BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Karakter
1. Pengertian Karakter
Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin
character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Secara terminologi (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri (Hadiyo, 2014).
Abdul Majid dan Dian Andayani (2012:11) mendefinisikan karakter sebagai sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti, yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Yahya Khan (2010:1) juga mendefinisikan karakter sebagai sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.
Sedangkan Griek yang dikutip Zubaedi (2011:9) merumuskan definisi karakter sebagai paduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu
27
dengan yang lainnya. Batasan ini menunjukkan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki seseorang yang bersifat menetap sehingga seseorang atau sesuatu itu berbeda dari yang lain. Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter menurut Zubaedi (2011:10) meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya.
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan dapat bertanggung jawab atas keputusan yang dibuatnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat- sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter adalah nilai-nilai yang terpateri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil pola pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
28
William Berkovitz (2002:45, sebagiamana dikutip Zuchdi, 2011:14) mendefinisikan karakter sebagai serangkaian ciri-ciri psikologis individu yang mempengaruhi kemampuan pribadi dan kecenderungan berfungsi secara moral. Secara singkat karakter diartikan sebagai tersusun atas ciri-ciri yang akan memandu seseorang melakukan hal-hal yang benar atau tidak akan mengerjakan hal-hal yang tidak benar. Otonomi moral itu penting sebab ia akan menyempurnakan moralitas seseorang. Berkovitz juga menjelaskan ada 7 ciri otonomi moral, yaitu perilaku moral, nilai- nilai, kepribadian, emosi, penalaran, identitas, dan karakter utama.
Karakter menurut Kalidjernih (2010) lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral yang awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan melalui pola-pola perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. Dengan kata lain, karakter adalah gambaran perilaku atas tindakan yang dilakukan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Purwasasmita (2010) disebut watak jika telah berlangsung dan melekat pada diri seseorang. Karakter juga dapat dipahami sebagai watak dari seseorang. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Hasan, dkk (2010:3, sebagaimana dikutip Zuchdi, 2011:253) mengemukakan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
29
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Menurut Fatchul Mu’in (2011:161) ciri-ciri karakter antara lain sebagai berikut:
a. Karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat orang lain sedang melihat kamu? (character is what you are when nobody is looking).
b. Karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan (character is the result of values and beliefs).
c. Karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua (character is a habit that becomes second nature).
d. Karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadapmu (character is not reputation or what other think about you).
e. Karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain (character is not how much better you are than other).
30
f. Karakter tidak relatif (character is not relative).
Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan segala gambaran tingkah laku atau perilaku individu dalam kehidupan sehari- hari, yang tertanam dalam diri individu tersebut, berdasarkan dengan nilai- nilai dan keyakinan yang dianutnya.
Selain itu, Lickona (2013: 82) juga mengemukakan bahwa karakter berkaitan erat dengan pengetahuan moral, sikap moral, dan perilaku moral. Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan. Lickona juga menjelaskan bahwa konsep moral memiliki komponen kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan sendiri. Perilaku moral terdiri dari komponen kemampuan, kemauan, dan kebiasaan. Kelengkapan komponen moral dimiliki seseorang akan membentuk karakter yang baik.
Lickona (1991, dalam Rukiyati, 2013:116) menyatakan bahwa untuk mewujudkan karakter yang baik, memerlukan pendekatan pendidikan moral yang komprehensif. Komponen-komponen karakter yang baik mencakup pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan tindakan moral (moral action). Secara diagramatik, komponen-komponen karakter yang baik oleh Lickona digambarkan sebagai berikut:
31
Gambar 1. Komponen Karakter Baik menurut Thomas Lickona Anak panah yang menghubungkan masing-masing domain karakter dimaksudkan untuk menekankan sifat saling berhubungan masing-masing domain tersebut. Pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral tidak berfungsi sebagai bagian yang terpisah, namun saling melakukan penetrasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam cara apapun.
Komponen-komponen karakter yang baik menurut Lickona (2013:85) akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Komponen yang terdapat dalam moral knowing meliputi 6 unsur, yaitu: Moral Knowing:
1. Moral awareness 2. Knowing moral values 3. Perspective-taking 4. Moral reasoning 5. Decision-making 6. Self-knowledge Moral Feeling: 1. Conscience 2. Self-esteem 3. Empathy 4. Loving the good 5. Self-control 6. Humility Moral Action: 1. Competence 2. Will 3. Habit
32
1) Moral awareness atau kesadaran moral atau kesadaran hati nurani, yang terdiri dari dua aspek, yaitu tanggung jawab moral dan berpikir secara hati-hati tentang apa yang benar dari perilaku tersebut.
2) Knowing moral values atau pengetahuan tentang nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut antara lain rasa hormat tentang kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab, kejujuran, keterbukaan, toleransi, kesopanan, disiplin diri, integritas, kebaikan, perasaan kasihan, dan keteguhan hati.
3) Perspective-taking atau perspektif yang memikat hati, adalah kemampuan untuk memberi pandangan pada orang lain, melihat sesuatu seperti yang dia lihat, membayangkan bagaimana dia seharusnya berpikir, bereaksi, dan merasakan. Tujuan fundamental dari pendidikan moral adalah untuk membantu peserta didik memahami keadaan dunia dan bagaimana memandang orang lain, khususnya dalam keadaan yang berbeda dengan diri mereka sendiri. 4) Moral reasoning atau pertimbangan-pertimbangan moral, adalah
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan bermoral, dan mengapa kita harus bermoral dalam berperilaku sehari-hari.
5) Decision-making atau pengambilan keputusan, adalah kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral. 6) Self-knowledge atau mengenal diri sendiri, adalah kemampuan
33
bermoral, dituntut adanya kemampuan untuk dapat melihat kembali perilaku yang pernah diperbuat.
Komponen-komponen di atas merupakan gambaran kualitas manusia utama, yang membuat orang memiliki pengetahuan moral (moral knowing), yang semuanya ini berkontribusi terhadap bagian dari kognitif karakter.
b. Komponen dalam moral feeling, yang meliputi enam unsur penting, yaitu:
1)Conscience atau kata hati (hati nurani), yang memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif (pengetahuan tentang apa yang benar) dan sisi emosi (rasa wajib berperilaku menurut kebenaran itu).
2)Self-esteem atau harga diri. Mengukur harga diri kita sendiri berarti kita menilai diri sendiri, dan jika kita menilai diri sendiri, berarti kita merasa hormat terhadap diri sendiri, dan dengan cara demikian kita akan mengurangi penyalahgunaan pikiran atau badan kita sendiri. 3)Empathy atau empati, adalah kemampuan untuk mengidentifikasi,
seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami orang lain, atau merasakan apa yang orang lain rasakan.
4)Loving the good atau cinta pada kebaikan.
5)Self-control atau kontrol diri, adalah kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.
6)Humility atau kerendahan hati, adalah merupakan kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan, padahal kerendahan
34
hati adalah bagian dari aspek afektif dari pengetahuan terhadap diri sendiri.
Komponen-komponen di atas akan memperbaiki bagian emosi dari moralitas diri sendiri.
c. Komponen-komponen dari moral action meliputi tiga unsur penting, yaitu:
1) Competence atau kompetensi moral, adalah kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral dan perasaan dalam perilaku moral yang efektif.
2) Will atau kemauan, adalah kemampuan yang sering menuntut tindakan nyata dari kemauan, memobilisasi energi moral untuk bertindak tentang apa yang dipikirkan dan apa yang harus dikerjakan. Kemauan berada pada keberanian moral inti.
3) Habit atau kebiasaan. Suatu kebiasaan untuk bertindak secara baik dan benar perlu senantiasa dikembangkan.
Tugas pendidikan moral adalah membantu peserta didik supaya memiliki karakter atau akhlak atau budi pekerti yang baik, sekaligus dimilikinya dalam diri peserta didik, pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral yang saling melengkapi satu sama lain, dalam suatu kesatuan organis, harmonis, dan dinamis. Sedangkan tujuan pendidikan moral adalah membantu peserta didik agar menjadi bijak atau pintar dan membantu mereka menjadi orang yang baik. Baik dalam artian ini adalah
35
dimilikinya nilai-nilai yang dapat memperkokoh martabat manusia dan mengembangkan kebaikan individu dan masyarakat.