• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teori 1. Self-disclosure

2.1.7. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan

ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.

Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. (Mulyana, 2000:7)

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya.

Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan

gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai (Rakhmat, 2005 : 105) :

“Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”

(Hal tentang persepsi fisik, sosial, dan psikologi dari diri kita yang didapatkan dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain). Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologis, sosial, dan fisik. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian seseorang terhadap orang lain. Jadi konsep diri meliputi apa yang seseorang pikirkan dan dirasakan terhadap orang lain.(Rakhmat, 2000 : 99-100)

Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.

Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu

menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.

Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri (Rakhmat, 2005 : 100-104):

a. Orang lain

Seorang filsuf eksistensialis, Gabriel Marcel (Rakhmat, 2005:100-101) mencoba menjawab misteri keberadaan, The Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita,

“The fact is “That we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them.” (“Kenyatannya bahwa kita dapat memahami diri kita sendiri dengan memulai dari yang lain, atau orang lain, dan hanya dengan memulai dari mereka”).

Intinya, kita dapat mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu, karena pandangan orang lain dapat membentuk konsep diri kita. Pengertian orang lain dapat terkait dengan significant others, meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita, dan menyntuh kita secara emosional.

b. Kelompok Rujukan (Reference Group)

Kelompok rujukan (reference group) merupakan kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Dengan merujuk pada kelompok ini, orang mengarahkan perilaku dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.

Rata-rata manusia memiliki “nubuat yang dipenuhi sendiri”, yakni kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. (Rakhmat, 2005:104)

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (Rakhmat, 2005:105) ada lima tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:

1. Orang yang peka pada kritik

Bagi orang ini, koreksi (kritik) seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.

2. Orang yang responsif terhadap pujian

Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapt menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

Orang ini tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain, sebaliknya ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apa pun dan siapa pun.

4. Orang yang merasa tidak disenangi orang lain

Ia merasa tidak diperhatikan, karena itu ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.

5. Orang yang pesimis

Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Di sisi lain, D.E. Hamachek (Rakhmat, 2005:106) menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:

1. Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi, dia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.

2. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

3. Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

4. Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran

5. Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

6. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya. 7. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima

penghargaan tanpa merasa bersalah.

8. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

9. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

10. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu

11. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. (Brooks dan Emmert, 1976 : 56)

Dari penjelasan konsep diri di atas, dapat dipahami pengaruh konsep diri terhadap pola perilaku individu adalah (Rakhmat, 2005 : 107-109):

a. Membuka diri

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.

b. Percaya diri (self confidence)

Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri negatif timbul dari kurangnya kepercayaan pada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan

mengejeknya atau menyalahkannya. Dalam diskusi, ia akan lebih banyak diam. Dalam pidato, ia berbicara terpatah-patah.

c. Selektivitas

Menurut Anita Taylor et al (1977:112), konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Singkatnya, konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi selektif (selective perception), dan ingatan selektif (selective attention).

Dokumen terkait