• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut bahasa sakinah akar kata sakinah berasal dari اًنوُكُس ُنُكْسَي َنَكَس artinya tenang ,tidak bergerak, diam (Yunus. 2007: 174). Sedangkan ditinjau dari segi arti, sakinah mempunyai arti al-waqaar Ath-thuma’ninah, dan al- mahabbah, yang jika diartikan dalam bahasa indonesia berarti ketenangan hati, ketentraman, dan kenyamanan. (Munawir. 1997: 637&984)

Secara khusus, kata ini disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 6 kali, yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 248, At-Taubah ayat 26 dan 40, Al-Fath ayat 4, 18, dan 26 (Zakariyah. 1983:443). dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu dihadirkan oleh Allah SWT kepada hati para Nabi dan orang-orang beriman agar sabar dan tabah menghadapi rintangan, musibah serta cobaan.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah ketentuan Umum Pasal 1 menjelaskan bahwa Keluarga Sakinah adalah keluarga yang didasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara serasi dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara internal keluarga dan lingkungannya, mampu memahami, mengamalkan dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah.

Sedangkan pengertian secara dari keluarga sakinah mawaddah wa rahmah dapat diartikan ada 3 suku kata yang berbeda yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah, namun ketiga kata tersebut bukan berarti harus diartikan secara

terpisah dan sendiri-sendiri, akan tetapi justru ketiga suku kata tersebut menjadi satu yang dihubungkan dengan kata keluarga. Oleh karena itu, tidak perlu dibedakan mana keluarga sakinah, mana keluarga yang mawaddah dan mana keluarga rahmah, tapi yang lebih tepat adalah sebuah keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah.

Achmad Kifni dalam bukunya yang berjudul 101 Nasehat Keluarga Sakinah (1996) memaparkan bahwa keluraga sakinah mawaddah w rahmah menurut islam berbeda dengan pengertian keluarga bahagia dan juga keluarga sejahtera. Jika keluarga bahagia secara umum adalah keluarga yang dalam kehidupannya terpenuhi kebutuhan rohaninya, yaitu hidup yang tentram, aman dan damai serta diliputi rasa cinta, kasih dan sayang. Sedangkan pengertian keluarga sejahtera secara umum adalah keluarga yang terpenuhi kehidupan jasmaninya yaitu cukup pangan, sandang dan papan serta terpelihara kesehatannya. Dengan demikian pengertian keluar sakinah adalah gabungan dari keduanya , yaitu keluarga yang terpenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, keluarga yang hidupnya senang dan selamat jasmani rohani, senang dan selamat dunia akhirat.

Definisi lain dari keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bisa di lihat sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 21 , yang berbunyi

ۡنِمَو

ِهِتََٰياَء

ۦ

َلَعَجَو اَهۡ َلَِإ ْا وُنُكۡسَتِ ل اٗجََٰوۡزَأ ۡمُكِسُفنَأ ۡنِ م مُكَل َقَلَخ ۡنَأ

ُۚ ةَ ۡحَۡرَو ٗةَّدَوَّم مُكَنۡيَب

َنوُرَّكَفَتَي ٖمۡوَقِ ل ٖتََٰيلَأٓ َكِلََٰذ ِفِ َّنِإ

٢١

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-

tanda bagi kaum yang berfikir”

Ahmad Mubarok dalam bukunya Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Keluarga, (2006 : 8) menjelaskan pengertian keluarga sakinah mawaddah wa rahmah menggunakan tiga makna yang terkandung dalam ayat tersebut, yaitu:

a. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang. Maksudnya supaya perkawinan dapat menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya.

b. Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada

(membara atau menggebu-gebu) yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah pasangan muda dimana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan cemburu, sedangkan rasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang terkadang sangat sulit terkontrol.

c. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya semakin bertambah usia pasangan, maka kasih sayangnya semakin naik, sedangkan mawaddah nya semakin menurun. Itulah kita melihat kakek- kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukan gejolak wujud cinta (mawaddah) yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah).

Sedangkan Hamka dalam tafsir Al Azharnya menafsirkan surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi “agar tenteramlah kamu kepadanya”, artinya akan gelisahlah hidup kalau hanya seorang diri karena kesepian, terpencil tidak

berteman (Hamka. 2005 : 59). Lalu si laki-laki mencari-cari si perempuan sampai dapat dan si perempuan menunggu-nunggu si laki-laki sampai datang. Maka hidup pun dipadukanlah jadi satu. Karena hanya dengan perpaduan jadi satu itulah akan dapat langsung pembiakan manusia.

Dan dijadikan di antara kamu cinta dan kasih sayang, Hamka menafsirkan bahwa cinta dan kasih sayang akan sendirinya tumbuh. Tentang

mawaddatan wa rahmatan. Cinta dan kasih sayang yang tersebut dalam ayat itu, dapatlah ditfsirkan bahwa mawaddatan yang kita artikan dengan cinta, ialah kerinduan seorang laki-laki kepada seorang perempuan dan seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang dijadikan Allah thabi’at atau kewajaran dari hidup itu sendiri. (Hamka. 2005: 65)

Tiap-tiap laki-laki yang sehat dan perempuan yang sehat, senantiasa mencari teman hidup yang disertai keinginan menumpahkan kasih yang disertai kepuasan bersetubuh. Bertambah terdapat kepuasan bersetubuh, bertambah termaterailah mawaddatan atau cinta kedua belah pihak. Oleh sebab itu maka tidak ada salahnya dalam pandangan ajaran Islam jika kedua belah pihak suami- isteri membersihkan badan, bersolek, berharum-haruman wangi-wangian, hingga mawaddatan itu bertambah mendalam kedua belah pihak. Tetapi sudahlah nyata bahwa syahwat itu tidaklah terus-menerus selama hidup. Apabila badan sudah mulai tua, laki-laki sudah lebih dari 60 tahun dan perempuan sudah mencapai 50 tahun, syahwat dengan sendirinya mulailah mengendur. Tetapi karena hidup bersuami-isteri itu bukan semata-mata

mawaddatan, bertambah mereka tua, bertambahlah kasih mesra kedua pihaknya bertambah dalam. Itulah dia rahmatan kedua belah pihak. Apa lagi bila melihat

anak-anak dan cucu-cucu sudah besar-besar, sudah dewasa, bahkan sudah tegak pula ke tengah masyarakat. (Hamka. 2005: 77)