• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Untuk aktualisasi diri

4.1.3.2. Peran Facebook sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya

Meninjau motif informan penelitian di atas, mereka memiliki Facebook untuk menjalin pertemanan lama dan mengaktualisasikan dirinya. Kedua motif itu jelas mengindikasikan adanya keterlibatan self disclosure (keterbukaan diri) melalui Facebook. Selain itu, remaja putri sebagai wanita yang ditengarai memiliki kecenderungan kuat melakukan self disclosure, sesuai pernyataan Devito (2006:63), “wanita lebih sering mengekspresikan perasaannya dan memiliki keinginan yang besar untuk selalu mengungkapkan dirinya”.

Dalam menjalin pertemanan dipastikan Facebooker menyampaikan informasi pribadi tentang dirinya, misalnya menyampaikan identitas pribadinya. Sebab seseorang kemungkinan besar tidak akan menjalin pertemanan dengan orang yang tidak dikenalnya sama sekali, sebagaimanan penjelasan riset di atas. Tidak dipungkiri, bahwa identitas seseorang seringkali

menjadi daya tarik orang lain mau berteman dengannya. Kecenderungan Facebooker membuka informasi pribadi tentang dirinya dikuatkan melalui

hasil penelitian oleh Acquisti and Gross (2006), Lampe, Ellison, and Steinfield (2007), Stutzman (2006) yang menunjukkan bahwa para pengguna Facebook membuka lebar informasi tentang diri mereka, dan tidak sadar dengan opsi privasi mengenai siapa yang dapat menyaksikan profil mereka. (Acquisti and Gross, 2006 dalam Dwyer, et.al, 2007)

Kecenderungan pengungkapan informasi pribadi tersebut turut terjadi pada Facebooker atau informan penelitian yang memiliki motif untuk mengaktualisasikan diri lewat Facebook. Ketika seseorang memutuskan untuk mengaktualisasikan dirinya di Facebook, maka secara otomatis orang tersebut sedikit banyak melakukan pengungkapan informasi pribadinya. Terlebih lagi berdasarkan motif di atas, informan penelitian lebih banyak melakukan aktualisasi diri melalui tulisan-tulisan di wall (status) dan notes. Menurut mereka, membuat tulisan di wall atau notes dapat membebaskan ekspresi maupun pengungkapan diri mereka. Indikasi keterlibatan self disclosure tersebut, dibenarkan oleh seluruh informan penelitian melalui pernyataannya kepada peneliti melalui wawancara penelitian.

Dari hasil wawancara penelitian itu, peneliti menemukan tiga kecenderungan sifat self disclosure yang dilakukan informan di Facebook, yakni bersifat positif, negatif, dan netral. Penggolongan sifat self disclosure tersebut merupakan korelasi dari hasil wawancara penelitian dengan

pengertian sifat-sifat self disclosure. Berikut ini adalah sifat-sifat self disclosure informan penelitian melalui Facebook berdasarkan wawancara penelitian :

a. Self disclosure bersifat positif

Self disclosure bersifat positif adalah cara keterbukaan diri informan

(Facebooker) dalam menyampaikan pesan positif yang bertujuan memberikan dampak positif di Facebook bagi informan sendiri maupun teman Facebooker-nya, misalnya menciptakan motivasi yang membangun melalui

tulisan di wall (status) atau notes, menuliskan pesan yang dapat menimbulkan kesenangan atau kegembiraan.

Satu-satunya informan yang merasakan kecenderungan melakukan self disclosure bersifat positif adalah Sarah. Sarah mengungkapkan informasi

pribadinya agar orang lain turut berempati dengan perasaan yang dirasakannya. Self disclosure yang dilakukannya juga sebagai upayanya untuk memotivasi orang lain secara positif. Sarah menyampaikan hal itu, melalui pernyataannya sebagai berikut :

Informan 1

“Ungkapan informasi pribadiku, biar aman…yang positif aja.Misalnya ada kejadian yang aku rasa perlu kubagikan, apa yang aku rasakan. Aku ingin berbagi sesuatu yang bisa bikin orang lain itu seneng, bukannya malah bikin tambah kesel.”

(Interview: Rabu, 22 September 2010. Pukul 13.00 WIB. Lokasi: Rumah Sarah)

Sarah memiliki sifat self disclosure positif, sebab dia mengakui melakukan self disclosure dengan membagikan sesuatu yang dapat menyenangkan orang lain atau dengan kata lain berdampak positif.

b. Self disclosure bersifat negatif

Self disclosure negatif ialah cara pengungkapan diri informan

(Facebooker), mengarah pada motif untuk menjadikan Facebook sebagai media penyampaian pesan negatif yang melibatkan luapan emosi (perasaan negatif), contohnya menyindir, menghina atau menghujat, berkata kasar, dan ungkapan negatif lainnya.

Saat pelaksanaan wawancara, peneliti mendapatkan pernyataan dari tiga informan yang menyatakan kecenderungn melakukan self disclosure bersifat negatif. Salah satunya adalah Dona yang memanfaatkan Facebook sebagai saluran mengungkapkan dirinya secara negatif. Hal itu dilakukannya, terkadang dengan serius maupun sebatas hiburan bersama Facebooker lainnya. Ini diakui sendiri oleh Dona ketika menjawab pertanyaan peneliti. Sambil tertawa ceria, Dona menyampaikannya kepada peneliti.

Informan 2

“biasanya ngungkapinnya lewat status…sindir-sindiran, ilok-ilokan orang tua gitu…kadang sih, cuma bercanda aja, tapi serius juga pernah hehe..”

(Interview: Rabu, 29 September 2010. Pukul 15.00 WIB. Lokasi: Rumah Dona)

Begitu pula pengakuan Rara tentang kebiasaan negatifnya dalam melakukan self disclosure di Facebook. Rara menggunakan Facebook sebagai wadah luapan emosinya, berikut pernyataannya :

Informan 3

“Kalau lagi marah…aku ngeluapin masalahku pake kata-kata kasar, tapi dalam bahasa inggris.”

(Interview: Rabu, 29 September 2010. Pukul 16.00 WIB. Lokasi: Rumah Rara)

Dan informan terakhir yang memiliki kecenderungan self disclosure negatif yaitu Salsa. Dia dengan pribadinya yang tertutup,

memilih meluapkan perasaan atau emosinya melalui Facebook. Selain itu, dia mengakui pernah menyampaikan informasi pribadi di Facebook, padahal informasi tersebut tidak berani disampaikannya

kepada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Salsa sendiri.

Informan 4

“Informasi pribadiku…gimana ya, tentang luapan perasaan atau emosi sama siapapun. Itu bisa bebeas kuluapin di Facebook. Aku pernah mbukak sesuatu yang nggak aku ungkapin sama orang lain, aku ungkapin di Facebook. Itu bagian aktualisasi diriku.”

(Interview: Kamis, 7 Oktober 2010. Pukul 15.00 WIB. Lokasi: Kampus Salsa)

Dona cenderung menjadikan Facebook sebagai media melakukan sindiran atau menghujat pihak tertentu, begitu juga Rara yang meluapkan masalahnya dengan menggunakan kata-kata kasar, dan Salsa menggunakan

Facebook untuk meluapkan emosinya kepada siapapun, karena itu ketiga

informan tersebut berpotensi memberikan dampak negatif, maka tergolong memiliki self disclosure negatif.

c. Self disclosure bersifat netral

Sementara self disclosure tergolong bersifat netral merupakan cara keterbukaan atau pengungkapan diri informan (Facebooker) melalui Facebook yang pesannya hanya dipahami oleh Facebooker itu sendiri,

sehingga pesan yang disampaikannya tidak memberikan dampak signifikan positif ataupun negatif bagi pihak tertentu. Contohnya, pengungkapan isi hati Facebooker yang hanya dipahami maknanya oleh Facebooker itu sendiri, tanpa menuai respon positif atau negatif bagi pihak lain.

Self disclosure bersifat netral cenderung dilakukan oleh Niken. Ia

pernah mengalami kesulitan mengungkapkan isi hatinya kepada seseorang. Akhirnya, dia memilih Facebook untuk mengungkapkan isi hatinya yang tidak dapat disampaikannya. Pengalaman ini, dinyatakan langsung oleh Niken pada peneliti.

Informan 5

“Ya, terkadang yang tak tulis itu ungkapan isi hati dimana aku nggak bisa ngomong sama orang yang bersangkutan. secara langsung pada orang yang bersangkutan.Karena aku nggak pernah ketemu. Orang itu atau orang laen nggak mungkin tahu maksud ungkapan isi hatiku, tapi paling nggak…aku dah lega klo udah ngungkapinnya. Jadi aku menuliskannya di Facebook. Kalau kayak gini, jarang direspon…kadang malah nggak ada yang ngerespon.”

(Interview: Kamis, 7 Oktober 2010. Pukul 17.00 WIB. Lokasi: Kantin Kampus Niken)

Hanya Niken yang tergolong dalam self disclosure bersifat netral. Hal itu dikarenakan Niken melakukan pengungkapan isi hati melalui Facebook yang tidak diketahui oleh pihak lain atau pihak yang bersangkutan. Self disclosure hanya bertujuan melegakan pribadinya semata tanpa menuai respon

positif atau negatif dari pribadi lainnya.

Pernyataan tentang self disclosure oleh informan penelitian di atas, telah menunjukkan sifat-sifat keterbukaan diri (self disclosure) yang mereka lakukan di Facebook. Self disclosure bersifat positif dan netral masing-masing dimiliki oleh satu informan penelitian. Self disclosure terbanyak yang dimiliki informan penelitian adalah bersifat negatif, yakni dilakukan oleh tiga informan penelitian. Untuk memperkuat bukti sifat self disclosure yang dilakukan informan penelitian, maka peneliti melakukan observasi serta analisis pada wall (status) masing-masing informan. Berikut adalah hasil analisis isi tentang sifat self disclosure informan penelitian atau remaja putri di Surabaya melalui Facebook :

Tabel 1. Analisis isi Wall (status) Facebook Informan Penelitian

Wall (Status Ke-) Jumlah

Informan 1 2 3 4 5 6 7 + - = 1 = + + = - - 2 2 2 2 - - - - = + 1 4 1 3 - - - + - 1 4 4 - + - + - - - 2 5 5 - - - + = - - 1 5 1 7 20 4 Keterangan :

+ : Self disclosure positif - : Self disclosure negatif = : Self disclosure netral

Pada tabel 1 di atas, pengertian kategori sifat self disclosure sama dengan uraian sifat self disclosure dari hasil wawancara di atas. Kategori sifat self disclosure antara lain, positif, negatif, dan netral. Isi dari wall (status)

terdapat dalam lampiran penelitian ini. Tabel 1 dibuat oleh peneliti berdasarkan observasi wall (status) informan penelitian di Facebook. Selanjutnya, peneliti menganalisis isi wall (status) untuk dimasukkan ke dalam kategori sifat self disclosure positif, negatif, atau netral. Pada tabel 1

dilakukan analisis terhadap lima informan penelitian yang melakukan self disclosure melalui tulisan di wall (status) Facebook. Berikut adalah penjelasan tabel 1 :

1. Informan 1 memiliki 6 tulisan di wall (status). Status ke-1 (netral), status ke-2 (positif), status ke-3 (positif), status ke-4 (netral), status ke-5 (negatif), status ke-6 (negatif). Status positif berjumlah dua, status negatif berjumlah dua, dan status netral berjumlah dua.

2. Informan 2 memiliki 6 tulisan di wall (status). Status 1 (negatif), status ke-2 (negatif), status ke-3 (negatif), status ke-4 (negatif), status ke-5 (netral), status ke-6 (positif). Status positif berjumlah satu, status negatif berjumlah empat, dan status netral berjumlah satu.

3. Informan 3 memiliki 5 tulisan di wall (status). Status 1 (negatif), status ke-2 (negatif), status ke-3 (negatif), status ke-4 (positif), status ke-5 (negatif). Status positif berjumlah satu, status negatif berjumlah empat, dan status netral

tidak ada.

4. Informan 4 memiliki 7 tulisan di wall (status). Status 1 (negatif), status ke-2 (positif), status ke-3 (negatif), status ke-4 (positif), status ke-5 (negatif), status ke-6 (negatif), status ke-7 (negatif). Status positif berjumlah dua, status

negatif berjumlah lima, dan status netral tidak ada.

5. Informan 5 memiliki 7 tulisan di wall (status). Status 1 (negatif), status ke-2 (negatif), status ke-3 (negatif), status ke-4 (positif), status ke-5 (netral),

status ke-6 (negatif), status ke-7 (negatif). Status positif berjumlah satu, status

negatif berjumlah lima, dan status netral berjumlah satu.

Dari rincian keseluruhan status informan penelitian, maka dapat diketahui total status positif berjumlah 7 (tujuh), status negatif berjumlah 20 (dua puluh), dan status netral berjumlah 4 (empat). Berdasarkan jumlah tersebut, telah terbukti self disclosure bersifat negatif lebih banyak dilakukan oleh informan penelitian daripada self disclosure positif atau netral.

Analisis isi wall (tabel 1) telah memperkuat penemuan pada hasil wawancara sifat self disclosure yang menunjukkan kecenderungan mayoritas informan penelitian melakukan self disclosure bersifat negatif. Kecenderungan self disclosure bersifat negatif dipicu oleh kebebasan pengungkapan diri di Facebook yang dapat dikatakan “tanpa batas”. Hal itu membuat Facebooker menjadi lebih berani melakukan self disclosure, sekalipun bersifat negatif. Itu membuktikan karakter bebas “tanpa batas” dari Facebook sebagai media komunikasi, turut mempengaruhi kebiasaan persepsi

dan berpikir dari penggunanya atau Facebooker. Kenyataan tersebut sangat sesuai dengan pernyataan Mc Luhan dalam teori determinisme teknologi, yakni :

“The medium is message” artinya bahwa dampak yang paling penting dari media komunikasi ialah bahwa media komunikasi mempengaruhi kebiasaan persepsi dan berpikir kita (Severin dan Tankard, 2005:536).

Kecenderungan remja melakukan self disclosure negatif, dikarenakan dalam diri seseorang selalu mempunyai suatu masalah yang harus dipecahkan dan diselesaikan. Permasalahan ini melatarbelakangi perjalanan hidup seseorang dan memberikan warna bagi kehidupannya terlebih lagi remaja. Remaja merupakan masa dalam tingkat emosi sangat mudah berubah dari pemikiran positif bisa menjadi negatif. Penuh dengan ambisi serta dorongan emosi yang sangat tidak menentu atau bisa disebut masa-masa yang labil. Pada remaja terdapat ketidakjelasan batas-batas emosi yang tidak menentu dan terus menerus merasakan pertentangan antara sikap, ideologi, dan gaya hidup.

Hal tersebut dikuatkan dalam tulisan Psikologi Perkembangan (Ahmadi Abu dan Munawar, 2005),

“Remaja sebagai periode transisi antara anak-anak ke masa dewasa. Remaja juga merupakan restrukturisasi kesadaran atau masa penyempurnaan dari perkembangan dan puncak perkembangan ditandai dengan perubahan kondisi “entropy” ke kondisi “negative entropy”. Entropy adalah keadaan kesadaran manusia belum tertata rapi walaupun isinya sudah banyak (pengetahuan, perasaan). Istilah “entropy” ini sebetulnya dipinjam dari ilmu alam (fisika) dan ilmu komunikasi (khususnya teori komunikasi). Dalam ilmu alam “entropy” berarti keadaan tidak ada sistem yang tertentu dari suatu sumber energi sehingga sumber tersebut menjadi kehilangan energinya. Dalam ilmu komunikasi “entropy” berarti keadaan tidak ada pola tertentu dari rangsang-rangsang (stimulus) yang diterima seseorang, sehingga rangsang-rangsang tersebut menjadi kehilangan artinya. Entropy secara psikologik berarti isi kesadaran masih bertentangan, saling tidak berhuhungan sehingga saling mengurangi kapasitas kerjanya dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi orang yang bersangkutan.”

Pernyataan di atas dapat menjadi indikasi remaja khususnya remaja putri seringkali melakukan self disclosure negatif di Facebook. Dalam episentrum.com juga menyatakan :

“remaja cenderung labil dan berlaku sesuai keinginan hatinya walaupun dapat merugikan orang lain. Ketidakstabilan emosi yang ada di diri remaja pada masa-masa ini membuat diri remaja merasa untuk mengenal, mengerti, memahami diri maupun orang lain. Konflik ini muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang terus meningkat dalam diri anak muda, bercampur dengan hal-hal yang berada di luar dirinya dan menjadi suatu keutuhan. Perasaan-perasaan yang dominan adalah ingin main-main, loncat-loncat, dan selalu membuat tingkah nakal.”

Terlebih lagi dengan perkembangan Facebook saat ini, perasaan dominan remaja tersebut juga cenderung disalurkan melalui self disclosure di Facebook yang bersifat negatif. Padahal secara sadar atau tidak sadar, self

disclosure yang bersifat negatif berpotensi besar bagi Facebooker

mempertaruhkan keamanan dirinya, terlebih lagi telah banyak contoh kasus di Indonesia khususnya Surabaya yang membuktikannya (pada penjelasan latar belakang penelitian ini). Bahaya self disclosure bersifat negatif, juga dikuatkan oleh pendapat Carter & Weaver (2003), yang menyatakan

“Dampak lainnya dari bahaya situs jejaring sosial adalah ancaman eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan (cybersexploitation), ancaman terhadap anak-anak untuk menjadi target kaum penyimpangan seksual (cyberpaedophilia) serta pengungkapan rasa kebencian terhadap suatu isu atau fenomena tertentu (cyberhate).”

Selain menjadikan Wall (status) sebagai saluran self disclosure, informan penelitian juga menuliskan lebih dalam pengungkapan dirinya pada notes. Notes merupakan fitur Facebook yang memberikan fasilitas penulisan

sejenis blog yang dapat menjadi catatan spesial karya Facebooker. Catatan tersebut dapat di-share kepada Facebooker lain yang juga dapat direspon oleh Facebooker yang bersangkutan. Pada penelitian ini, empat informan memiliki

notes di dalam Facebook-nya, hanya informan 2 (Dona) yang tidak

menuliskan notes. Dona termasuk Facebooker yang lebih nyaman serta aktif dalam membuka dirinya melalui wall (status), bukan notes. Sehingga dia tidak pernah menuliskan pengungkapan dirinya lewat notes. Sebagaimana pengakuannya terhadap peneliti.

Informan 2

“Aku lebih asyik ngungkapin diri lewat wall (status), nggak perlu terlalu dalem kayak di notes temen-temen.”

(Interview: Rabu, 29 September 2010. Pukul 15.00 WIB. Lokasi: Rumah Dona)

Sebaliknya empat informan lain, yakni Sarah, Rara, Salsa, dan Niken menggunakan notes saat mendapatkan inspirasi menulis secara mendalam. Sesuai pernyataan Sarah yang merasa lebih efektif menmbagi pengalamannya secara detail kepada Facebooker lain melalui notes.

Informan 1

“Meski seringnya di wall. Agak cenderung suka ke notes. Di notes itu biasanya aku suka men-share sesuatu yang aku alami…seringkali isinya lebih dalem daripada di wall. Disitu

temen-temen lumayan banyak yang ngasi respon. Jadi efektif buat diskusi sekalian.”

(Interview: Rabu, 22 September 2010. Pukul 13.00 WIB. Lokasi: Rumah Sarah)

Rara juga banyak membagi cerita atau informasi dirinya melalui notes. Dia merasa bisa lebih ekspresif serta inspiratif, jika menulis di notes. Berikut ini adalah pernyataan Rara.

Informan 3

“Sebenernya, suka di notes. Nggak tahu kenapa, mesti ada aja...yang menginspirasi aku buat nulis di notes, rasanya lebih ekspresif aja disitu.dah asyik aja kali ya…”

(Interview: Rabu, 29 September 2010. Pukul 16.00 WIB. Lokasi: Rumah Rara)

Dengan singkat, Salsa menyatakan bahwa animonya mengungkapkan diri, karena kesulitannya melakukan hal tersebut di dunia nyata (offline). Salsa mengakui hal tersebut kepada peneliti.

Informan 4

“Kalau sulit ngungkapin secara mendalam di dunia nyata…aku lebih pilih notes sebagai penggantinya.”

(Interview: Kamis, 7 Oktober 2010. Pukul 15.00 WIB. Lokasi: Kampus Salsa)

Bagi Niken, tulisan yang disajikan melalui notes memiliki nilai khusus atau spesial, sehingga hal tersebut menimbulkan ketertarikan tersendiri baginya. Hal ini disampaikan langsung oleh Niken melalui pernyatannya berikut :

Informan 5

“Kalau unek-unek yang dalem biasanya suka di notes…tulisan lebih berkesan spesial, jadi seru aja nulis disitu.”

(Interview: Kamis, 7 Oktober 2010. Pukul 17.00 WIB. Lokasi: Kantin Kampus Niken)

Berdasarkan pemaparan mereka tentang ketertarikannya melakukan self disclosure di notes, menunjukkan notes merupakan fitur Facebook yang

memberikan fasilitas menuulis lebih mendalam daripada wall. Oleh karena itu, topik yang dibahas pada notes seringkali lebih spesifik. Atas dasar itu, peneliti melakukan analisis isi topik pada notes informan penelitian di Facebook. Di bawah ini peneliti menyajikan hasil analisis isi topik dalam

penulisan notes Facebook oleh informan penelitian :

Tabel 2. Analisis isi Notes Facebook Informan Penelitian Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 No . Topik Notes ke - Jumlah 1. Asmara 2 2 2 2. Filosofi Kehidupan 1 1 3. Pendidikan 1 1 4. Pertemanan 1 1 5. Amarah 1 1

Isi notes masing-masing informan penelitian dapat dilihat pada lampiran penelitian ini. Tabel 2 di atas merupakan hasil analisis isi peneliti yang melakukan observasi pada notes informan secara langsung melalui Facebook. Hasil observasi notes menimbulkan beberapa kategori topik berdasarkan isu (masalah) yang dibahas dalam notes tersebut. Masalah yang menjadi topik antara lain, asmara, filosofi kehidupan, pendidikan, pertemanan, dan amarah. Topik asmara berisi tentang curahan hati Facebooker (informan) mengenai orang yang disayangi atau dicintainya, selain itu juga terdiri dari perjalanan kisah percintaan dan ungkapan perasaan terhadap kisah percintaannya. Filosofi kehidupan merupakan topik notes yang disampaikan Facebooker (informan), berisi tentang nilai-nilai atau motivasi berharga dalam

menjalani makna hidup. Pendidikan adalah notes yang berisi pesan mengenai perihal edukasi, misalnya pengungkapan diri Facebooker (informan) tentang aktivitas akademis berkisar kegiatan sekolah maupun perkuliahan. Pertemanan ialah notes yang membahas topik mengenai pribadi atau karakter serta jalinan hubungan di antara Facebooker (informan) dengan temannya. Amarah yaitu topik pada notes tentang luapan perasaan atau emosi Facebooker (informan) yang dapat berupa kekecewaan, kekesalan, dan emosi

negatif lainnya.

Penjelasan Tabel 2. Analisis Isi Notes Facebook Informan Penelitian adalah sebagai berikut :

1. Informan 1 memiliki dua notes. Notes ke-1 berupa topik pendidikan. Notes ke-2 berupa topik asmara.

2. Informan 3 memiliki satu notes. Notes ke-1 berupa topik pertemanan. 3. Informan 4 memiliki satu notes. Notes ke-1 berupa topik filosofi kehidupan. 4. Informan 5 memiliki dua notes. Notes ke-1 berupa topik amarah. Notes ke-2

berupa topik asmara.

Jadi, hanya terdapat dua peringkat topik penulisan notes yakni : 1. Asmara

2. Filosofi Kehidupan, Pendidikan, Pertemanan, Amarah

Dari enam buah notes hasil karya informan, notes terbanyak menuliskan topik asmara. Topik lainnya berjumlah satu buah, yaitu Filosofi Kehidupan, Pendidikan, Pertemanan, Amarah. Mayoritas topik asmara banyak disampaikan remaja putri sebagai bentuk self disclosure di Facebook. Hal itu dikarenakan usia remaja, yakni 12-21 tahun merupakan masa puber remaja yang memiliki kecenderungan kuat mengalami ketertarikan pada lawan jenis. Ketertarikan terhadap lawan jenis pun diekspresikan melalui beberapa hal, mulai dari berpacaran atau sekedar mengungkapkan perasaan berkisar kisah dan rasa cintanya terhadap lawan jenis, misalnya yang seringkali dilakukan remaja putri di Facebook. Kecenderungan kuat intensitas asmara (cinta) bagi remaja juga diperkuat dalam Psikologi Perkembangan (Ahmadi Abu & Munawar, 2005) :

“Pada masa ini pubertas seorang remaja tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam mencari dirinya, mencari pedoman hidup, mencoba segala sesuatu dengan semangat yang menyala – nyala. Tetapi ia sendiri belum memahami akan Hakikat dari sesuatu yang dicari atau ditemukannya itu. Masa ini disebut dengan masa strumund drang ( badai dan dorongan ).Pada kegiatan strumund drang anak puber mulai mengenal segala macam corak kehidupan masyarakat tetapi anak belum sempurna pengetahuannya untuk membedakan ataupun menyeleksinya. Dan hal ini banyak terjadi dalam percintaan remaja. Cinta menjadi salah satu persoalan remaja yang penting dan penuh misteri, karena di masa ini remaja mulai tertarik dengan lawan jenis. Tidak sedikit remaja yang kesulitan dalam menjalani tugas perkembangan ini. Kegagalan bercinta pada masa remaja sering mempengaruhi perkembangan kepribandiannya dan juga hari depannya jika remaja itu tidak bisa mengontrol emosinya.”

.

Dari tulisan di atas, dapat dikorelasikan bahwa intensitas remaja dalam lingkup asmara (cinta) memang cukup tinggi. Mengingat remaja berada dalam masa puber sekaligus masa strumund drang (badai dan dorongan) yang banyak terjadi pada kehidupan asmara remaja. Sehingga remaja yang mulai memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, juga aktif mencari dirinya, pedoman hidupnya, mencoba segala sesuatu yang seringkali sarat dengan asmara. Dan saat ini, animo kuat remaja terhadap asmara turut mendapatkan fasilitas dari Facebook sebagai saluran pengugkapannya yang bebas hampir tanpa batas. Hal itulah yang menjadi alasan kuat remaja banyak melakukan self disclosure di Facebook dengan topik asmara. Selain itu, animo remaja

putri dalam membahas topik asmara juga dibuktikan oleh pendapat Sprecher yang dibahas pada Bab II penelitian ini.

Menurut Sprecher:

“Women disclose more than men about their previous romantic relationship, their feelings about their closest same-sex friends, their

greatest fears, and what they don’t like about their partner”.

(“Kedekatan perempuan lebih daripada laki-laki mengenai cerita hubungan percintaan mereka, perasaan mereka mengenai teman dekat dan hal yang sangat mereka takutkan dan apa yang mereka tidak suka dari pasangan mereka”).

Hasil wawancara dan analisis isi wall (status) maupun notes, membuktikan bahwa kelima informan di atas telah melakukan self disclosure melalui Facebook. Adapun motif melakukan self disclosure, yakni mulai

Dokumen terkait