• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

2. Pengertian Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)

didudukkan sebagai subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi fasilitator saja.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan memerlukan strategi yang dibagi menjadi tiga yaitu araz mikro, mezzo, dan makro. Selain itu, juga harus melalui tahap-tahap pemberdayaan yang dibagi menjadi tiga tahapan yang saling mempengaruhi dan berkesinambungan. Tiga tahap tersebut dimulai dari penyadaran, kemudian dilanjutkan tahap transformasi kemampuan, dan diakhiri oleh peningkatan kemampuan intelektual. Ketiga tahap pemberdayaan tersebut pada akhirnya dilaksanakan untuk satu tujuan yaitu memberdayakan masyarakat agar mampu menjalani dan mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri.

2. Pengertian Gelandangan dan Pengemis (Gepeng)

Gepeng merupakan singkatan dari pengemis dan gelandangan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1980 tentang penanganan gelandangan dan pengemis pada pasal 1 ayat (2) maupun menurut Perda DIY Nomor 1 tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di depan umum dengan berbagi cara dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Menurut Dimas D. Irawan (2013: 5) dalam bukunya Pengemis Undercover membagi pengemis menjadi dua tipe yaitu pengemis miskin materi dan pengemis miskin mental.

25

Pengemis yang miskin materi melakukan kegiatan mengemis karena memiliki keterbatasan seperti cacat dan tidak mempunyai harta benda untuk mencukupi kebutuhannya. Sedangkan pengemis miskin mental adalah pengemis yang dimungkinkan masih memiliki harta benda tetapi mereka malas untuk bekerja dan memilih jalan pintas yang instan untuk mendapatkan uang.

Gelandangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1980 pasal 1 ayat (2) dan Perda DIY Nomor 1 tahun 2014 pasal 1 ayat (2 dan 3) menyatakan bahwa gelandangan adalah orang-orang yang hidupnya dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak di dalam masyarakat setempat, serta mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tidak tetap di wilayah tertentu, serta mengembara di tempat yag umum. Gelandangan juga terbagi menjadi dua jenis yaitu gelandangan dan gelandangan psikotik. Gelandangan biasa seperti yang telah disebutkan pengertiannya di atas yaitu orang yang hidupnya mengembara, tidak mempunyai tempat tinggal (tunawisma) dan tidak mempunyai pekerjaan tetap. Mereka cenderung hidup tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat tempat mereka berada. Gelandangan psikotik tidak jauh berbeda dengan gelandang pada umumnya, perbedaannya terletak pada kondisi kejiwaan yang dimiliki. Menurut Tursilarini (2008) gelandangan psikotik adalah seseorang yang mengalami gangguan yang berat dan komplit baik secara fisik, mental, sosial dan psikologis. Gelandangan psikotik juga kehilangan perasaan sosial, rasa kemanusian, dan ketuhanan.

26

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Gepeng merupakan singkatan dari gelandagan dan pengemis, keduanya merupakan orang-orang yang hidup tidak layak yaitu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Gelandangan memiliki hidup berpindah-pindah, tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap. Berbeda dengan gelandangan, pengemis masih memiliki tempat tinggal tetapi pendapatan yang mereka dapat dengan cara meminta-minta belas kasihan orang lain di tempat umum. Gelandangan dan pengemis sama-sama terbagi menjadi dua jenis atau tipe. Gelandangan dibagi menjadi gelandangan biasa dan gelandangan psikotik, sedangkan pengemis dibagi menjadi pengemis miskin materi dan pengemis miskin mental.

a. Faktor Penyebab Timbulnya Gepeng

Keberadaan Gepeng (gelandangan dan pengemis) ditimbulkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Dimas (2013: 7-22), faktor yang mempengaruhi munculnya kegiatan mengemis antara lain; korban perantauan dengan modal nekad, malas berusaha, memiliki cacat fisik (disabilitas fisik), mahalnya biaya pendidikan, kurangnya lapang kerja, tradisi turun menurun, paham lebih memilih mengemis daripada menganggur, ketidakberdayaan, terlilit masalah ekonomi, dan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan pokok yang mahal harganya.

Menurut Twikromo (1999: 2) kehidupan gelandangan dipandang sebagai kehidupan yang tidak sebenarnya diinginkan, tetapi lebih sebagai korban keadaan dimana kurangnya “ruang” di daerah perkotaan yang

27

memaksa mereka menjadi gelandangan untuk bertahan hidup. Ada beberapa faktor eksternal dan internal yang menyebabkan semakin bertambahnya gelandangan. Menurut Widiyanto (1986: 121) Faktor internal (dalam) meliputi; sifat malas atau tidak mau bekerja, lemahnya mental, cacat secara fisik dan atau secara mental, sedangkan faktor eksternal (luar) terdiri dari beberapa faktor sebagai berikut;

1) Faktor ekonomi, meliputi; kurangnya lapangan kerja, kemiskinan, pendapatan rendah sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup. 2) Faktor sosial karena adanya arus urbanisasi, ketidakmampuan bersaing di

daerah perantauan serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.

3) Faktor pendidikan yaitu rendahnya pedidikan yang mengakibatkan kurangnya ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

4) Faktor psikologis yaitu mengalami gangguan psikologis karena kejadian masa lalu dan keadaan disekitarnya.

5) Faktor kultural; pasrah terhadap nasib dan adat istiadat yang menghambat mental

6) Faktor agama; kurangnya bimbingan keagamaan yang mengakibatkan hilangnya rasa kemanusiaan dan ketuhanan sehingga mereka tidak mau berusaha, cepat putus asa dalam menghadapi cobaan.

7) Faktor lingkungan; kehidupan bebas tanpa aturan di lingkungan gelandangan mengakibatkan pembibitan gelandangan bagi mereka yang telah berkeluarga/mempunyai anak.

28

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan gelandangan dan pengemis (Gepeng) disebabkan karena berbagai faktor yang mempengaruhi mulai dari faktor dari dalam(internal) dan dari luar (eksternal) dalam bidang ekonomi, sosial budaya, pendidikan, psikologis.

b. Usaha Penanggulangan Gepeng

Guinnes (Twikromo, 1999: 3) menyebutkan bahwa gelandangan dianggap sebagai seseorang licik, tidak dapat dipercaya, menggangu ketertiban, sampah masyarakat, dan tidak mempunyai rasa kesusilaan hanya karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan sarana hidup yang tetap. Pandangan negatif ini memunculkan usaha penanggulangan baik gelandangan maupun pengemis. Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis (Gepeng) sudah diatur dalam peraturan perundangan, baik melalui peraturan pemerintah maupun peraturan daerah. Penanggulangan ini bertujuan agar tidak terjadi lagi kegiatan pengegelandangan dan pengemisan, mencegah semakin maraknya gelandangan dan pengemis, dan memasyarakatkan kembali mereka menjadi anggota masyarakat serta memberdayakan mereka supaya dapat hidup dengan layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Penanggulangan gelandangan dan pengemis diatur dalam peraturan pemerintah nomor 31 tahun 1980. Sedangkan dalam peraturan daerah seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam Perda Nomor 1 tahun 2014. Penanggulangan gelandangan dan pengemis pada intinya dibagi menjadi tiga bentuk usaha yang dilakukan secara terorganisir sebagai berikut.

29 1) Usaha preventif

Usaha ini meliputi; penyuluhan, bimbingan, latihan, pemberian bantuan, pengawasan, dan pembinaan lanjutan.

2) Usaha represif

Usaha ini dilakukan untuk menghilangkan pergelandangan dan pengemisan serta mencegah perluasannya di masyarakat. Usaha ini meliputi; razia, penampungan sementara untuk diseleksi dan pelimpahan. 3) Usaha rehabilitatif

Usaha ini bertujuan agar gelandangan dan pengemis memiliki kembali kemampuan untuk hidup secara layak sesuai harkat dan martabat manusia. Usaha ini meliputi; penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke masyarakat, pengawasan, dan pembinaan lanjutan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan gelandangan dan pengemis pada intinya dapat dilakukan dengan tiga bentuk usaha yang dilakukan secara terorganisir yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yaitu melalui usaha preventif, represif, dan rehabilitasi, termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemberdayaan.

3. Kajian tentang Pendidikan Luar Sekolah dan Pemberdayaan Gepeng