• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGATURAN DIVESTASI SAHAM PERUSAHAAN

B. Pengertian Divestasi Saham

Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu divestment. Namun, ada juga ahli yang menggunakan istilah Indonesianisasi. Indonesianisasi tidak saja hanya berarti pengalihan keuntungan, tetapi lebih penting lagi adalah pengalihan kontrol terhadap jalannya perusahaan.133

Keuntungan yang diperoleh dari Indonesianisasi ini adalah memperoleh dividen dari perusahaan asing. Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau tata cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang. Sementara itu, pengertian divestasi dijumpai dalam pasal 1 angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.05/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.

Divestasi Saham adalah pelepasan, pembebasan, pengurangan modal. Disebut jugadivestmentyaitu kebijakan terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tetapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari

133

peserta asing kepada peserta nasional. Istilah lain untuk kebijakan yang di indonesianisasi disebut Indonesia saham. Dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau pemupukan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan terjadinya monopolisasi.134

Di dalam bab ini peneliti mencoba untuk membuat perbandingan antara peraturan yang lama dan yang baru tentang divestasi saham yang berlaku di Indonesia.

Dahulu didalam Kebijaksanaan Peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, masih mempertahankan adanya keharusan Indonesianisasi pemilikan saham. Kalau ketentuan yang berlaku umum dahulu mengharuskan pemilikan saham oleh mitra lokal sekurang-kurangnya menjadi 51% setelah perusahaan bersangkutan berproduksi komersial 15 tahun, maka menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tersebut, PMA diharuskan menjual 15% sahamnya kepada masyarakat Indonesia dalam waktu 5 tahun setelah proyek atau usaha PMA itu memulai produksi komersialnya. Kemudian setelah itu dalam 20 tahun selanjutnya perusahaan itu sudah mengalihkan sahamnya kepada masyarakat indonesia agar kepemilikan nasional itu menjadi minimal 20% dari seluruh nilai saham.

Para pengamat ekonomi menilai bahwa secara substansial kebijaksanaan deregulasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tidak banyak berubah

134

Diakses melalui internet, http://WWW.lawskripsi.com/index.php?option=com-

karena masih ada ketentuan divestasi. Ketentuan ini justru merupakandisisentifyang lebih besar dari pada pembatasan pemilikan saham dan sering tidak diingini oleh pihak asing.135

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, menyebutkan bahwa:

Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut perusahaan PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu perseratus) dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya.

Dan dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, juga menyebutkan :

(1)Perusahaan PMA dapat didirikan dengan jumlah modal yang ditanamkan sekurang-kurangnya US$ 250.000 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) apabila memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut:

135

Amirizal,Hukum Bisnis: Deregulasi Dan Joint Venture Di Indonesia ,Teori Dan Praktik,

a. Padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang, dan:

1. Sekurang-kurangnya 65% (enam puluh lima perseratus) hasil produksi untuk diekspor,atau

2. Menghasilkan bahan baku atau bahan penolong atau barang setengah jadi atau komponen untuk memenuhi kebutuhan industri lain.

b. Melakukan kegiatan di bidang usaha jasa tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)Perusahaan PMA yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat didirikan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham Indonesia pada saat perusahaan didirikan sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada saat didirikan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh nilai modal dalam perusahaan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya.

(3)Modal saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditingkatkan lagi menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu perseratus) dari seliruh nilai modal saham perusahaan dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993, menyebutkan bahwa perusahaan Penanaman Modal Asing 100% diharuskan mulai menjual sahamnya

kepada pihak Indonesia dalam waktu 10 tahun sejak berproduksi komersial, baik melalui pemilikan langsung maupun lewat pasar modal. Namun ,berdasarkan peraturan baru Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 ini, berapa besarnya saham yang dijual sepenuhnya bergantung pada kesepakatan masing-masing pihak. Besarnya dapat 5 % atau 1 %, tanpa harus mengubah status perusahaan. Ini berarti, memperbarui persyaratan yang lama, yaitu 20 tahun setelah produksi komersial, dengan penjualan saham minimal sebesar 51 % kepada pihak domestik.136

Dalam Peraturan pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, ada Paket kebijaksanaan Deregulasi yang dimaksudkan untuk memperluas keberadaan investasi asing dalam ekonomi nasional yang berisi pokok-pokok pikiran berikut ini:

- Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk patungan dengan modal dalam negeri atau keseluruhan modal dimiliki oleh warga negara atau badan hukum asing.

- Besarnya jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka PMA ditentukan berdasarkan kelayakan ekonomi dan kegiatan usahanya.

- Kegiatan usaha PMA dapat dialokasikan di seluruh wilayah RI. Apabila di daerah tersebut terdapat kawasan berikat dan kawasan industri maka kegiatan PMA diutamakan di kawasan itu.

- Perusahaan PMA dapat melakukan kegiatan usaha di sektor publik (yang dahulu hanya dapat diusahakan negara), yaitu: pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi,

136

pelayaran, penerbangan, air minum, pembangkit tenaga atom, dan media massa (khusus untuk sektor ini hanya dibolehkan dalam bentuk usaha patungan atau melalui pasar saham).

- Saham pihak Indonesia dalam perusahaan PMA patungan minimal 5% dari seluruh modal yang disetor pada waktu pendirian badan usaha (perusahaan patungan) tersebut.

- Perusahan PMA 100% dalam jangka waktu 15 tahun sejak berproduksi komersial, harus menjual sebagian dari sahamnya (tanpa ketentuan berapa persentasenya) kepada warga negara atau badan hukum Indonesia, melalui pemilikan langsung atau melalui penjualan saham di pasar modal.

Divestasi tidak hanya dapat dilakukan oleh badan hukum privat, seperti perseroan terbatas, firma, CV, tetapi dapat juga dilakukan oleh badan hukum publik, seperti negara, provinsi, kabupaten, atau kota. Dalam melakukan transaksi yang bersifat privat, badan hukum publik diwakili oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Masing-masing badan hukum tentu berbeda motivasi atau dorongan atau usaha-usaha untuk melakukan divestasi. Sebagai contoh, Pemerintah Indonesia telah melakukan divestasi saham terhadap BUMN Indosat kepada badan hukum Singapura, yaituSingapore Technology Private

Ltd (STP). STP berada dibawah perusahaan induk BUMN singapura Tamasek.

Alasan utama pemerintah melakukan divestasi Indosat adalah untuk menutupi kebutuhan APBN 2002 yang mengalami defisit. Bahkan divestasi akan meningkatkan nilai pajak dari BUMN yang telah didivestasi karena badan hukum privat yang

membeli saham BUMN akan membayar pajak yang lebih besar dibandingkan BUMN yang dikelola oleh negara. Begitu juga badan hukum privat tentu mempunyai motivasi tersendiri untuk melakukan divestasi usaha atau unit bisnis.137

Divestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan investasi atau investmentkarena yang akan didivestasi nantinya adalah investasi yang dimiliki oleh pemerintah. Investasi pemerintah adalah:

“Penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.”138

Divestasi merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk memperoleh dana yang cukup untuk membiayai pembangunan nasional. Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan divestasi. Kewenangan Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah tidak mutlak karena dalam melakukan divestasi, lembaga ini harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Divestasi yang dilakukan oleh Kepala/direktur Badan Investasi Pemerintah yang memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan, yaitu divestasi terhadap kepemilikan investasi langsung, sedangkan untuk divestasi surat berharga sesuai dengan masa waktu yang telah ditentukan tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan.139

137

H.Salim HS,Op.cit, hal 34

138Ibid

, hal 85

139

Objek divestasi pemerintah, yaitu surat berharga dan investasi langsung. Maksud dan tujuan divestasi surat berharga, yaitu untuk memperoleh manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Badan Investasi Pemerintah untuk investasi berikutnya yang lebih menguntungkan.

Maksud dan tujuan divestasi atas investasi langsung, yaitu untuk

diinvestasikan kembali

dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastuktur dan bidang lainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat.

Pada dasarnya divestasi dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan/atau badan hukum asing yang bergerak dalam bidang pertambangan. Dalam melaksanakan divestasi, pemerintah Indonesia tentu harus memperhatikan berbagai asas hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah telah ditentukan asas-asas hukum dalam pengelolaan investasi pemerintah. Asas-asas itu antara lain sebagai berikut: a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang

investasi pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, Badan Investasi pemerintah, Badan Usaha, menteri Teknis/Pimpinan Lembaga sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

b. Asas kepastian hukum, yaitu investasi pemerintah harus dilaksanakan

berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Asas efisiensi, yaitu investasi pemerintah diarahkan agar dana investasi

rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.

d. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan investasi pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

e. Asas kepastian nilai, yaitu investasi pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan divestasi serta penyusunan laporan keuangan pemerintah.

Sementara itu ,asas-asas hukum yang berkaitan dengan divestasi yang dilakukan oleh badan hukum asing yang bergerak dalam bidang pertambangan tidak ditentukan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Apabila dilihat dari ketujuh hal itu, asas-asas hukum dalam hukum divestasi meliputi asas manfaat, kebebasan berkontrak, konsensualisme, personalitas, pacta sunt servanda (kepastian hukum), itikad baik, dan akuntabilitas.

Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih banyak mendapat ;perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak, namun perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.140

Dalam divestasi saham antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara, asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak

140

karena kebebasan PT. Newmont Nusa Tenggara dalam mengadakan transaksi divestasi saham dibatasi oleh substansi kontrak karya yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. PT. Newmont Nusa Tenggara tidak bebas untuk menawarkan saham yang dimilikinya kepada pihak lainnya, namun PT. Newmont Nusa Tenggara sendiri harus menawarkan kepada pihak-pihak yang tercantum dalam kontrak karya, yang meliputi Pemerintah Indonesia, warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia. Hal yang menjadi proritas utama untuk membeli saham itu adalah Pemerintah Indonesia. Apabila pemerintah Indonesia tidak mampu membelinya, barulah tawaran itu disampaikan kepada pihak yang lainnya. Begitu juga tentang jumlah saham yang ditawarkan. PT. Newmont Nusa Tenggara sendiri harus menawarkan saham yang dimilikinya kepada pemerintah Indonesia sebanyak 51% yang dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Divestasi dimulai sejak berproduksi secara komersial. Apabila saham yang ditawarkan itu kurang dari yang ditentukan, pemerintah Indonesia dapat mengakhiri kontrak karya yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Ini menunjukkan bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kontrak karya yang dibuat sebelumnya.141

Dari paparan diatas, dapat dikemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam proses divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara karena kebebasan itu dibatasi oleh:

1). Undang-undang;

141

2). Substansi kontrak karya;

3). Putusan pengadilan arbitrase Internasional;atau 4). Moral yang baik.

Dalam undang-undang, kontrak karya dan putusan arbitrase Internasional sudah ditentukan bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara wajib untuk melakukan divestasi kepada Pemerintah Indonesia. Ini berarti bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara sudah tidak memiliki kebebasan lagi untuk melakukan penawaran kepada pihak lainnya sebelum pemerintah Indonesia menyatakan tidak mampu membeli saham yang dimaksud.142

Sekarang Pemerintah memberikan kesempatan lebih besar kepada investor Indonesia dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang penanaman modal asing (PMA) pemegang izin usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melakukan divestasi sahamnya secara bertahap paling sedikit 51% kepada peserta Indonesia. Divestasi harus dilakukan setelah 5 (lima) tahun hingga tahun kesepuluh sejak PMA IUP dan IUPK berproduksi. (dapat dilihat dalam pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012). Yang dimaksud dengan peserta Indonesia itu adalah pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN,BUMD atau badan usaha swasta nasional.143

142I bid, hal 19

143 Diakses melalui Internet, http://WWW.setkab.go.id/berita-3770-pma-mineral-dan-batubara-wajib divestasi saham

Ketentuan tentang divestasi bagi PMA tambang mineral dan batubara ini berbeda jauh dengan ketentuan yang tertuang sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, yang hanya mewajibkan PMA tambang mineral dan batubara melakukan divestasi 20% saja dari seluruh saham.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 itu tidak disebutkan secara langsung jenis usaha tambang yang diwajibkan melakukan divestasi saham kepada peserta Indonesia. Namun mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 pasal 2 ayat 2 disebutkan, bahwa pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang yaitu:

1. Mineral radioaktif meliputi radium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya;

2. Mineral logam diantaranya emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, platina, kalium, kalsium, bauksit, titanium, besi, air raksa, dsb;

3. Mineral bukan logam diantaranya intan, pasir kuarsa, yodium, fosfat, belerang, asbes, batu gamping untuk semen, gypsum, batu kuarsa, dsb;

4. Batuan diantaranya marmer, tanah serap, andesit, batu apung, sirtu, pasir urug, kristal kuarsa, giok, pasir laut, tanah merah, batu gunung besar, onik, dsb; 5. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gembut.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 ini juga memuat tahapan divestasi bagi PMA pemegang IUP dan IUPK, yaitu:

2. Tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen)

3. Tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen) 4. Tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen) 5. Tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen)

Dalam pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, menjelaskan pengalihan saham PMA tambang mineral dan batubara dilakukan secara berurutan kepada pemerintah pusat terlebih dahulu. Jika pemerintah tidak bersedia membeli saham dimaksud, maka ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Jika pemerintah provinsi atau pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota tidak bersedia maka ditawarkan kepada BUMN dan BUMD dengan cara lelang. Apabila BUMN dan BUMD tidak bersedia membeli saham ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dengan cara lelang.

Dalam pengalihan saham ini tentu harus memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan substansi kontrak yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan investor asing yang dituangkan dalam dokumen kontrak karya.

Peraturan perundang-undangan itu antara lain sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing ditujukan untuk mengundang para investor asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi kemerosotan pada daya beli masyarakat. Sementara itu, potensi sumber ekonomi yang dimiliki oleh

Indonesia belum dapat diolah dengan baik karena keterbatasan modal. Untuk itu, investasi asing sangat dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia dalam melanjutkan pembangunan nasional karena keberadaan investasi asing dapat memberikan manfaat bagi negara, khususnya Indonesia.

Investasi yang ditanamkan oleh investor di Indonesia dapat seratus persen berasal dari investor asing, tetapi bisa juga investasinya berasal dari gabungan modal asing dan modal Indonesia. Investor asing dapat menanamkan investasinya sebanyak 80%, sementara investor domestik memiliki investasi sebanyak 20%.

Walaupun Investor asing diperkenankan untuk menanamkan investasi 100% di Indonesia, investor asing mempunyai kewajiban untuk mengalihkan saham yang dimilikinya kepada pemerintah Indonesia, warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia sebanyak 51%. Dalam undang-undang ini hanya ada satu pasal yang mengatur tentang divestasi saham, yaitu pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, berbunyi sebagai berikut:

(1) Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruh modalnya adalah modal asing wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara effektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh pemerintah. (2) Jikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan

penjualan.

Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan

Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, dalam peraturan ini hanya ada satu pasal yang mengatur tentang divestasi saham, khususnya saham yang dimiliki oleh investor asing.

Ketentuan ini hanya mengatur divestasi saham terhadap pemilik modal asing. Divestasi ini baru dilakukan setelah berproduksi komersial dalam jangka waktu paling lama 15 tahun.

Kedudukan perusahaan juga tidak berubah status hukumnya. Misalnya, PT Newmont Nusa Tenggara telah menjual sahamnya kepada pemerintah Indonesia, maka perusahaan tersebut tetap bernama PT.Newmont Nusa Tenggara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 kini tidak berlaku lagi karena telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang divestasi saham, yaitu pasal 7. Ketentuan ini berkaitan dengan kewenangan pemerintah untuk tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.

Walaupun dalam ketentuan ini pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi dan divestasi modal, dalam ketentuan pasal 7 ayat 2 ditegaskan bahwa dalam hal pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.

Ketentuan ini sangat rancu karena disatu sisi pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi, Namun pada sisi yang lain pemerintah mempunyai hak untuk melakukan nasionalisasi dan divestasi. Untuk melakukan tindakan itu, pemerintah akan memberikan kompensasi kepada investor. Ketentuan ini menunjukan bahwa tidak adanya kepastian hukum bagi investor asing dalam menanamkan investasinya di Indonesia dikarenakan ketentuan ini bersifat dualisme , yaitu tidak akan melakukan nasionalisasi dan divestasi, namun di satu sisi pemerintah dapat melakukan kedua tindakan itu, dengan syarat pemerintah akan memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada investor asing yang telah dinasionalisasi atau divestasi sahamnya.144

3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan undang-undang yang menggantikan undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Pertambangan. Ada dua pasal yang mengatur tentang divestasi saham dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yaitu pasal 79 dan pasal 112.

Pada pasal 79 mengatur tentang hal-hal yang wajib dimuat dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Ada 25 hal yang harus dimuat dalam IUPK Operasi Produksi. Dari ke 25 hal yang harus dimuat dalam IUPK Operasi Produksi, divestasi saham ditempatkan pada angka 25. Penempatan pada

144

angka 25 mengandung makna bahwa divestasi saham baru akan dilakukan setelah kegiatan yang pertama sampai ke 24 telah dilakukan.

Sementara itu dalam pasal 112 diatur kewajiban investor asing untuk melakukan divestasi saham kepada:

a. pemerintah;

b. pemerintah daerah;

c. badan usaha milik negara (BUMN);

d. badan usaha milik daerah (BUMD);

e. badan usaha swasta nasional (BUSN).

Kewajiban itu baru berlaku setelah 5 tahun berproduksi. Ini berarti bahwa pada tahun ke 6, investor asing wajib mengalihkan sahamnya kepada pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional. Disamping itu dalam ayat 2 ditentukan bahwa divestasi saham akan diatur dalam peraturan pemerintah.

4. Kontrak Karya yang Dibuat Antara Pemerintah Indonesia Dengan Perusahaan Pertambangan

Ketentuan tentang divestasi saham dapat dibaca dalam pasal 24 ayat 3 sampai dengan ayat 6 Kontrak karya yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Dalam ketentuan itu telah diatur tentang:

a. peserta penawaran;

b. jumlah saham yang akan ditawarkan; c. cara-cara melakukan penawaran;dan