• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II VIDEO SIARAN PENYEJUK IMANI KATOLIK INDOSIAR

A. Pengertian Media Audio-Visual

Media adalah sarana yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepada khalayak umum. Media digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal.

Media yang dikaitkan dengan proses komunikasi mengarah kepada media massa populer yang banyak dijumpai saat ini seperti radio dan televisi. Muncul sebuah keyakinan intuitif bahwa media massa dapat membentuk opini publik, memengaruhi tingkah-laku dan menentukan sistem politik. Selain itu banyak opini publik mengatakan bahwa media membawa banyak informasi yang

mengakibatkan semakin baik kesejahteraan sosial masyarakat (Badmomolin, 2003:47).

Efek langsung media massa pada perubahan tingkah laku tidaklah sebesar yang dibayangkan. Kenyataan adanya korelasi antara sumber-penerima informasi bertolak dari asumsi bahwa sang sumber yang berinisiatif memulai komunikasi, namun efektivitas komunikasi ini bergantung pada derajat penerimaan sang penerima informasi itu sendiri (Badmomolin, 2003:49).

Media dianggap mampu berpengaruh terhadap perkembangan demokrasi, revolusi industri dan teknologi. Setiap orang memiliki hak suara untuk ikut terlibat berbicara mengenai berbagai hal seperti jalannya pemerintahan dalam suatu negara, maupun ikut berpendapat mengenai urusan-urusan publik. Revolusi teknologi mampu menantang efisiensi media cetak bagi kebutuhan manusia zaman ini sehingga memunculkan aneka media baru seperti film, radio, dan televisi. Energi listrik dan transportasi menjadi dasar munculnya perkembangan radio, film, dan televisi (Rivers, 2003:51). Media Elektronik seperti film, radio, dan televisi memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dengan media cetak. Teknologi menjadi sifat dasar dari media elektronik (Rivers, 2003:62).

2. Alasan Penggunaan Media

Muncul pertanyaan mengenai alasan mengapa manusia memberikan perhatian terhadap media. Selain itu banyak orang telah tergantung terhadap media sehingga sulit untuk menghindarinya. Media semakin dianggap penting

untuk digunakan ketika berhubungan dengan kebutuhan atau keinginan-keinginan khalayaknya. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosio-ekonomi, dan sebagainya memengaruhi cara orang menggunakan media dan alasan penggunaan media. Banyak faktor lain yang mampu memengaruhi seseorang untuk menggunakan media dan mengambil manfaat dari media di antaranya sikap individual, aspirasi, harapan, ketakutan, dan sebagainya (Rivers, 2003:313).

3. Budaya Media

Budaya merupakan pengetahuan, pengalaman-pengalaman, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, perilaku-perilaku, makna-makna, hirarki, agama, waktu dan berbagai obyek material serta segala sesuatu yang diperoleh sekelompok orang dari generasi-generasi baik secara individual maupun kelompok. Konsep tentang budaya adalah hasil dari suatu proses produksi intelektual atau artistik. Konsep tersebut mengarah kepada estetika seperti mengandaikan bahwa hanya sedikit saja atau sekelompok orang di dunia ini yang “berbudaya” dalam arti mempunyai budaya dalam suatu bentuk konkrit (Batmomolin, 2003:27).

Konsep tentang budaya mengacu pada kualitas yang dimiliki oleh semua orang di dalam semua kelompok sosial. Budaya berkembang secara evolusioner mulai dari tahap kebuasan (savagery) melewati tahap kebiadaban (barbarism) sampai akhir mencapai tahap peradaban (civilization) dan mengarah pada kesimpulan bahwa semua kelompok manusia mempunyai budayanya sendiri. Budaya dihasilkan dari partisipasi anggota kelompok terhadap kelompok sosialnya. Budaya merupakan hasil perpaduan berbagai hal yang menyangkut

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan, dan segala bentuk kepandaian atau ketrampilan yang diperoleh seseorang dari anggotanya dalam kelompok sosial tertentu (Badmomolin, 2003:26-28).

Tiap kelompok masyarakat memiliki budayanya sendiri, meskipun sekecil apa pun dan sesederhana apa pun. Setiap manusia merupakan makhluk yang berbudaya, bukan sekedar memiliki budaya melainkan ikut ambil bagian dalam suatu budaya (Badmomolin, 2003:30).

Melihat sejarah tentang kehidupan manusia, kita dapat mengamati adanya revolusi komunikasi yang mengubah kualitas hidup dan membawa perubahan sosial di dunia. Budaya media tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan dihasilkan melalui proses perkembangan yang panjang. Perkembangan yang dimaksud mengarah kepada kemajuan di bidang teknologi khususnya teknologi komunikasi dan informasi yang mengarah secara langsung dengan berpengaruh pada pemahaman tentang komunikasi, hakikat, fungsi, dan tujuannya (Badmomolin, 2003:31).

Budaya media merupakan perpaduan yang memesona antara gambar (image) dan suara (sound) yang dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu menciptakan hal-hal yang serba spektakuler dari keseharian manusia. Media yang menjadi contoh konkrit yaitu televisi. Televisi menciptakan budaya yang mendominasi waktu-waktu senggang di antara pekerjaan rutin sehari-hari. Budaya media yang terbentuk memengaruhi pandangan-pandangan politik dan perilaku sosial penikmatnya (Badmomolin, 2003:39).

4. Audio-Visual

Perkembangan teknologi dalam sejarah kebudayaan manusia menghasilkan penemuan di antaranya roda, abjad, percetakan, dan mesin uap mampu merubah sistem komunikasi manusia. Peradaban manusia mulai dipengaruhi oleh penemuan serta membentuk manusia dalam proses kehidupanya. Mulai terjadi peradaban audio-visual sejak ditemukannya listrik. Dalam peradaban ini manusia tidak hanya dibentuk melalui huruf melainkan menembus gambar dan suara. Manusia zaman sekarang menjadi berubah dalam konteks manusia zaman sebelum peradaban audio-visual.

Manusia zaman audio-visual telah diperkaya dengan suara dan musik karena pengaruh gagasan-gagasan yang terbawa dalam penemuan listrik. Dapat dikatakan bahwa manusia zaman audio-visual merupakan perpanjangan dari diri manusia yang menyangkut tubuh, sistem urat syaraf, dan perasaan yang membawa perubahan terhadap sikap manusia (Ernestine & Adisusanto, FX., 2001:2).

5. Kemungkinan dan Keterbatasan Audio-Visual

Situasi yang terjadi mulai abad ke-20 abad modern sama sekali berbeda dengan situasi yang terjadi pada zaman lampau. Pada zaman lampau orang Kristiani memiliki keterikatan terhadap kata-kata, rumusan-rumusan yang seragam dan teliti, namun pada zaman sekarang mulai abad ke-20 hal semacam ini tidak memiliki arti lagi. Rumusan yang seragam dan logis justru membuat orang

kristiani berpikir dengan kaku, analistis dan logis sedangkan sekarang yang dibutuhkan justru menuntut iman yang hidup, intim, dan pribadi.

Tuntutan kebutuhan membuat bahasa audio-visual bermanfaat untuk memberikan kesempatan menyampaikan kata-kata yang teliti serta pengalaman yang menyeluruh. Bahasa yang diungkapkan oleh media audio-visual tidak sama dengan bahasa yang diungkapkan oleh media cetak, bahkan dengan bahasa lisan yang bermaksud menyampaikan inti pokok pembicaraan.

Media audio-visual tidak menggunakan bahasa doktrin atau ide-ide, melainkan merangsang perasaan seorang pribadi. Buku yang berjudul Katekese Audio-Visual Seri PUSKAT 378 (Ernestine & Adisusanto, FX., 2001:6) mengungkapkan bahwa:

Suara yang disampaikan melalui mike dan amplifier yang baik akan dapat mengungkapkan nafas dan isi hati pemilik suara. Hal ini membuat penyanyi dapat memesonakan orang banyak melalui suaranya. Tidak hanya suara, tetapi gambar-gambar pun juga dapat mengungkapkan perasaan, isi hati, bahkan seluruh pribadi si pembuat, entah pelukis, juru kamera, atau sutradara film. Jika demikian tidak mengherankan bahwa ada orang yang melihat film bukan untuk menikmati ceritera atau isi film tersebut, tetapi untuk memahami atau menyelami pribadi sutradara film tersebut. Pendek kata: melalui bahasa audio-visual kita tidak mau mengungkapkan suatu ide, tetapi mau menyampaikan pengalaman pribadi kepada orang lain.

Bahasa audio-visual memiliki keterbatasan dan risiko. Kreativitas, partisipasi, afektivitas, dan kesadaran kritis dituntut dalam bahasa audio-visual. Unsur subyektivitas menjadi peranan yang pokok, unsur subyektivitas mengandung resiko tidak adanya kejelasan, ketelitian, struktur, dan sintese. Meskipun resiko semacam ini selalu terjadi, bahasa audio-visual tidak berhenti

pada gambar atau suara saja sehinga dalam bahasa audio-visual kita juga dapat menjumpai pengetahuan meski tidak seteliti atau selengkap di dalam buku. Sementara itu unsur berpikir juga tidak hilang dalam bahasa audio-visual. Buku yang berjudul Katekese Audio-Visual Seri PUSKAT 378 (Ernestine & Adisusanto, FX., 2001:7) menjelaskan bahwa:

Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa sebuah film atau sound-slides lebih banyak membuat dia berpikir daripada kotbah atau buku-buku. Hal ini menimbulkan pertanyaan pada diri kami: apakah pada dewasa ini tidak sedang menghilang cara berpikir, yang menekankan gagasan-gagasan terlalu teliti, kata-kata seragam dan logika yang kaku?

6. Media Siaran

Televisi memiliki hubungan terhadap fungsi sosial yang merujuk pada kehidupan sehari-hari, untuk memberikan hiburan terhadap diri sendiri, melepas kebosanan, kontak sosial, dan sebagainya. Dalam buku Media Massa & Masyarakat Modern (Rivers, 2003:315) dilaporkan sebuah penelitian mengenai apa yang sebenarnya dinikmati oleh para pemirsa dan pendengar film-film serial dan opera sabun di radio dan televisi. Muncul jawaban bahwa menikmati siaran tersebut membuat pengurangan beban emosional mereka. Penonton menikmati acara yang menyuguhkan keberuntungan dan kemalangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan mampu menjadi sumber nasihat dan rujukan hidup sehari-hari, misalnya mengenai perilaku yang baik.

Ada tiga alasan untuk memahami kecenderungan yang dihasilkan oleh media siaran. Rasional atau tidak, ini yang dirasakan oleh jutaan pendengar radio

dan pemirsa televisi. Pertama adalah keinginan pemirsa untuk menerima bujukan bahwa segala sesuatu baik-baik saja. Kedua yaitu pengalihan kesalahan terhadap pihak lain. Ketiga mereka ingin mendengar saran-saran yang mudah untuk dapat merasa bahagia (Rivers, 2003:316).

7. Televisi sebagai Media Audio Visual

Media Audio Visual berangkat dari kemajuan teknologi yang berawal dari sejarah masa lalu. Penemuan-penemuan yang dihasilkan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baru. Penemuan yang dihasilkan dari sejarah masa lalu yang membawa manusia pada masa depan di antaranya seperti: phonograp (1877), gambar bergerak (1884), radio (1920), TV (1924), transistor (1948), video (1956), dan satelit (1957). Berbagai penemuan tersebut merupakan hasil perkembangan manusia ke arah kemajuan dengan usaha yang nyata melalui percobaan dan konsep pemikiran yang kreatif dengan dasar kebutuhan manusia dalam kehidupan. (Iswarahadi, 2003:17).

Televisi merupakan benda yang diciptakan manusia sebagai hasil dari teknologi dan mengalami perubahan dalam kemasan, perangkat atau piranti mesin, bahkan tampilan yang dihasilkan. Selain tampilan fisik yang ditunjukkan oleh televisi berlaku pula isi yang ditawarkan televisi kepada penontonnya. Televisi memadukan antara penglihatan (visual) dan pendengaran (audio) yang menghasilkan imajinasi tak terbatas dari kreativitas manusia.

Bahasa yang diungkapkan televisi merupakan bahasa simbolis, cenderung membujuk dan menggetarkan hati dan karenanya menggetarkan seluruh jiwa raga; bahasa yang penuh resonansi dan irama (Iswarahadi, 2003:31). Perpaduan antara visual dan audio menghasilkan media yang penuh dengan bahasa yang terungkap dari cerita, gambar, suara mendorong penikmatnya untuk berorientasi terhadap sesuatu hal. Televisi mempertajam dunia komunikasi kita dengan kombinasi suara dan gambar bergerak, sehingga menghasilkan realitas komunikasi yang mutakhir.

Realitas komunikasi yang dihasilkan oleh televisi terletak pada daya cipta dan kemampuan televisi memindahkan realitas pengalaman harian individu ke dalam layar kaca. Kehadiran televisi mengubah cara pandang manusia terhadap semesta, dirinya, dan sesama, pola pikir, cara beraktivitas dan bersenang-senang, gaya hidup dan tingkah laku individu. Orang mampu melihat sebuah dunia lain bahkan dirinya sendiri di suatu lingkungan dengan aktivitas-aktivitas yang sama dengan aktivitas di alam nyata (SFT Widya Sasana, 2010:71).

Dokumen terkait