• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

4. KepuasanKerja Guru

4.1 Pengertian KepuasanKerja

target sebagaimana yang telah ditentukan ataukah belum. Kata evaluasi merupakan peng-Indonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa Inggris, yang lazim diartikan dengan penaksiran. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir dan menilai. Sedangkan orang yang menaksir atau menilai disebut dengan evaluator (Ali Imron, 2011, h. 196).

disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.Ini berarti bahwa konsep kepuasan kerja dilihat sebagai hasil interaksi manusia terhadap komitmen organisasinya.

Hartatik (2014; 26) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menurut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja, dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu. Sebaliknya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu.

Menurut Suwatno (2014; 291) kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan terhadap pekerjaannya, apakah senang atau tidak senang sebagai hasil interaksi pegawai dengan lingkungan pekerjaannya. Kemudian Menurut Handoko (2014) kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Menurut beberapa definisi tentang kepuasan kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perbandingan antara persepsi dan harapan seseorang yang dalam hal ini berupa imbalan yang diterima dari pekerjaan yang dilakukan dengan harapan karyawan karyawati dari pekerjaan yang dilaksanakan.

4.2 Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.

Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja menurut Hartatik (2014; 226) yaitu:

a) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasa. Sehingga, apabila kepuasan diperoleh melebihi apa yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terjadi ketidaksesuaian yang positif.

Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

b) Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori ini mengungkapkan bahwa orang merasa puas atau tidak tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam situasi kerja. Menurut teori ini, komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas, dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melakukan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan, dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil maka karyawan tersebut akan merasa puas. Bila

perbandingan itu tidak seimbang, tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak.

c) Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Menurut teori ini, kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan satu variable yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu satisfies (motivator) dan dissatisfies.

Satisfies adalah faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, serta ada kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor tersebut selalu menimbulkan ketidakpuasan. Dissatisfies adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpersonal, kondisi kerja, dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika faktor ini tidak terpenuhi, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan

Mengacu pada penjeasan tentang kepuasan kerja diatas, maka selanjutnya dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Menurut Mangkunegara (2013: 120) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja, yaitu faktor yang sudah ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.

a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

Dan berdasarkan penjelasan tersebuat sebelumnya tentang kepuasan kerja, hal ini di dukung oleh hasil penelitain oleh penjelasan

Robbins (2008) menyatakan survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja jasa untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja pegawai Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei.

2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif.

3. Survei diadminisrtasikan secara wajar.

4. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kesesuian hasilnya dari pemimpin Keuntungan dilaksanakannya survei kepuasan kerja diantara lain, kepuasan kerja secara

umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja dan untuk keperluan pelatihan (training).

a. Kepuasan kerja secara umum

Keuntungan survei kepuasan kerja dapat meberikan gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai di perusahaan.

Begitu pula untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu, survei juga sangat bermanfaat dalam mendiagnosis masalah masalah pegawai yang berhubungan dengan peralatan kerja.

b. Komunikasi

Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat daalam mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran pegawai. Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap pekerjaannya dengan melalui survei dapat membantu mengkomunikasikan kepada pemimpin.

c. Menguatkan sikap kerja

Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian dari pihak pemimpin.

d. Kebutuhan pelatihan

Survei kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai biasanya diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan dari perlakukaan pemimpin pada bagian jabatan tertentu. Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan

dengan kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai-pegawai peserta pelatihan.

4.3 Indikator Kepuasan Kerja

Indikator-indikator yang akan dipakai untuk menentukan kepuasan kerja yaitu (Robbins, 2008):

1. Pekerjaan yang secara mental menantang

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang akan menciptakan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu banyak menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

2. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Studi–studi membuktikan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat - alat yang memadai.

3. Gaji atau upah yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila

upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu, individu –individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil, kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya.

4. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan

Teori “kesesuaian kepribadian–pekerjaan” Holland menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan menghasilkan seorang individu yang lebih terpuaskan. Orang–orang dengan tipe kepribadian yang sama dengan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar untuk berhasil dalam pekerjaannya, sehingga mereka juga akan mendapatkan kepuasan yang tinggi.

5. Rekan sekerja yang mendukung

Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.

5. Kinerja Guru

Guru adalah pelaku utama dalam pendidikan karena guru yang bersingunggan langsung dengan peserta didik. Sarana dan prasarana merupakan pendukung dalam tercapainya tujuan pendidikan, begitu juga dengan kurikulum yang berperan sebagai menu wajib bagi siswa untuk dipelajari sesuai dengan

tingkatan dan kompetensinya. Sehingga faktor-faktor tersebut harus berjalan dengan baik dan saling menguatkan. Namun, sering kali pendidikan di Indonesia mengasumsikan bahwa apabila ada kemerosotan dalam pendidikan, memposisisikan kurikulum, sarana dan prasarana sebagai penyebab utama merosotnya pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tercermin dengan adanya perubahan kurikulum mulai kurikulum 1975 sampai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Tugas guru menjadi lebih berat. Guru juga mempunyai tugas mendidik peserta didik agar mempunyai moral dan kepribadian yang baik sesuai dengan nilai-nilai agama. Guru merupakan sosok yang mengemban tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang telah dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang SINDIKNAS bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berahlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang RI No.20, 2003. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Pendidikan Nasional, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa tetapi juga bertujuan untuk membentuk watak dan kepribadian peserta didik dengan demikian tugas guru menjadi lebih berat. Guru juga mempunyai tugas mendidik peserta didik agar mempunyai moral dan kepribadian yang baik sesuai dengan nilai-nilai agama.

Menurut Undang-Undang guru dan dosen, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang No 14, 2005). Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.

Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Guru harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola para siswanya.

Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya memberi motivasi bagi siswanya (Usman, 2005).

5.1 Defenisi Kinerja Guru

Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawab dalam menjalankan amanah yang diemban, rasa tanggung jawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitas didalam menjalankan tugas keguruan didalam kelas dan tugas kependidikannya diluar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggung jawab dalam mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melakukan proses pembelajaran.

Supardi (2013: 54) ”kinerja guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran di madrasah dan bertanggung jawab atas peserta didik di bawah bimbingannya dengan meningkatkan prestasi belajar peserta didik”. Suharsaputra (2010: 176) menjelaskan bahwa “pada hakikatnya kinerja guru adalah perilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu”.

Kinerja guru merupakan fokus penting pendidikan. Menurut Tabrani Rusyan dkk, (2012:17). Kinerja guru adalah melaksanakan proses pembelajaran baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas di samping mengerjakan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti mengerjakan administrasi sekolah dan administrasi pembelajaran, melaksanakan bimbingan dan layanan pada para siswa, serta melaksanakan penilaian. Ada seperangkat standar untuk menilai kinerja guru (Kusmianto, 2013:49), dalam menjalankan tugasnya, yang mencakup bagaimana guru bekerja dengan siswa secara individual, persiapan dan perencanaan pembelajaran, pendayagunaan media pembelajaran, melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar, dan kepemimpinan yang aktif ”. Adapun indikator kinerja guru yang digunakan meliputi: menguasai bahan yang akan diajarkan, mengelola program belajar mengajar. menggunakan media/ sumber pelajaran, mengelola interaksi belajar mengajar, dan menilai prestasi siswa.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 5 Ayat 1 menjelaskan bahwa tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. kemudian pasal 6 menyebutkan kewajiban Guru dalam melaksanakan tugas adalah:

a. Merencanakan pembelajaran/bimbingan, melaksanakan pembelajaran/

bimbingan yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/

bimbingan, serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan;

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundangundangan, hukum, dan kode etik Guru, serta nilai agama dan etika;

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Mengutip dari Iskandar, U. (2016: 99) kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran di kelas meliputi: (1) Perencanaan program kegiatan pembelajaran, (2) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan (3) Evaluasi/penilaian pembelajaran.

Priansa, D. J. (2014: 79) mengatakan kinerja guru nampak dari tanggung jawabnya dalam menjalankan amanah, profesi yang diembannya, serta moral yang dimilikinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa tugas keprofesionalan guru berdasarkan UU RI no. 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pada pasal 20 (a) yaitu Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

Menurut Sa‟ud (2011: 50) seorang guru dalam proses belajar mengajar, minimal harus memiliki empat kemampuan, yakni (1) kemampuan merencanakan proses belajar mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar, (3) menilai kemajuan proses belajar mengajar, dan (4) menguasai bahan pelajaran. Sementara itu Mulyasa (2013: 103) menyebutkan bahwa “kinerja guru dalam pembelajaran berkaitan dengan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, baik yang berkaitan dengan proses maupun hasilnya”.

Dokumen terkait