PENCABUTAN HAK MEMILIH DAN DIPILIH SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK
TINJAUAN UMUM
2. Pidana Tambahan
1.7 Pengertian Tindak Pidana Korupsi .1Pengertian Tindak Pidana
1.7.2 Pengertian Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi berarti penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan
36
Ibid., h. 5-6.
37
P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theo Junior Lamintang, 2014, Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta (selanjutnya disebut PAF Lamintang dan Theo Lamintang II), h. 180.
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.38 Adapun menurut Kamus
Hukum, korupsi adalah suatu bentuk tindak pidana dengan memperkaya diri
sendiri dengan melakukan penggelapan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan perekonomian negara; perbuatan melawan hukum dengan
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan orang lain atau negara.39 Gejala dimana para pejabat,
badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat
berupa:
a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran;
b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya;
c. Korupsi (busuk; suka menerima uang suap (sogok); memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya);
Koruptor (orang yang korupsi);40
Dalam bahasa Belanda disebut corruptie, dalam bahasa Inggris disebut
corruption, dan dalam sansekerta yang tertuang dalam Naskah Kuno Negara
38
Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., h. 736.
39
M. Marwan dan Jimmy P., Op. Cit., h. 384.
40
Kertagama arti harfiah corrupt menunjukkan kepada perbuatan yang rusak,
busuk, bejad, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan41
Adapun arti harfiah dari korupsi berasal dari kata „tindak pidana‟ dan kata “korupsi”. Tindak pidana merupakan istilah teknis yuridis dari bahasa Belanda
yakni “stafbaar feit” atau “delict” dengan pengertian sebagai sebuah perbuatan
yang dilarang oleh peraturan hukum dan tentu saja dikenakan sanksi pidana bagi
siapa saja yang melanggarnya. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin: corruptio
= penyuapan; corruptore = merusak.42
Menurut Robert Klilgaard, mendefinisikan korupsi dari perspektif
administrasi negara, mendefinisikan korupsi sebagai „Tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan
status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri); atau aturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi‟.43
Dalam Black‟s Law Dictionary, Henry Campbell memposisikan korupsi
sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari
pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
41
Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana (Cetakan Keempat), Alumni, Bandung, h. 115.
42
Lilik Mulyadi, 2000, Tindak Pidana Korupsi, Tinjauan Khusus Terhadap Proses Penyidikan, Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya Menurut Undang-undang No. 31 Tahun 1991, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 15.
43
Wasingatu Zakiah, 2001, Penegakan Hukum Undang-undang Korupsi, Makalah, Jakarta, h. 23.
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain,
bersama dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.44
World Bank mendefinisikan korupsi sebagai an abuse of public power for
prívate gains (suatu penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi) dengan bentuk-bentuk dari korupsi tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Political Corruption (Grand Corruption), yang terjadi di tingkat tinggi (penguasa, politisi, pengambil keputusan) dimana mereka memiliki suatu kewenangan untuk memformulasikan, membentuk dan melaksanakan undang-undang atas nama rakyat, dengan memanipulasi institusi politik, aturan prosedural dan distorsi lembaga pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kekayaan dan kekuasaan;
b. Bureaucratic Corruption (Petty Corruption), yang biasa terjadi dalam administrasi publik seperti di tempat-tempat pelayanan umum;
c. Electoral Corruption (Vote Buying) dengan tujuan untuk memenangkan suatu persaingan seperti dalam pemilu, pilkada, keputusan Pengadilan, jabatan pemerintahan dan sebagainya;
d. Prívate or Individual Corruption, korupsi yang bersifat terbatas, terjadi akibat adanya kolusi atau konspirasi antara individu atau teman dekat; e. Collective or Aggregated Corruption dalam bentuk memberi dan
menerima suap (bribery) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas dasar tugas dan kewajibannya;
f. Corporate Corruption baik berupa corporate criminal yang dibentuk untuk menampung hasil korupsi ataupun corruption of corporation dimana seseorang atau beberapa orang memiliki kedudukan penting dalam suatu perusahaan melakukan korupsi untuk mencari keuntungan bagi perusahaannya tersebut.45
Secara yuridis formal, pengertian Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam
Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 20, Bab
44
Henry Campbell, 2004, Black’s Law Dictionary (Edition VI), West Publishing, St. Paul Minesota, USA, h. 371.
45
Marwan Effendy, 2013, Korupsi dan Strategi Nasional Pencegahan serta Pemberantasannya, Referensi, Jakarta (selanjutnya disebut Marwan Effendy I), h. 18.
II tentang Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi dari
Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
menyatakan:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas maka rumusan tindak
pidana korupsi adalah:
1. Setiap orang, hal tersebut menunjuk pada subjek hukum pidana. Menurut
ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yang
dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk
korporasi.
2. Unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dirumuskan pada Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah:
- Secara melawan hukum;
- Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi;
Dapat disimpulkan sebenarnya secara umum korupsi tidak lain adalah
tindakan yang tidak sah atau gelap terkait dengan keuangan atau lainnya yang
dapat dinilai dengan uang yang dilakukan seseorang atau suatu kelompok secara
melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau kelompok yang
sekarang disebut dengan korporasi tidak saja merugikan negara tetapi juga
mencakup sektor swasta, seseorang atau publik karena kekuasaan yang
dimilikinya.