• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Konflik

Dalam bahasa Inggris terdapat 2 (dua) istilah pengertian konflik, yakni “conflict” dan “dispute” yang keduanya mengandung pengertian

tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni “konflik”, sedangkan “dispute” dapat diterjemahkan dengan arti sengketa. Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keperihatinannya. Konflik juga sering diidentikkan dengan suasana krisis, dalam istilah Cina “krisis’ (wei chi) mengandung arti bahaya dan peluang. Dua kata kunci penting yang berkaitan dengan batasan konflik: Disagreement (ketidaksetujuan) dan incompatible (bertentangan/tidak cocok dengan/sulit didamaikan).

Konflik hahekatnya dimulai dari pikiran. Pikiran tentang eksistensi diri sendiri maupun dalam konteks ada bersama orang lain atau kelompok. Dalam diri manusia secara pribadi selalu terjadi konflik ketika kita harus mengambil keputusan atau melakukan pilihan tertentu. Konflik yang terjadi dalam diri secara pribadi ditandai dengan kegelisahan atau rasa tidak nyaman ketika harus melakukan sebuah keputusan, sekalipun tidak terkait dengan pihak lain. Dalam konteks yang lebih luas, konflik bisa terjadi antarpribadi, antara pribadi dengan kelompok, dan antar kelompok.

Dalam cara pandang ilmu sosial, konflik selalu mengandung dua pemaknaan, yaitu sebagai sebuah gejala sosial dan sebagai sebuah paradigma. Sebagai sebuah gejala sosial, konflik dijadikan indikator untuk memahami dinamika yang terjadi atau sedang berlangsung dalam suatu kelompok masyarakat. Ada dua kontribusi konflik terhadap dinamika kehidupan masyarakat: (1) Konflik berfungsi memelihara kondisi

yang tidak pernah mengalami konflik, justru dipertanyakan dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut.

Manifestasi konflik

Konflik yang terjadi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara, diantaranya adalah :

1. Perselisihan (dispute): paling mudah terlihat. Dapat berbentuk

protes (grievances), tindakan indisipliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai, tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara fihak internal proyek ataupun dengan fihak luar.

2. Persaingan (competition) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya

tidak sama dengan konflik, bila mengikuti aturan main yang jelas dan ketat.

3. Sabotase (sabotage): bentuk produk konflik yang tidak dapat

diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik, dalam internal organisasi proyek atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain.

4. Inefisiensi/Produktivitas Rendah: salah satu fihak dengan

sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll.

5. Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril dicerminkan dalam

menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit (hidden conflict)

6. Menahan/Menyembunyikan Informasi. Informasi adalah salah

satu sumber daya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut. Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan ketidakpercayaan (distrust)

Memahami Akar Konflik

Dalam memahami akar konflik ini hal yang perlu dilakukan adalah memetakan apa saja objek yang disengketakan dan siapa saja pihak pihak-pihak yang bersengketa. Konflik sumber daya alam selalu berhubungan dengan akar masalah, penyebab langsung konflik, dan obyek konflik yang diperebutkan para pihak.

Dalam hal konteks konflik pengelolaan SDA, konflik yang sering terjadi adalah (1) Tumpang-tindih kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam. (2) Kegagalan pengaturan tata-ruang untuk memberikan ruang kelola yang adil. (3) Ekspansi penguasaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan tanaman industri kehutanan dan perkebunan. (4) Tidak efektifnya program pembangunan ekonomi berbasis masyarakat.

Tumpang-tindih kebijakan pemerintah sangat terasa pada pengelolaan kawasan hutan. Banyak perijinan pengusahaan kawasan hutan yang dikeluarkan pemerintah pusat (departemen kehutanan) tidak memperhitungkan realitas lapangan. Lahan-lahan kawasan hutan negara dan kawasan hutan adat (hak ulayat) yang dikuasai masyarakat secara turun-temurun dan sudah memiliki bukti-bukti kegiatan budidaya harus beralih menjadi areal HPH/HTI secara cepat di bawah kuasa perusahaan. Situasi ini melahirkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan.

Kegagalan pengaturan tata-ruang secara adil disertai kuatnya ekspansi penguasaan lahan demi pengembangan tanaman industri dan perkebunan mengakselerasi kerusakan sumber daya alam dan penyingkiran masyarakat secara fisik beserta hak-haknya. Lahan-lahan yang dikelola masyarakat dengan basis hak pengelolaan sebagai transmigran secara sepihak ditumpang-tindihkan menjadi areal HTI dan perkebunan. Situasi ini selain melahirkan konflik langsung antara masyarakat transmigran dengan perusahaan, juga memancing lahirnya konflik horizontal karena masyarakat transmigran berusaha mengokupasi lahan-lahan masyarakat setempat untuk bisa bertahan hidup.

Kekacauan, distorsi, dan buruknya praktik pengelolaan sumber daya alam tersebut menjelma menjadi penyebab langsung lahirnya konflik, yaitu: (1) Tumpang-tindih hak-hak penguasaan sumber daya lahan (antara masyarakat dan perusahaan). (2) Pengabaian hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan. (3) Perebutan sumber daya lahan antar masyarakat. (4) Tidak terpenuhi tuntutan kompensasi pengelolaan sumber daya alam oleh masysrakat. (5). Perebutan lahan pasca-HGU perkebunan. (6) Terbatasnya lahan garapan masyarakat. Faktor-faktor tersebut telah menggerakkan dan menjadi alasan yang mendasari terjadinya berbagai konflik/sengketa antarmasyarakat, masyarakat dengan perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah.

Tipologi konflik

Beragam konflik kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. Masing-masing pihak merasa memiliki hak dalam mengelolanya. Para pihak yang terlibat dalam konflik sumber daya alam meliputi masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Luasnya para pihak yang terlibat dalam konflik mempengaruhi kompleksitas kepentingan para pihak di balik konflik sumber daya alam. Sebagian besar masyarakat yang terlibat dalam konflik menempatkan konflik sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan untuk menguasai, mengklaim, dan merebut kembali sumber daya alam dari pihak lain, baik antar masyarakat maupun dari perusahaan dan pemerintah. Sarana untuk mewujudkan tujuan itu terlihat dalam berbagai konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam penguasaan sumber daya alam. Konflik yang sering terjadi adalah antara masyarakat dengan perusahaan dan masyarakat dengan pemerintah.

Melihat dan Menyikapi konflik

Untuk melihat dan menyikap konflik, hal yang perlu diperhatikan adalah memahami akar dari masalah tersebut. Dan hal yang perlu dilihat atau diamati adalah masalah apa yang disengketakan (objek sengketa), para pihak yang bersengketa (subjek sengketa) dan pendekatan seperti apa yang harus dilakukan dalam penyelesaian konfliknya.

Pada umumnya objek yang dipersengketakan sangat jelas dan dapat diamati, diukur luasan, potensi, dan nilainya; tetapi perkembangan komodifikasi jasa-jasa lingkungan menunjukkan bahwa objek yang dipersengketakan terus berkembang. Jika di masa lalu objek sengketa merupakan sesuatu yang sangat kongkrit dan kasat mata, maka belakangan ini makin banyak objek sengketa yang abstrak dan tidak terlihat langsung. Objek yang dipersengketakan dapat berupa sebidang tanah, tegakan hutannya, dan berbagai sumber daya hutan lainnya.

Kalau subjek sengketa adalah para pihak yang merasa memiliki hak atas tanah, hutan dan sumber daya alam yang ada di suatu wilayah. Pihak-pihak inilah yang perlu kita temukenali dan uraikan siapa saja mereka dan apa yang membuat mereka mengeliminasi kepentingan pihak lain. Tidak boleh ada subjek yang tertinggal, karena jika ini terjadi misalnya salah satu

aktor penting terabaikan dalam percaturan penanganan sengketa maka hal itu dapat melemahkan kesepakatan yang mungkin akan dibangun masa depan. Dengan melihat objek dan subjek sengketa ini akan memudahkan kita untuk menyikapinya dan pilihan yang tepat dalam penyelesaian konfliknya.

KONFLIK STRUKTURAL

 Pola perilaku / interaksi destruktif  Ketidakseimbangan kontrol, kepemilikan, dan distribusi sumberdaya  Ketidakseimbangan kekuatan dan kewenangan  Faktor-faktor geografis, fisik, atau lingkungan yang merintangi

kerja sama  Keterbatasan waktu

KONFLIK DATA  Informasi kurang

 Mis-informasi  Perbedaan pandang apa yang relevan  Perbedaan interpretasi data

Perbedaan prosedur assessment

KONFLIK KEPENTINGAN

 Pemahaman/kompetisi nyata atas substansi  Prosedural

Psikologis

KONFLIK NILAI

 Perbedaan kriteria untuk menilai gagasan /perilaku

 Sasaran yang memiliki nilai hakiki eksklusif

 Perbedaan jalan hidup, ideologi, atau agama

KONFLIK HUBUNGAN

 Emosi yang kuat  Mis-persepsi / stereotip  Mis-komunikasi / komunikasi

lemah

Perilaku negatif yang berulang

Gambar-1, Moore’s Pizza oleh Christoper Moore, dalam the Mediation Process: Practical Strategies for resolving Conflict, 1996

Bentuk dan Eskalasi Konflik Oleh: Ahmad Zazali

Dalam perkembangan dewasa ini makna konflik tidak hanya karena pertentangan kepentingan, tetapi juga karena sebab struktural, nilai-nilai, hubungan dan konflik data, yang kemudian dipersepsikan oleh aktor-aktor yang terlibat.

Terhadap beragam sumber konflik tersebut, terdapat kecenderungan pilihan strategi intervensi yang memungkinkan untuk dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan, yaitu :

a. konflik struktural

Memperjelas batasan dan peran perubahan; Menggantikan pola-pola perilaku destruktif; Mengalokasikan kembali kepemilikan atau kontrol terhadap sumber daya; Menetapkan proses pembuatan keputusan yang dapat diterima secara adil dan saling menguntungkan; Mengubah proses negosiasi dari tawar-menawar berdasarkan posisi pada berdasarkan kepentingan; Memodifikasi cara-cara mempengaruhi yang digunakan oleh para pihak (mengurangi kekerasan/pemaksaan, lebih persuasif); Mengubah hubungan fisik dan lingkungan para pihak (ketertutupan dan jarak); Memodifikasi tekanan-tekanan eksternal para pihak; Mengubah kendala-kendala waktu.

b. konflik kepentingan

Ini meliputi kegiatan seperti: Memfokuskan pada kepentingan, bukan posisi; Mencari kriteria yang obyektif; Mengembangkan solusi yang integratif yang memenuhi kebutuhan seluruh pihak; Mencari cara memperluas pilihan-pilihan atau sumber daya; Mengembangkan trade-off untuk memuaskan kepentingan yang berbeda secara kuat.

c.konflik nilai

Menghindari pembatasan problem dalam istilah-istilah nilai; Menginzinkan para pihak untuk setuju dan tidak setuju; Menciptakan lingkungan yang mempengaruhi di mana satu perangkat nilai mendominasi; Mencari tujuan yang lebih tinggi yang seluruh pihak dapat berkontribusi.

d.konflik hubungan antara manusia

Kemungkinan ini mencakup: Mengontrol ekspresi emosi melalui prosedur, aturan main bersama, pertemuan-pertemuan kecil dsb; Mengklarifikasi persepsi dan membangun persepsi yang positif; Memperbaiki kualitas dan kuantitas komunikasi; Mencegah perilaku negatif yang berulang-ulang melalui perubahan struktur; Mendorong perilaku penyelesaian masalah secara positif.

e.konflik data

Ini antara lain dapat dilakukan dengan: Mencapai kesepakatan tentang data apa yang penting; Menyetujui tentang proses pengumpulan data; Mengembangkan kriteria bersama untuk menilai data; atau Menggunakan ahli dari pihak ketiga untuk mendapatkan opini dari luar atau memecahkan kemacetan.

Memahami Eskalasi Konflik

Situasi konflik di lapangan seringkali cukup rumit dan akumulasi dari berbagai sumber konflik yang kemudian diekspesikan dengan sikap, tindakan dan perasaan yang tercampur menjadi satu. Derajat eskalasi akan semakin tinggi jika para pihak yang berlawanan saling meningkatkan tekanan dan tentu akan semakin menyulitkan proses untuk menemukan konsensus jika konflik cenderung mengarah pada kondisi yang merusak (destructive).

-Perang

-Pertarungan / Penghindaran

-Perseteruan

Dokumen terkait