• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Perbandingan Mekanisme Gadai Emas Syariah dan Strategi Pengembangan Usaha pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian

LANDASAN TEORI

C. Pengertian Lelang

Berdasarkan Kep. Menteri Keuangan RI No. 337/KMK. 01/2000 Bab. I, Ps. 1. yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga

35

Joko Salim, Jangan Investasi Emas, (Jakarta: Visi Media, 2010), h. 57.

36

Sasli Rais. Pegadaian Syariah (Konsep dan Sistem Operasional). (Jakarta: UI Press, 2006), h. 134.

37

yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.38

Pengertian di muka umum menyangkut masyarakat luas maka umumnya pemerintah ikut campur dalam urusan lelang dan memungut pajak atau bea lelang. Aturan lelang harus dilaksanakan di muka juru lelang yang telah ditunjuk baik melalui pemerintah maupun badan-badan tertentu. Lebih jelasnya lelang menurut pengertian di atas adalah suatu bentuk penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang padamulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut (lelang naik) yang biasa di lakukan di pegadaian konvensional. Lelang juga dapat berupa penawaran barang, yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual, dan biasanya ditandai dengan ketukan (disebut lelang turun) yang selanjutnya dijadikan pola lelang di pegadaian syariah. Harga penawaran pertama (harga tinggi) disebut sebagai Harga Penawaran Lelang (HPL): bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat dengan memperhitungkan kualitas/kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan serta animo pembeli pada marhun lelang tersebut pada saat lelang.

38

Penjualan marhun adalah upaya pengembalian uang pinjaman (Marhun Bih) beserta jasa simpan, yang tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan. Usaha ini dilakukan dengan menjual marhun tersebut kepada umum dengan harga yang dianggap wajar oleh ULGS.39

Di dalam Al-Qur‟an tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang lelang, begitu juga dengan hadits. Berdasarkan definisi lelang, dapat disamakan (diqiyaskan) dengan jual beli di mana ada pihak penjual dan pembeli. Di mana pegadaian dalam hal ini sebagai pihak penjual dan masyarakat yang hadir dalam pelelangan tersebut sebagai pihak pembeli Jual beli termaktub dalam Q.S Al Baqarah 275 dan 282.40

Ketentuan Umum Fatwa DSN yang memuat tentang lelang/penjualan marhun yakni Fatwa DSN No: 25/DSN-MUI/2002 bagian kedua butir 5 yaitu:

 Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi hutangnya;

 Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi melalui lelang sesuai syariah;

 Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen) yang belum dibayar serta biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana Sosial );

39

A. Aila Rezannia, “ANALISIS PELELANGAN BENDA JAMINAN GADAI PADA

PEGADAIAN SYARIAH CABANG MLATI, SLEMAN, JOGJAKARTA “, (Skripsi S1 JURUSAN

EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN), SURAKARTA, 2006), h. 28-30.

40

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan Terjemahannya,( Semarang, CV Toha

 Kelebuhan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.41

Hukum Lelang

Di dalam literatur fiqih, lelang dikenal dengan istilah muzayadah. Muzayadah sendiri berasal dari kata ziyadah yang artinya bertambah. Muzayadah berarti saling menambahi. Maksudnya, orang-orang saling menambahi harga tawar atas suatu barang. Dan sebagaimana kita tahu, dalam prakteknya dalam sebuah penjualan lelang, penjual menawarkan barang di kepada beberapa calon pembeli. Kemudianpara calon pembeli itu saling mengajukan harga yang mereka inginkan. Sehingga terjadilah semacam saling tawar dengan suatu harga.

Penjual nanti akan menentukan siapa yang memang, dalam arti yang berhak menjadi pembeli. Biasanya pembeli yang ditetapkan adalah yang berani mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. Ada pendapat ulama yang membolehkan hukum lelang, tapi ada juga yang memakruhkannya. Hal itu karena memang ada beberapa sumber hukum yang berbeda. Ada hadits yang membolehkannya dan ada yang tidak membolehkannya.

I. Yang Membolehkan

Yang membolehkan lelang ini adalah jumhur (mayoritas ulama). Dasarnya adalah apa yang dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW di masa beliau hidup. Ternyata

41

Tim Penulis DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional ,( Jakarta PT.Intermasa.ed. 2, , 2003), hal 155-159.

beliau juga melakukan transaksi lelang dalam kehidupannya. Di antara hadits yang membolehkannya antara lain :

ك ْ ف كل ل قف لأْس َ س ْ ع ََ َ ص ِ َ لا لإ ء ج ر ْ ْْا ْ اًجر َ كل ْ س ْ ع

أف ل ْئا ل ء ْلا ف رْش حد ضْع طسْ ضْع س ْ سْ ح ل ءْ ش

ْرد لخآ لجر ل قف ْ ل ر ْش ْ ل َ د َ س ْ ع ََ َ ص ََ ل سر لخأف

ْ ْرِدلا لخ َ إ طْعأف ْ ْرد لخآ لجر ل ا ً ْ ْ َر ْرد ع د ز ْ ل

َ ر ْ ْْا طْعأف

Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi saw berkata,”Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi saw memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut… (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi).

Hadits ini menjadi dasar hukum dibolehkannya lelang dalam syariah Islam. Lantaran Nabi SAW sendiri mempraktekkannya. Sehingga tidak ada alasan untuk mengharamkannya. Kebolehan transaksi lelang ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah

sebagai sesuatu yang sudah sampai ke level ijma` (tanpa ada yang menentang) di kalangan ulama.

II. Yang Memakruhkan

Namun ternyata ada juga ulama yang memakruhkan transaksi lelang. Di antaranya Ibrahim an-Nakha`i. Beliau memakruhkan jual beli lelang, lantaran ada dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata,

د از لا ع ع س ع َ ص َ ل سر ع س Aku mendengar Rasulullah saw melarang jual beli lelang. (HR Al-Bazzar). Sedangkan Ibnu Sirin, Al-Hasan Al-Basri, Al-Auza`i, Ishaq bin Rahawaih, memakruhkannya juga, bila yang dilelang itu bukan rampasan perang atau harta warisan. Maksudnya, kalau harta rampasan perang atau warisan itu hukumnya boleh. Sedangkan selain keduanya, hukumnya tidak boleh atau makruh. Dasarnya adalah hadits berikut ini :

ْ ع ََ ضر ر ع ْ ا ع :

ئ غْلا َاإ رل َ ح دح عْ ع ْ كدح ع ْ َ س ْ ع ََ َ ص ََ ل سر

ي را ْلا Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAw melarang seseorang di antara kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh saudaranya hingga dia meninggalkannya, kecuali rampasan perang dan waris.

Sayangnya, banyak yang mengkritik bahwa kedua hadits di atas kurang kuat. Dalam hadits yang pertama terdapat perawi bernama Ibnu Luhai‟ah dan dia adalah seorang rawi yang lemah (dha`if). Sedangkan hadits yang kedua, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan hadits itu dhaif. Untuk itu, menurut jumhur ulama, kesimpulannya masalah lelang ini dibolehkan, asalkan memang benar-benar seperti yang terjadi di masa Rasulullah SAW.

Artinya, lelang ini tidak bercampur dengan penipuan, atau bercampur dengan trik-trik yang memang dilarang.

BAB III

PERBANDINGAN AKAD GADAI EMAS PADA BANK DAN PEGADAIAN

Dokumen terkait