarkan tuntunan Islam, membetulkan aqidah dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekerti

2. Memindahkan hati dari kesadaran jelak kepada kesadaran yang baik 3. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara

kaum muslimin

25

H. Hasanuddin,Hukum Dakwah (tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia) (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 33

26

M. Natsir,Dakwah dan Pemikirannya(Jakarta: Gema Insani press, 1999) Cet ke-1 h. 70

4. Menolak faham ateisme, dengan mengimbangi dengan cara-cara mereka bekerja

5. Menolak syubhat-syubhat, bid’ah dan khufarat atau kepercayaan

yang tidak bersumber dengan mendalami Ilmu Ushuluddin.27

f. Media Dakwah

Bila dilihat dari asal kata, media berasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat atau perantara, sedangkan menurut istilah media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk mencapai tujuan tertentu.28

Dalam Kamus Istilah Komunikasi “media” berarti sarana yang digunakan oleh komunkator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan

kepada komunikasn, apabila komunikasi jauh tempatnya, banyak

jumlahnya atau keduanya. Jadi segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam berkomunikasi diseut media komunkasi adapun bentuk dan jenisnya beraneka ragam.29

Berdasarkan pengertian di atas maka media dakwah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwahyang

27

H. Hasanuddin,Hukum Dakwah (tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia) (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 34

28

Asmuni Syukri,Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam(Surabaya: Al-Ikhlas, 1983) 29

29

telah ditentukan. Media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang (matrial), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.30

Menurut Asmuni Syukri dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, ada beberapa media yang dapat dijadikan sebagai media dakwah di antaranya :

1. Lembaga pendidikan formal 2. Lingkungan keluarga

3. Organisasi-organisasi Islam 4. Hari-hari Besat Islam

5. Media massa (radio, televisi, film, buku, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain)

6. Seni budaya (music, drama, wayangdan lain-lain).31

Dokumen terkait