• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Konsep dan teori teori

3. Pengertian Experiential Marketing

Menurut Schmitt 2011 (dalam Kustini 2011, dalam Natalia, 2018) experiential marketing merupakan cara untuk membuat pelanggan menciptakan pengalaman melalui panca indera, menciptakan pengalaman afektif, menciptakan pengalaman berpikir secara kreatif, menciptakan pengalaman pengalaman yang berhubungan dengan tubuh secara fisik, dengan perilaku dan gaya hidup serta dengan pengalaman pengalaman sebagai hasil dari interaksi dengan orang lain, juga menciptakan pengalaman yang terhubung dengan keadaan sosial, gaya hidup, dan budaya yang dapat direfleksikan merek tersebut yang merupakan pengembangan dari sensasi, perasaan, kognisi, dan tindakan.

Menurut Kartajaya (dalam Handal 2010, dalam Natalia, 2018) experiential marketing adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu perasaan yang positif terhadap produk dan pelayanan.

Menurut Ming 2010 (dalam Ivonny dan Hartono 2013), yang dimaksud dengan experiential marketing adalah jenis metode komunikasi tatap muka yang terutama menimbulkan perasaan fisik dan emosional pelanggan, di mana hal tersebut menyebabkan pelanggan berharap agar relevan dan interaktif terhadap beberapa merek dan merasakan serta mengalami sepenuh hati. Berdasarkan tiga teori di atas dapat diambil beberapa kesimpulan :

a. Apabila konsumen mendapatkan suatu pengalaman yang tidak terlupakan melalui sense, feel, act, think, relate, dan experience provider diharapkan konsumen mendapatkan perasaan secara fisik, mental, sosial, rohani, dan emosional pada saat melakukan pembelian.

b. Apabila pengalaman pada saat pembelian dapat mengikat dihati konsumen, maka hal itu menandakan bahwa konsumen puas terhadap proses pembelian tersebut sehingga konsumen yang puas akan merekomendasikan kepada orang lain.

Penelitian ini mengacu pada teori yang digunakan menurut Kartajaya (dalam Handal 2010, dalam Natalia, 2018) yaitu suatu strategi pemasaran modern yang bertujuan untuk membentuk suatu pengalaman yang menyentuh emosi konsumen dan memberikan suatu perasaan yang positif melalui produk dan pelayanan.

Tauli 2012 (dalam Ichwan, 2018) mengatakan terdapat 3 kunci pokok yang terfokus dalam experiential marketing yaitu :

a. Pengalaman pelanggan

Pengalaman pelanggan melibatkan panca indra, hati pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa diantara konteks yang lebih besar dalam kehidupan.

b. Pola konsumsi

Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan yang menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi

dievaluasi secara terpisah tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasaan dan loyalitas.

c. Kepuasan rasional dan emosional

Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing membuat pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.

Menurut Hasan 2013 (dalam Ichwan, 2018: 48) experiential marketing dapat diukur dengan menggunakan lima faktor utama, yaitu :

a. Panca Indera (sense)

Sense Experience didefinisikan sebagai upaya pemasaran untuk menciptakan stimulus yang dapat memiliki daya tarik indrawi (sensory) konsumen dengan tujuan menciptakan pengalaman personal melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau.

b. Perasaan ( feel)

Feel Experience adalah strategi dan implementasi untuk memberikan pengaruh merek kepada konsumen melalui komunikasi (iklan), produk (kemasan dan isinya), identitas produk (co-branding), lingkungan, website, orang yang menawarkan produk. Setiap perusahaan harus memiliki pemahaman yang jelas

mengenai cara penciptaan perasaan melalui pengalaman konsumsi yang dapat menggerakkan imajinasi konsumen yang diharapkan konsumen dapat membuat keputusan untuk membeli feel experience. Selain itu juga dapat ditampilkan melalui ide dan kesenangan serta reputasi akan pelayanan konsumen. Tujuan dari feel experience adalah untuk menggerakan stimulus emosional (event, agents, objects) sebagai bagian dari feel strategis sehingga dapat mempengaruhi emosi dan suasana hati konsumen.

c. Berpikir (think)

Tujuannya adalah mendorong konsumen sehingga tertarik dan berpikir secara kreatif sehingga dapat menghasilkan evaluasi kembali mengenai perusahaan dan merek tersebut. Think experience lebih mengacu pada future, focused, value, quality, dan growth dan dapat ditampilkan melalui spirational, high technology, surprise. Ada beberapa prinsip yang terkandung dalam think experience yaitu:

Surprise, merupakan dasar penting dalam memikat konsumen untuk berpikir kreatif. Surprise timbul sebagai akibat jika konsumen merasa mendapatkan sesuatu melebihi dari apa yang diinginkan atau diharapkan sehingga timbul kepuasan.

Intrigu, merupakan pemikiran yang tergantung tingkat pengetahuan, hal yang menarik konsumen, atau

pengalaman yang sebelumnya pernah dialami oleh masing masing individu.

Rovocation, sifatnya menciptakan suatu kontroversi atau kejutan baik yang menyenangkan maupun yang kurang berkenan.

d. Tindakan (act)

Act experience merupakan teknik pemasaran untuk menciptakan pengalaman konsumen yang berhubungan dengan tubuh secara fisik, pola perilaku, dan gaya hidup jangka panjang serta pengalaman yang terjadi dari interaksi dengan orang lain. Dimana gaya hidup merupakan pola perilaku individu dalam hidup yang direfleksikan dalam tindakan, minat dan pendapat. Act experience yang berupa gaya hidup dapat diterapkan dengan menggunakan trend yang sedang berlangsung untuk mendorong terciptanya trend budaya baru. Tujuan dari act experience adalah untuk memberikan kesan terhadap pola perilaku dan gaya hidup, serta memperkaya pola interaksi sosial melalui strategi yang dilakukan.

e. Hubungan (relate)

Relate experience merupakan gabungan dari keempat aspek experiential marketing yaitu sense, feel, act, dan think. Pada umumnya relate experience menunjukkan hubungan dengan orang lain, kelompok lain, (misalnya pekerjaan,gaya hidup) atau

komunitas sosial yang lebih luas dan abstrak (misalnya negara, masyarakat, budaya). Tujuan dari relate experience adalah menghubungkan konsumen tersebut dengan budaya dan lingkungan sosial yang dicerminkan oleh merek suatu produk. 4. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Menurut Kotler dan Keller 2013 (dalam Devindiani dan Lili) yang dimaksud dari kepuasaan pelanggan adalah tingkat keadaan perasaan pelanggan yang merupakan hasil perbandingan antara penilaian kinerja atau hasil akhir produk dalam hubungannya dengan harapan pelanggan. Jika kinerja tidak memenuhi harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas dan senang. Pelanggan yang puas cenderung ingin melakukan proses pembelian ulang.

Indikator untuk mengukur kepuasaan pelanggan, menurut Yuliarmi dan Riyasa 2007(dalam Januar, 2016) adalah :

a. Kesesuaian kualitas pelayanan dengan tingkat harapan. b. Tingkat kepuasan apabila dibandingkan dengan yang sejenis. c. Tidak ada pengaduan atau komplain yang dilayangkan. 5. Keputusan Pembelian Ulang

a. Keputusan Pembelian

Menurut Pawitaningtyas dkk, 2015 (dalam Finanda dan Wiwaha, 2017) keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang disukai dengan berbagai cara yang ada. Pengambilan keputusan

sebagai proses penting dalam perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pemasar.

b. Pembelian Ulang

Menurut Hanggadika 2010 (dalam Puspitasari 2011) yang dimaksud pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian pada suatu produk.

c. Keputusan Pembelian Ulang

Menurut Suryani dalam jurnal Rizal 2013 (dalam Rahman, Elimawaty, dan Engki, 2018) melakukan pembelian secara teratur atau berulang adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.

Berdasarkan teori di atas penelitian ini mengarah pada teori Peter dan Olson 2002 (dalam Devina dan Ghea,2014) yaitu bahwa melakukan pembelian secara teratur atau berulang adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.

Menurut Fullerton 2005 (dalam Devina dan Ghea, 2014) keputusan pembelian ulang dapat diukur melalui tiga indikator, yaitu, :

a) Menjadikan produk pilihan pertama b) Akan tetap membeli produk

Dokumen terkait