• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.2. Kepuasan Kerja

2.2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Dalam kehidupan organisasi, seringkali kepuasan kerja digunakan sebagai dasar ukuran tingkat kematangan suatu organisasi. Salah satu gejala yang menyebabkan kurang baiknya kondisi kerja suatu organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya kepuasan yang tinggi merupakan indikasi bahwa organisasi dapat mengelola dengan baik sunber daya manusianya yang pada akhirnya berlanjut pada kemajuan organisasi. Menimbulkan motivasi agar tercapai kepuasan kerja bagi karyawan merupakan suatu keharusan bagi organisasi. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya.

Banyak batasan pengertian yang diberikan para ahli dalam hal kepuasan kerja, yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Namun demikian perbedaan itu hanya tersirat dalam dimensi pendekatannya, sedangkan secara prinsip mengandung satu kaidah pemahaman. Sangat diharapkan bahwa kepuasan pekerja akan mengakibatkan pemberian pelayanan. (schmit and allscheid 2004) dan penyelesaian pada kegagalan pada layanan.

Siagian (2000, 129) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai cara pandang seseorang yang bersifat positif maupun negative tentang pekerjaannya. Oleh karena itu, bila seseorang berbicara sikap karyawan terhadap pekerjaannya maka yang dimaksudkan adalah kepuasan kerja itu sendiri. Menurut Davis dan Newstrom (2000, 105) mengartikan kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai yang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan ukuran proses pembangunan manusia yang berkelanjutan.

Menurut Robbins (2002: 24), kepuasan kerja adalah sikap seseorang secara keseluruhan terhadap pekerjaannya, atau dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perbedaan antara harapan dan kenyataan dari imbalan yang diterima dalam bekerja. Jika imbalan yang diterima sama atau lebih besar dari yang diharapkan, maka menyebabkan kepuasan. Sebaliknya, jika imbalan yang diterima lebih kecil dari yang diharapkan, maka menyebabkan ketidakpuasan.

Menurut Hasibuan (2001: 202) mengatakan bahwa: Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya sedangkan menurut Wexley dan Yukl yang dikutip dari Mangkunegara (2001: 117): “Job satisfaction is the way on employee feel about his or her job” (adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang mendukung atau tidak mendukung diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun dengan kondisi dirinya. Selaras dengan pernyataan Mangkunegara (2000:117) bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan yang mendorong atau tidak

mendorong pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya.

Kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaan (M. As’ad, 2001: 104). Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. Menurut Nawawi (2003: 72), kepemimpinan merupakan kegiatan sentral d idalam sebuah kelompok maupun organisasi, dengan seorang pimpinan puncak sebagai figur sentral yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya.

Bavendam (2000) mengidentifikasi 6 faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan kerja pada karyawan, yaitu:

1. Peluang; karyawan lebih puas apabila mereka menghadapi peluang yang menantang dalam pekerjaannya. Peluang ini meliputi diikutsertakan dalam proyek-proyek yang menarik, kepemimpinan dalam tim kerja, pengangkatan khusus seperti promosi serta adanya kesempatan untuk maju.

2. Stress, apabila stress terus tinggi, kepuasan kerja akan rendah. Pekerjaan akan lebih penuh tekanan apabila mereka mencampurkannya dengan kehidupan pribadi.

3. Kepemimpinan; karyawan akan lebih puas apabila manajer mereka adalah pimpinan yang baik.

4. Standar kerja; karyawan akan merasa lebih puas apabila seluruh kelompok kerja bangga akan kualitas kerjanya.

5. Pemberian penghargaan; karyawan akan lebih puas apabila merasa dihargai secara wajar atas apa yang mereka lakukan.

6. Otoritas; karyawan akan lebih puas apabila mereka memiliki kebebasan dan otoritas atas pekerjaan mereka.

Locke (2001) dalam Robbins (1996, 181) menguraikan faktor-faktor penting yang mendorong kepuasan kerja, yaitu:

1. Kerja yang secara mental menantang 2. Ganjaran yang pantas

3. Kondisi kerja dan rekan sekerja yang mendukung

Sedangkan menurut Flippo dalam Rais (2002, 48), determinan dari kepuasan kerja terdiri atas:

1. Upah (wage)

2. Jaminan pekerjaan (security of job)

3. Rekan kerja yang menyenangkan (congenial asscociates)

4. Penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan (credit for work done) 5. Pekerjaan yang berarti (a meaningful job)

6. Kesempatan untuk maju (opportunity to advance) 7. Kondisi kerja yang nyaman (working condition)

8. Kepemimpinan yang adil dan kompeten (competent and fair leadership) 9. Perintah dan arahan yang masuk akal (reasonable orders and directions) 10.Organisasi yang relevan secara social (a socially relevant organization)

Tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas, Siagian (2002, 26)menyatakan beberapa indikator kepuasan kerja, yaitu:

1. Kondisi kerja yang baik

2. Diikutsertakannya dalam proses pengambilan keputusan terutama yang menyangkut nasibnya

3. Cara pendisiplinan yang otomatis 4. Penghargaan atas prestasi kerja 5. Kesetiaan pimpinan terhadap bawahan 6. Penggajian yang adil

7. Kesempatan promosi

8. Adanya pengertian pimpinan jika bawahan menghadapi masalah 9. Jaminan atas perlakuan yang adil dan wajar

10.Pekerjaan yang menarik

Menurut Wexley dan Yukl (2002: 130) menyatakan setidaknya ada tiga kategori yang dapat mengungkapkan perihal kepuasan kerja meskipun dalam lingkup yang terbatas. Ketiga teori kepuasan kerja yang dimaksud adalah:

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ketidaksesuaian ini pertama kali diungkapkan oleh L.W. Porter. Menurut L.W. Porter, seperti yang dikutip oleh Wexley dan Yukl (2002: 130), bahwa kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”

Adapun pendapat Locke mengenai kepuasan kerja yang dikutip oleh Wexley dan Yulk (2002: 130), menjelaskan bahwa kepuasan atau

ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang telah dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakter pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual.

Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa semakin besar kekurangan dan semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan seseorang apabila terpenuhi, maka semakin besar ketidakpuasan artinya seseorang akan merasa terpuaskan jika ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual yang diterima. 2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan merinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang pekerja akan menganggap fair atau wajar akan insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya apabila sama dengan orang lain yangsederajat. Menurut teori ini, “setiap karyawan akan membandingkan rasio input-outcomes dirinya dengan rasio input-outcomes orang lain (compression person).”

3. Mengacu pada pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya teori ini menitik beratkan pada usaha membandingkan antara rasio masukan dan keluaran seorang pekerja dengan pekerja lain. Input atau masukan ialah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Misalnya pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah jam kerja, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud outcomes adalah segala

sesuatu yang berharga yang dirasa sebagai hasil dari pekerjanya, misalnya upah, insentif, upah, status pengakuan, dan kesempatan untuk berkembang. Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil (equity), maka seseorang akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan kepuasan tetapi juga tidak.

4. Teori Dua Faktor

Teori “Dua Faktor” dikembangkan oleh Herzberg yang menyatakan kepuasan (job satisfactions) dan ketidakpuasan kerja (job dissatisfactions) itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang dinamakan disatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Satisfiers (Motivators Needs) meliputi faktor-faktor intrinsik atau faktor-faktor yang berasal dari intern karyawan, dimana faktor-faktor ini dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja seperti: recognition, autonomy, responsibility, and the work itself (work activities). Apabila motivator needs

terpenuhi, maka karyawan akan merasa puas, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisfier (hygiene factors) meliputi faktor ekstrinsik atau faktor-faktor yang berasal dari luar pekerjaan itu sendiri (the work itself), dimana faktor-faktor ini terbukti menjadi sumber ketidakpuasan. Hygiene factors meliputi hal-hal seperti pay wages, working condition, dan human relation behavior of supervisors atau co-worker. Apabila hygiene needs tidak terpenuhi, maka

karyawan akan merasa tidak puas. Sebaliknya apabila hygiene needs terpenuhi, maka karyawan akan puas (not dissatisfied).

Jadi menurut teori ini perbaikan wage salary, working conditions, supervisions, dan sejenisnya tidak menimbulkan kepuasan, tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. “Jika besarnya dissatisfier (hygiene factors) memadai untuk memenuhi kebutuhan karyawan, maka tidak akan lagi kecewa tetapi di atas masih belum terpuaskan.” Adapun yang dapat memacu karyawan untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivators) hanyalah kelompok satisfiers atau

motivators.

Selanjutnya Robbins (2002 : 149) menyatakan bahwa dari banyak literatur mengindikasikan faktor-faktor penting kepuasan kerja adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan yang secara mental menantang

Pernyataan ini bahwa karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan baragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaan mereka. Karakteristik seperti ini membuat kerja secara mental menantang.

2. Ganjaran yang pas

Pernyataan ini berarti bahwa karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan adil, tidak membingungkan dan sesuai dengan harapan.

3. Kondisi kerja yang mendukung

Pernyataan ini berarti bahwa karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk keamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Karyawan lebih menyukai kondisi fisik organisasi yang tidak berbahaya.

4. Rekan sekerja yang mendukung

Pernyataan tersebut berarti bahwa rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jika kondisi tantangan pekerjaan sedang, pemberian imbalan dan promosi dipersepsikan adil, kondisi fisik organisasi tidak berbahaya dan nyaman, serta adanya rekan kerja yang ramah dan mendukung, maka akan tercipta kepuasan kerja. Tingginya kepuasan kerja akan menimbulkan kesehatan mental dan fisik yang baik, memudahkan karyawan untuk belajar tentang pekerjaan yang baru, dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, rendahnya tingkat kecelakaan dan rendahnya catatan yang berkenaan dengan keluhan-keluhan tentang organisasi. Dalam penelitian ini, kepuasan kerja karyawan diartikan sebagai kondisi afektif yang berasal dari evaluasi seseorang terhadap pekerjaannya.

Menurut Igalens dan Roussel (2004:117) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1. Kepuasan intrinsik (intrinsic satisfaction)

Menurut Hasibuan (2002: 202) kepuasan intrinsik adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,

penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan intrinsik akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

2. Kepuasan ekstrinsik (extrinsic satisfaction)

Menurut Hasibuan (2002: 202) kepuasan ekstrinsik adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan ekstrinsik lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.

3. Pengakuan (Recognition)

Menurut Hasibuan (2002: 147) pengakuan maksudnya adalah memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang dicapainya. Karyawan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya.

4. Social utility

Social utility adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat atas hasil kerja karyawan. Menurut pendapat dari Smith, Kendall, dan Hullin dalam bukunya Luthans (2002: 56) menyatakan bahwa ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja meliputi pekerjaan itu sendiri (the work it self), gaji (Pays), peluang promosi (promotion opportunities), pengawasan (supervision) dan rekan kerja (Co-worker).

2.2.3. Kompensasi

2.2.3.1. Pengertian Kompensasi

Menurut Hasibuan (2002:135) kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan dan karyawan. Kepentingan perusahaan dengan pemberian kompensasi yaitu memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar dari karyawan. Sedangkan kepentingan karyawan atas kompensasi yang diterima yaitu dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan menjadi keamanan ekonomi rumah tangganya.

Martoyo (2000:126) menyatakan bahwa kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi “employers” maupun “employees” baik yang langsung berupa gaji atau upah tetap (finansial) maupun tidak langsung berupa barang atau uang di luar gaji atau upah tetap (nonfinansial).

Handoko (2001:155) menyatakan kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.

Hasibuan (2000:117) menyatakan kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.

Nawawi (2001:315) menyatakan kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.Kompensasi yang berarti penghargaan/ganjaran tidak sekedar berbentuk pemberian upah/gaji sebagai akibat dari pengangkatannya menjadi tenaga kerja sebuah organisasi/perusahaan.

Bagi perusahaan kompensasi merupakan faktor utama dalam kepegawaian. Kebijakan sumber daya manusia banyak berhubungan dengan pertimbangan untuk menentukan kompensasi karyawan. Tingkat besar-kecilnya kompensasi sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat jabatan, dan masa kerja karyawan.

Dari pengertian di atas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasi/ perusahaan. Menurut Martoyo (2000), fungsi kompensasi adalah: a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif

Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang berprestasi tinggi.

b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk:

a. Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan.

Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi. b. Mempertahankan karyawan yang ada

Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan betapa besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang qualified.

c. Menjamin keadilan

Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan

Besar kecilnya pemberian kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan.

e. Mengendalikan biaya-biaya

Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan memperbesar biaya. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.

f. Memenuhi peraturan-peraturan legal

Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.

Pemberian kompensasi bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Adanya kompensasi yang memadai dapat membuat karyawan termotivasi untuk bekerja dengan baik, mencapai prestasi seperti yang diharapkan perusahaan, dan dapat meningkatkan tingkat kepuasan karyawan.

Menurut Hadari Nawawi (2001:315) kompensasi yang berarti penghargaan/ ganjaran ternyata Tidak sekedar berbentuk pemberian upah atau gaji sebagai akibat dari pengangkatannya menjadi tenaga kerja sebuah organisasi/ perusahaan. Penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi harus dibedakan jenis jenisnya sebagai berikut:

1. Kompensasi langsung 2. Kompensasi tidak langsung 3. Insentif

2.2.3.2. Kompensasi langsung

Kompensasi langsung adalah penghargaan/ganjaran yang disebut gaji atau upah, yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Sejalan dengan pengertian itu upah atau gaji diartikan juga

sebagai pemabayaran dalam bentuk uang secara tunai atau berupa natural yang diperoleh pekerja untuk pelaksanaan pekerjaannya.

Upah diartikan juga sebagai harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, mengartikan upah ialah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penrima kerja untu suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Selanjutnya pengertian itu dilengkapi pula dengan mengetengahkan fungsi upah yang mengatakan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi yang dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan, yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.

Kompensasi langsung disebut juga upah dasar yakni upah atau gaji tetap yang diterima seorang pekerja dalam bentuk upah bulanan (salary) atau upah mingguan atau upah setiap jam dalam bekerja (hourly wage ).

Pengertian gaji menurut Hasibunan (2005: 18) adalah balas jasa yang dibayarkan secara periodik kepada karyawan tetap serta mewmpunyai jaminan yang pasti maksudnya gaji tetap dibayarkan walaupun pekerja itu tidak masuk kerja. Sedangkan menurut Mangkunegara (2004: 85) gaji merupakan uang yang dibayarkan kepada pegawai atas balas jasa pelayanannya yang dibayarkan kepada pegawai atas jasa pelayanannya yang diberikan secara bulanan.

Beberapa definisi di atas berbeda pendapat tetapi jelas pendapat tersebut mempunyai maksud yang sama, yaitu balas jasa yang dibayarkan secara tetap atau bulanan yang diterima seseorang atau karyawan telah memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Dessler (2006: 189), upah atau gaji karyawan adalah merupakan suatu penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan serta berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi.

Untuk menetapkan besarnya gaji atau upah yang adil terdapat lima langkah yaitu:

a. Lakukan survei gaji terhadap beberapa perusahaan lain mengenai besarnya upah untuk pekerjaan yang sebanding.

Survei gaji bertujuan untuk menetapkan tarif upah yang berlaku di masyarakat. Survei gaji yang baik memberikan tarif upah yang spesifik untuk jabatan spesifik.

b. Tentukan nilai dari masing-masing pekerjaan melalui evaluasi jabatan. Evaluasi jabatan merupakan suatu perbandingan sistematik yang dibuat untuk menetapkan nilai dari satu pekerjaan dengan pekerjaan lain.

c. Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa ke dalam tingkatan upah. Tingkatan upah adalah suatu tingkat pembayaran yang terdiri dari jabatan-jabatan dengan tingkat kesulitan yang hampir sama.

d. Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan menggunakan kurva upah.

Kurva upah/lini memperlibatkan hubungan antara nilai jabatan dengan upah rata-rata untuk jabatan tertentu. Tarif upah biasanya ditunjukkan oleh sumbu vertikal, sedangkan untuk jabatan ditunjukkan oleh sumbu horizontal.

e. Tentukan tarif upah

Keuntungan menggunakan system ini adalah bila terjadi kenaikan pangkat yang tidak tertalu menonjol atau berbeda jauh dengan kedudukan sebelumnya, perusahaan tidak perlu mengubah tariff upahnya terlalu besar.

Dasar-dasar penyusunan upah dan gaji antara lain senagai berikut: a. Upah menurut prestasi kerja

Pengupahan dengan cara ini langsung mengaitkan besarnya upah dengan prestasi kerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan yang bersangkutan. Jadi besarnya upah tersebut bergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja karyawan.

b. Upah menurut lama kerja

Cara ini sering disebut sistem upah waktu. Besarnya upah ditentukan atas dasar lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu dan per bulan.

c. Upah menurut senioritas

Cara pengupahan ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas karyawan yang bersangkutan dalam suatu organisasi.dasar pemikirannya adalah karyawan senior menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi pada organisasi tempat mereka bekerja.

d. Upah menurut kebutuhan

Cara ini menunjukkan upah para karyawan didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari karyawan. Ini berarti upah yang diberikan wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi kehidupan yang layak sehari-hari (kebutuhan pokok minimum) tidak berlebihan, tetapi juga tidak berkekurangan.

Dokumen terkait