• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Linkage Program

1. Pengertian Linkage Program

Linkage Program merupakan kerjasama yang dilaksanakan bank umum kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam bentuk pembiayaan sebagai upaya untuk meningkatkan kegiatan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).8 Pada tahun 2004 Arsitektur Perbankan Indonesia (API) mengeluarkan generic model linkage program yang berisi mengenai aturan-aturan pelaksanaan linkage program antara bank umum dan Lembaga Keuangan Mikro, sehingga penerapan linkage program semakin jelas dan terarah. Salah satu aturannya adalah ditetapkannya tiga skim dalam melaksanakan linkage program, yaitu executing, channeling dan joint financing.

Dalam pola Executing, Bank Konvensional atau Bank Syariah memberikan pembiayaan kepada LKM untuk diteruskan kepada UMK. LKM diberikan kewenangan untuk memutuskan calon mitra yang akan mendapat fasilitas pembiayaan dan sebagai konsekuensinya risiko juga ditanggung oleh pihak BPR, dan untuk pencatatan di bank umum sebagai pembiayaan ke LKM.9

Untuk Bank Syariah yang melaksanakan linkage program dengan LKM digunakan akad mudharabah,10 dengan landasan hukum:

Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW, bersabda: Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandung dengan jewawut untuk

8

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 307.

9

Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program (Antara BUS/UUD dan BPRS), (t.t.:

Bank Indonesia, t.th), h.15 10

32

keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).11

Sedangkan akad yang digunakan antara LKM dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK:

Gambar 2.1. Pola Executing Linkage Program

Dalam pola channeling, Bank Konvensional atau Bank Syariah memberikan pembiayaan secara langsung kepada UMK sebagai end user melalui LKM yang bertindak sebagai wakil dari bank tersebut. Dalam pola ini risiko ditanggung oleh bank sehingga LKM tidak memiliki kewenangan memutus pembiayaan kecuali setelah mendapatkan surat kuasa dari bank umum dan pencatatan di bank umum sebagai pembiayaan ke UMK sedangkan di LKM dicatat pada off balance sheet.12 Pada bank syariah akad yang digunakan antara bank syariah dan LKM adalah wakalah,13 dengan landasan hukum:

Artinya: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang diantara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini)?.

11

A. Hassan, Tarjamah Bulughul Hajar Al-Asqalani, (Bandung: CV: Penerbit

Diponegoro, 2006), h. 400. 12

Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program (Antara BUS/UUD dan BPRS), (t.t.:

Bank Indonesia, t.th), h.15. 13

Ibid.

Bank Umum LKM

33

“Maka menjawab: “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah seorang diantara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”. (Al Kahfi 18:19)

Sedangkan akad antara LKM dan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK:

Gambar 2.2. Pola Channeling Linkage Program

Dalam pola joint financing pembiayaan dilakukan bersama antara Bank Konvensional atau Bank Syariah dan LKM dalam membiayai UMK, dimana risiko ditanggung bersama oleh kedua belah pihak sesuai porsinya masing-masing sehingga kewenangan memutus pembiayaan ada pada bank umum dan LKM, dan untuk pencatatan di bank umum sebagai pembiayaan ke UMK, sedangkan pencatatan di LKM pada off balance sheet.14 Akad yang digunakan antara bank syariah dan LKM adalah musyarakah, dengan landasan hukum: 14 Ibid. Bank Umum LKM UMK

34

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

melanggar syi’ar-syi’ar Allah dan jangan melanggar kehormatan

bulan-bulan haram, jangan (menggangu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurma dan kerodhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dari pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Al Maidah 5:2)

Sedangkan akad antara LKM dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK:

Gambar 2.3. Pola Joint Financing Linkage Program

Linkage program merupakan kerjasama yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Bagi bank yang memiliki keterbatasan jaringan dan infrastruktur, dengan adanya linkage program dapat menjangkau Usaha Mikro dan Kecil yang terbukti tahan terhadap krisis ekonomi dan bagi Lembaga Keuangan Mikro yang memiliki dana terbatas akan sangat terbantu dengan adanya linkage program ini sehingga LKM dapat menyalurkan pembiayaan kepada Usaha Mikro dan Kecil, dan juga menguntungkan bagi

Bank Umum LKM

35

Usaha Mikro Kecil yang umumnya kesulitan dalam mendapatkan dukungan dana dari bank umum karena termasuk dalam kategori unbankable. Dari uraian tadi terlihat keterkaitan satu sama lain yang menguntungkan. Dalam hal ini agar pelaksanaan linkage program dapat terus berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, terdapat kode etik yang harus dipatuhi oleh lembaga yang menjalankan linkage program, yaitu:15

1. Bank Umum Syariah (BUS) / Unit Usaha Syariah (UUS) yang melakukan kerjasama linkage program dengan BPRS, tidak diprbolehkan mengambil alih pembiayaan terhadap nasabah BPRS yang sedang dibiayai melaui linkage program dan atau masih menjadi nasabah BPRS. 2. Bagi nasabah BPRS yang telah naik kelas (dari nasabah mikro menjadi

kecil) dan memerlukan dana pembiayaan yang lebih besar, namun BPRS tidak mampu membiayai karena kendala BMPK maka BUS/UUS dapat membiayai nasabah BPRS tersebut.

3. BUS/UUS yang melakukan linkage program dengan BPRS, tidak diperbolehkan mengambil sumber daya manusia BPRS.

4. BUS/UUS dan BPRS harus transparan dalam memberikan dan menyampaikan informasi yang terkait dengan linkage program sejauh tidak melanggar ketentuan yang berlaku (seperti: laporan keuangan struktur pendanaan dan company profile).

5. Bagi BPRS, satu jaminan hanya untuk dijaminkan kepada satu shohibul maal mitra pembiayaan (BUS/UUS).

15

36

6. BUS/UUS tidak diperkenankan untuk memanfaatkan data nasabah pembiayaan dan BPRS untuk kepentingan diluar linkage program.

7. BUS/UUS dan BPRS yang melaksanakan linkage program dengan pola joint financing dan channeling, tidak diperkenankan membenani nasabah pembiayaan dengan margin/nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dari harga pasar untuk sektor usaha UMK yang dibiayai.

8. BUS/UUS yang melakukan linkage program dengan BPRS, tidak diperkenankan meminta laporan hasil pemeriksaan BPRS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

9. BPRS yang mengikuti linkage program harus memlihara tingkat kesehatannya.

10. Setiap pelanggaran kode etik diatas oleh BUS/UUS/BPRS dilaporkan kepada Bank Indonesia oleh pihak yang merasa dirugikan.

Bank umum tidak selalu menjalankan gagasan atau usulan mengaenai produk baru perbankan dari pemerintah maupun Bank Indonesia. Bank umum harus mempelajari dulu gagasan tersebut dan mempertimbangkan keuntungan serta kerugian yang mungkin timbul akibat program tersebut. Sama halnya dalam melaksanakan linkage program yang dicanangkan oleh Bank Indonesia, sebelumnya bank konvensional maupun bank syariah melakukan langkah-langkah atau proses pengembangan produk baru sebagai berikut:16

16

37

1. Pembangkit gagasan, yaitu pencarian gagasan produk baru secara sistematis melalui berbagai sumber seperti sumber dari intern, pelanggan, pesaing, penyalur, pemerintah, dan sumber-sumber lainnya.

2. Penyaringan gagasan, bertujuan untuk memilih yang trbaik dari sejumlah gagasan yang ada sehingga menghasilkan gagasan yang menguntungkan. 3. Pengembangan dan pengujian konsep, hal ini dilakukan kepada

sekelompok konsumen melalui beberapa pertanyaan konsep yang ditawarkan.

4. Strategi Pemasaran, yang meliputi pengembangan mutu ukuran, model, penjualan, market share, dan laba yang diinginkan, kemudian strategi pemasaran yang menyangkut pula tentang harga yang layak di masyarakat.

5. Analisis bisnis, yaitu melakukan analisis terhadap strategi pemasaran yang akan dijalankan nantinya dengan membeli berbagai alternatif yang ada.

6. Pengembangan produk, dapat berupa gambar, contoh sampai kepada uraian kata-kata.

7. Pengujian pasar, tujuannya untuk menguji penerimaan pasar yang sesungguhnya.

8. Komersialisasi, merupakan tahap akhir setelah pengujian positif mendapat tanggapan pasar.

38

Dokumen terkait