• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS 2:1

A. Pengertian Gender

Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah "jender". Jender diartikan sebagai "interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan"33.

Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin".34 Dalam

Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.35 Di dalam

Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,

33

Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender, (1992), h.3

34

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, cet. XII, 1983), h. 265

35

The apparent disparity between man and women in values and behavior. Lihat Victoria neufeldt (ed.), Webster’s New World Dictionary, (New York: Webster’s New World Clevenland, 1984), h.561

mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.36 Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men).37 Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Linda L. Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki- laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).38

H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.39 Sejalan dengan perkataan Elaine showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-

36

Helen Tierney (ed.), Women’s Studies Encyclopedia, Vol.1, (New York: Green Wood Press), h.153

37

Hilary M. Lips, Sex and Gender: An Introduction, (London: Mayfield Publishing Company, 1993), h.4

38

Linda L. Linsey, Gender Roles: a Sociological Perspective, (New Jersey: Prentice Hall, 1990), h.2

39

“Gender is a basis for defining the different contributions that man and woman make to culture and collective life by dint of which they are as man and women”. Lihat H.T. Wilson, Sex and Gender, making cultural sense of civilization, (Leiden New York, Kobenhavn, Koln: E.J. Brill, 1989), h.2

budaya, ia menerapkannya sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.40

Dari berbagai definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan ditinjau dari perbedaan struktur sosial dan budaya di masyarakat.

2. Perbedaan Antara Sex dan Gender

Istilah sex (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti "jenis kelamin") lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki- laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.41

Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness)

40

Nasaruddin Umar. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 34.

41

dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki- laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender.42

Untuk lebih jelasnya, penulis akan membaginya ke dalam sebuah tabel sebagai berikut:

Perbedaan Utama43

Jenis kelamin (sex) Gender

1. Jenis kelamin bersifat alamiyah 2. Jenis kelamin bersifat biologis. Ia

merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran

3. Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan sama di mana saja

4. Jenis kelamin tidak bisa berubah

1. Gender bersifat sosial-budaya dan merupakan buatan manusia

2. Gender bersifat sosial-budaya dan merujuk kepada tanggung jawab, peran, pola perilaku, kualitas- kualitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin. 3. Gender bersifat tidak tetap, ia

berubah dari waktu ke waktu, dari

42

Ibid. h.36.

43

satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya.

4. Gender dapat dirubah

3. Kesetaraan Gender, Keadilan Gender dan Pengarusutamaan Gender

Adapun kesetaraan gender dapat diartikan dengan suatu ”suatu kondisi yang mencerminkan adanya kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, masyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.”44

Sedangkan keadilan gender adalah ”kondisi dan perlakuan yang adil bagi perempuan dan laki-laki sehingga untuk mewujudkan kondisi-kondisi tersebut, diperlukan langkah-langkah yang bertujuan menghentikan ketidakadilan yang secara sosial dan dari sisi sejarah menghambat perempuan dan laki-laki berperan dan menikmati hasil pembangunan dengan setara.”45

44

Zaitunah subhan, peningkatan Kesetaraan Dan Keadilan Jender Dalam Membangun Good Governance, (Jakarta: el- Kahfi, 2002), h.7

45

Istilah yang mucul berikutnya adalah pengarusutamaan gender atau gender mainstreaming (sebagaimana tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender) yang berarti ”suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan, program, peraturan serta anggaran dalam segala bidang (politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pertahanan keamanan, dan kemasyarakatan).”46

Dokumen terkait