• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Perbandingan Mekanisme Gadai Emas Syariah dan Strategi Pengembangan Usaha pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Komparasi dari Segi Konsep dan Aplikasi Gadai Emas pada Bank Jabar Banten Syariah&Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I)

3. Penjualan Barang Gadaian

a) Prosedur Lelang

 Bank Jabar Banten Syariah

Barang yang sudah jatuh tempo dan tidak adanya kesepakatan akad baru maka Bank Jabar Banten Syariah melakukan lelang barang gadaian dengan bersama sama nasabah. Namun data sampai 2010 belum menunjukan adanya proses pelelangan.

 Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I)

Barang yang sudah jatuh tempo nasabah bisa memperjang pinjaman nya sampai 4 bulan kedepan dengan membuat akad baru dan biaya administrasi baru lagi, kemudian apabila nasabah belum sanggup membayar juga biasanya nasabah akan dihubungi oleh pihak pegadaian sebagai pemberitahuan karena waktu sudah hamper mendekati jatuh tempo, jika nasabah tersebut tidak datang juga dan tidak ada komunikasi lebih lanjut, maka sesuai dengan perjanjian pada Surat Bukti Rahn barang tersebut akan dilelang sesuai dengan tanggal lelang yang tertera pada SBR.

b) Pengambilan Biaya dari Hasil Lelang

Hasil dari proses lelang barang gadai pihak Bank Jabar Banten Syariah hanya mengambil biaya pinjaman dan biaya denda sebesar Rp. 1.000/gram per 15 hari, tidak adanya biaya ujrah karena sudah dibayar diawal transaksi. Kemudian apabila ada kelebihan dari penjualan barang gadaian akan dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya denda.

 Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I)

Sistem pelelangan barang akan dijual kepada umum dengan harga sesuai dengan harga pasar saat itu. Setelah barang tersebut terjual, maka hasilnya akan dipotong biaya lelang dan biaya administrasi yang sudah digunakan. (Uang kelebihannya = harga lelang - Uang pinjaman – Jasa simpanan – biaya pelelangan). Apabila uang kelebihan pinjaman tidak diambil juga oleh nasabah, maka uang tersebut akan diseranhkan ke lembaga zakat yang sudah terakriditasi.

Tabel 4.3 Perbadingan Umum gadai emas pada BJB Syariah dan UPCS Lebak Bulus I

NO. Ketentuan Umum Bank Jabar Banten Syariah UPCS Lebak Bulus I

1. Pemenuhan Rukun

Rahin(Penggadai)

Murtahin Marhun

Marhun bih Shighat Ijab Qabul

Segmentasi pasar:

pedagang kecil (UMKM). BJB Syariah.

Emas batangan, koin,

perhiasan dan lain sebagainya. Pemindahbukuan dan tunai. Menggunakan surat

kesepakatan (Surat Gadai Bermaterai).

Segmentasi pasar: ibu ibu rumah tangga. UPCS Lebak Bulus I. Emas dan perhiasan.

Tunai pada saat akad. Menggunakan Surat Bukti Gadai (SBR). 2. Ketentuan Biaya Emas = Rp. 1.000.000/ seberat

4 gram 16 karat.

Ujrah = sebesar Rp.3.750/ gram per bulan.

Taksiran = emas batangan sebesar 90%, coin/ perhiasan lainnya sebesar 85%.

Taksiran = 25 gram x Rp..harga pasar pada saat akad.

Uang pinjaman = Gol taksiran x hasil taksiran.

Ijarah = Taksiran/Rp. 10.000 x sesuai gol ijarah x 10/10.

Biaya administrasi = Sesuai dengan golongan ijarah.

3. Penjualan Barang Gadai

Prosedur lelang

Pengambilan biaya

Bank bersama nasabah menjual emas tersebut.

Biaya pinjaman dan denda,

Apabila tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak maka barang akan dilelang secara umum.

dari hasil lelang kemudian kelebihan lelang diberikan ke nasabah setelah dikurangi biaya pinjaman dan denda.

UPCS Lebak Bulus I barang akan dijual kepada umum sesuai dengan harga pasar pada saat itu, setelah barang tersebut dijual maka hasilnya akan dipotong biaya lelang. Uang kelebihan = Harga lelang – Uang pinjaman – Jasa simpanan – Biaya lelang.

Berdasarkan data yang telah diperoleh mengenai proses mekanisme operasional gadai emas serta lelang barang jaminan di Bank Jabar Banten Syariah dan Perum Pegadaian UPCS Lebak Bulus I. kemudian dianalisa menurut perspektif syariah, maka yang perlu diperhatikan dalam menganalisa proses operasional rahn emas serta lelang yang dilakukan oleh pihak pegadaian dan bank tersebut adalah mengenai rukun, syarat dan ketentuan umum mengenai rahn (Gadai Syariah), sebagaimana sudah dijelaskan dan dibahas pada BAB sebelumnya mengenai Landasan Teori.

Gadai emas merupakan produk peminjaman uang tunai dengan memanfaatkan jaminan atas suatu aset. Hanya dalam hitungan menit para nasabah sudah bisa mendapatkan uang dengan cukup menyerahkan emas, berlian, yang dimilikinya. Gadai emas dapat dimanfaatkan oleh nasabah yang membutuhkan dana jangka pendek dan keperluan yang mendesak. Misalnya, menjelang tahun ajaran baru, hari raya, kebutuhan modal kerja jangka pendek dan lain sebagainya. Gadai Emas di Bank Syariah dan Pegadaian Syariah secara umum menggunakan beberapa akad yaitu akad Qardh dalam

rangka Rahn dan akad Ijârah. Akad qardh dalam rangka rahn adalah akad pemberian pinjaman dari Bank dan Pegadaian untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar pihak pegadaian menjaga barang jaminan berupa emas yang diserahkan. Akad ijârah digunakan untuk menarik ongkos sewa atas tempat penyimpanan jaminan emas di pegadaian. Akad rahn sendiri dapat didefenisiskan sebagai perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan.63 Khusus untuk akad Qardh dalam rangka Rahn, ada juga pegadaian syariah yang memisahkan penggunaan kedua akad ini, sehingga akad Qardh dan akad Rahn berdiri sendiri.

Kreativitas pegadaian syariah dalam hal membuat produk baru yang dibutuhkan pasar tidak hanya memicu perkembangan pegadaian syariah secara signifikan. Di sisi lain, kreativitas tersebut justru mengundang perdebatan seputar keabsahan dan kesesuaian hukum dari produk-produk hasil inovasi para ahli ekonomi syariah. Perdebatan umumnya muncul dari aspek ketidaksesuaian akad-akad syariah yang digunakan dan asumsi-asumsi yang menganggap bahwa rukun & syarat akad yang menjadi landasan hukum produk pegadaian syariah telah dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi jalan belakang menuju Ribâ ( back door to interest) yang diharamkan dalam Islam.

Perdebatan pertama adalah terdapat indikasi bahwa pegadaian syariah membebankan tarif gadai melebihi dari riil cost yang dikeluarkan untuk operasional &

63

Sutan Remy Sjahdeini.. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. (Jakarta: PT. Utama Grafiti. 1999), hal 76.

pemasaran produk tersebut. Dengan maksud lain, parameter tarif gadai sebenarnya bukan dilihat dari riil cost melainkan ada parameter lain yang dijadikan acuan mengenai tariff ijarah yang harus disesuaikan berdasarkan kesepakatan, yang paling ekstrem adalah mengikuti besaran bunga pinjaman pegadaian konvensional. Biaya penyimpanan dan administrasi hanya sebatas syarat hukum yang dijadikan dasar pengenaan tarif. Alhasil, muncul opini yang menyatakan bahwa Gadai Emas di Bank dan pegadaian syariah tidak ada bedanya dengan produk kredit pada bank dan pegadaian konvensional yang berbasis aset & bunga ( kredit atas dasar aset pribadi / selfasset lending )bahkan relatif lebih mahal.

Merujuk pada Fatwa DSN MUI nomor 26/DSN-MUI/III/2002

tentang Rahn Emas pada putusan nomor 3 dinyatakan :

“ Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 (ongkos yang ditanggung penggadai) besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan”

Berdasarkan pada ketetapan di atas, artinya bilamana tarif gadai yang telah ditetapkan oleh pegadaian syariah tidak termasuk dalam kategori pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan atau bisa dikatakan rekayasa maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa pegadaian syariah telah melakukan usaha yang mendekati celah ribâ. Oleh sebab itu, agar hal tersebut tidak terjadi, kita sebagai akademisi harus melakukan kajian secara mendalam mengenai indikator-indikator yang menjadi parameter penentuan besaran tarif gadai. Baik dari biaya tenaga kerja, biaya sewa tempat penyimpanan, biaya promosi produk, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, perdebatan kedua mengarah pada kombinasi akad yang digunakan untuk produk tersebut. Secara umum, seluruh bank syariah menggunakan 3 (tiga) akad dalam produk Gadai Emas di pegadaian syariah, yaitu rahn, qardh & ijârah.

Kombinasi pertama adalah antara akad rahn, akad qardh dan akad ijarâh. Perdebatan yang muncul adalah dalam konteks penggabungan akad qardh dan akad ijarâh. Penggabungan kedua akad tersebut menyebabkan muncul opini di kalangan akademisi dan pemerhati ekonomi syariah, bahwa pegadaian syariah telah melakukan kekeliruan karena telah menggabungkan akad yang berbentuk hutang piutang dalam hal ini akad qardh dengan akad ijârah atas sewa tempat penyimpanan emas. Kelompok yang mengkritisi, berargumen bahwa dalam produk Gadai Emas Syariah dengan kombinasi akad tersebut bisa menjerumuskan pegadaian syariah pada ribâ. Kombinasi akad qardh dan ijârah menyebabkan terkaitnya jumlah pinjaman dengan besaran tarif gadai yang dikenakan kepada nasabah. Dalam hal ini pegadaian syariah secara tidak langsung telah mengambil tambahan keuntungan dari perjanjian utang piutang walaupun keuntungan tersebut diperoleh dari akad sewa yang secara hukum boleh digunakan. Artinya, pegadaian syariah sama saja telah mengambil ribâ. Sebagaimana terdapat dalam khazanah kaidah fiqhiyyah , yaitu :

“ Setiap pinjaman (utang-piutang) yang mendatangkan tambahan atasnya maka (tambahan ) itulah ribâ”.64

Kombinasi kedua adalah antara akad rahn dan ijarâh. Akad rahn pada prinsipnya adalah hutang dengan jaminan yang termasuk dalam akad bersifat tabarru‟, sedangkan akad ijârah secara bahasa sama seperti jual beli (baca : ba‟i manfaah al-ayn), dalam hal ini telah terjadi transfer kepemilikan hak pakai. Penggabungan antara akad jual beli dan hutang-piutang dilarang berdasarkan hadits Rasullullah SAW :65

ﻒلس ع ع ا ﺺ ﯽ لا ع ر ر ﯽ ا ع

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli yang digabung dengan pinjaman".{ HR. Ahmad}

Argumentasi lain tentang kombinasi akad adalah pegadaian syariah telah melakukan kekeliruan karena menjadikan akad qardh sebagai sebagai salah satu landasan akad dalam produk Gadai Emas Syariah. Faktanya dalam fatwa DSN-MUI nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, tidak ada ketetapan dari DSN-MUI yang mengindikasikan penggunaan akad selain akad ijârah dan akad rahn dalam konteks Gadai Emas. Lantas bagaimana sebenarnya cara yang baik untuk menilai suatu produk perbankan syariah apakah telah sesuai hukum Islam atau pun tidak, apakah terjerumus ke dalam ribâ ataupun tidak ?

64

Wahbah Al-Zuhaili.. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu. (Damaskus : Dâr Fikr al-Mu‟asir. Juz 6,

2004). hal 4208.

65

Wahbah Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu. Damaskus : Dâr Fikr al-Mu‟asir. Juz

5 hal 3837 pada bahsan bentuk-bentuk ijârah ;ijârahalâ manâfi‟i, iii Wahbah Zuhaili. 2002.

Menurut Bapak Hasanudin, Sekretaris DSN-MUI / 2010 dan selaku dosen pembimbing saya dalam makalahnya yang berjudul Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia : Konsep dan Ketentuan (Dhawâbith) dalam Perspektif Fiqh, salah satu parameter untuk menilai suatu produk apakah telah memenuhi prinsip syariah atau tidak adalah dengan memperhatikan akad-akad dan berbagai ketentuannya yang digunakan dalam produk tersebut.66Kemudian untuk setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti ribâ , hukumnya haram, meskipun akad-akad yang membangunnya adalah boleh. Penghimpunan beberapa akad yang hukum asalnya boleh namun membawanya kepada yang dilarang menyebabkan hukumnya menjadi dilarang. 67Islam tidak membatasi manusia secara sempit dalam urusan muamalahnya. Islam adalah agama yang memberi kemudahan bagi hambanya. Ajaran Islam memberi peluang kepada manusia untuk melakukan inovasi khususnya dalam bidang muamalah agar memudahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berangkat dari pemikiran di atas, bahwa analisa kesesuaian hukum seharusnya tidak boleh kaku dengan hanya memperhatikan faktor internal, yaitu akad-akad syariah saja tanpa melihat faktor eksternal lain yang juga memberikan pengaruh terhadap aplikasi produk syariah di lapangan. Faktor eksternal yang juga harus menjadi perhatian adalah berbagai ketentuan positif yang berlaku dan bersifat mengikat bagi bisnis Lembaga

66

Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. (28 Mei 2009). hal 1.

67

Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. (2009, Mei 28). hal 22.

Keuangan Syariah, seperti Peraturan-peraturan terkait gadai, Pedoman Akuntansi Syariah, dll, aspek keuangan meliputi sistem akuntansi, perhitungan keuntungan serta faktor kebutuhan masyarakat terhadap jasa keuangan dan lain sebagainya.

Dalam hal perdebatan mengenai multi akad, bahwa tidak semua penggabungan antara akad bersifat tabarru‟ dan akad bersifat tijârah dilarang sebagaimana yang terjadi dalam Produk Gadai Emas Syariah pada Bank Jabar Banten Syariah dan UPCS Lebak Bulus I yang menggabungkan akad qardh dan akad ijârah dan atau akad rahn dan akad ijârah. Dengan menghilangkan faktor-faktor yang dapat menjerumuskan pada praktik ribâ, gharar dan hal lain yang dilarang syariah, maka kombinasi akad tersebut dapat dibolehkan.

“Bahwa keharaman multi akad pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal; dilarang agama atau karena dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar) dan ketidakjelasan (jahâlah), menjerumuskan ke praktik riba, dan multi akad yang menimbulkan akibat hukum yang bertentangan pada objek yang sama”.68

Dengan demikian proses operasional gadai emas syariah di Bank Jabar Banten Syariah Perum Pegadaian UPCS Lebak Bulus I telah memenuhi rukun, syarat dan ketentuan umum Gadai Syariah serta sesuai dengan kaidah fiqh yang telah ada, tetapi masih banyak yang harus diperbaiki dan ditinjau kembali berdasarkan fatwa dan ketentuan yang ada supaya pegadaian syariah tidak dianggap sama dengan produk pegadaian konvensional. Kemudian dalam mekanisme operasionalnya janganlah

68

Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. (2009, Mei 28). hal 24.

melakukan usaha yang mendekati celah riba seperti indikator-indikator yang menjadi parameter penentuan besaran tarif gadai. baik dari biaya tenaga kerja, biaya sewa tempat penyimpanan, biaya promosi produk, dan lain sebagainya.

E. Strategi Pengembangan Gadai Emas Syariah dalam Persaingan Bisnis

Dokumen terkait