• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Moral

Dalam dokumen ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM (Halaman 44-49)

BAB II ETIKA, MORAL DAN AGAMA

B. Pengertian Moral

[ 28 ] Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

a. Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan tersebut boleh dilakukan atau tidak, misalnya tidak boleh masuk ke rumah orang lain tanpa izin. Etiket menetapkan cara me laku kan suatu perbuatan, cara yang tepat, baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan, misalnya untuk masuk ke rumah orang lain, harus mengucapkan salam atau meng-gedor pintu atau membunyikan bell, atau menelpon terlebih dulu untuk mendapatkan izin dari tuan rumah.

b. Etika berlaku tanpa tergantung kepada ada atau tidak orang lain di tempat itu. Misalnya, larangan mencuri tetap berlaku apakah ada orang lain atau tidak. Tetapi etiket selalu terkait dengan adanya orang lain bersama kita, misalnya larangan duduk sambil mengangkat kaki berlaku jika kita berada bersama dengan orang lain, tetapi jika kita hanya sendirian dirumah/di kamar, maka larangan tersebut tidak berlaku.

c. Etika bersifat absolut, keberlakuannya tidak dapat ditawar-tawar, misalnya larangan mencuri, larangan membunuh dan lain-lain. Etiket bersifat relatif, sesuatu yang dianggap tidak sopan dalam satu masyarakat, dapat saja dipandang sopan dalam masyarakat lain.

d. Etika memandang manusia dari sudut batiniah, orang yang menjalankan etika adalah karena dorongan batiniah, doro-ngan dari dalam dirinya, bukan karena pura-pura. Etiket memandangmanusia hanya dari lahiriah saja. Seorang yang tampaknya sopan mengesankan dia seorang yang baik, tapi belum tentu baik dalam kenyataannya.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

etika mempunyai arti yang sama dengan kata moral, sama-sama berarti adat kebiasaan. Namun dari asal kata terdapat perbedaan, kata etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin. Dengan demikian pengertian kata moral sama dengan kata etika yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan/pedoman seseorang atau suatu kelompok orang yang mengatur tingkah lakunya. Misalnya seorang advokat dalam melaksanakan tugas mendampingi kliennya maka ia harus tetap berpegang pada nilai dan norma yangberlaku dalam profesinya dalam melakukan tugasnya tersebut. Jika ia melanggar nilai dan norma tersebut maka ia dikategorikan sebagai tidak bermoral.

Selain istilah moral, ada pula istilah yang hampir sama yakni “moralitas” yang berarti kualitas suatu perbuatan manusia, apakah perbuatan tersebut baik atau buruk, benar atau salah.

Mora litas merupakan keseluruhan asas, nilai dan norma yang me-nen tukan baikatau buruk, benar atau salahnya suatu perbuatan manusia.

1. Faktor Penentu Moralitas

Menurut Sumaryono ada 3 (tiga) faktor yang menentukan moralitasperbuatan seseorang, yaitu:

a) motivasi perbuatan

b) tujuan akhir (sasaran) perbuatan c) lingkungan perbuatan

Suatu perbuatan manusia dikatakan baik, jika motivasi, tujuan akhir(sasaran) serta lingkungan perbuatan tersebut semua nya baik. Jika salah satu faktor penentu tersebut tidak baik, maka keseluruhan perbuatan tersebut menjadi tidak baik. Moti-vasi adalah alasan atau dorongan seseorang melakukan suatu perbuatan, atau bisa juga berarti hal yang diinginkan oleh pelaku

[ 30 ] Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

perbuatan. Jadi motivasi merupakan sesuatu dorongan atau alasan yang diketahui secara sadar oleh seorang ketika melakukan suatu perbuatan, misalnya kasus korupsi.

a. Yang mendorong (diinginkan) pelaku adalah dengan cara mudah memiliki uang dan harta kekayaan yang banyak, dengan mengambil uang negara yang bukan haknya.

b. Tujuan akhir (sasaran) perbuatan pelaku adalah menjadi kaya dengan uang dan harta yang melimpah.

c. Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat.

Tujuan akhir (sasaran) suatu perbuatan adalah diwujud-kan nya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas per buatannya ada dalam kehendak. Perbuatan menjadi objek perhati an kehendak artinya memang dikehendaki oleh pelakunya.

Sebagai contoh kita kembali kepada kasus korupsi yang diuraikan di atas tadi.

a. Menjadi kaya raya dengan uang dan harta yang melimpah ada-lah tujuan akhir yang dikehendaki dengan bebas oleh pelaku (tanpa paksaan).

b. Diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibat yang diinginkan pelaku yakni menjadi kaya raya dengan jalan korupsi.

c. Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat (buruk).

Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara eksidental mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam kategori lingkungan perbuatan adalah:

a. Manusia yang terlibat,

b. Kuantitas dan kualitas perbuatan,

c. Cara, tempat dan waktu dilakukannya perbuatan, d. Frekwensi perbuatan.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

Hal-hal tersebut di atas dapat diperhitungkan sebelum dilakukannyaperbuatan atau dapat pula dikehendaki ada pada perbuatan yangdilakukan secara sadar. Motivasi, tujuan akhir serta lingkungan perbuatan menentukan kadar moralitas dari perbuatan tersebut yaitu baik atau buruk, benar atau salah.

2. Moralitas Sebagai Norma

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa moralitas adalah kualitas perbuatan manusia, sehingga perbuatan itu dinyatakan baik atau buruk. benar atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar atau salah tentulah berdasarkan norma sebagai acuan (pedoman). Sumaryono membagi (mengklasifikasi) mo ra-litas menjadi duakelompok yaitu morara-litas objektif dan morara-litas subjektif.

Moralitas objektif adalah moralitas yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa adanya, terlepas dari motivasi dan modifikasi kehendak bebas pelakunya. Moralitas ini dinyatakan bebas dari semua kondisi subjektif khusus pelakunya. Moralitas objektif sebagai norma berhubungan dengan semua perbuatan yang pada hakekatnya baik atau buruk, benar atau salah, misalnya:

a) Menolong sesama manusia adalah perbuatan yang baik, b) Mencuri, membunuh atau memperkosa adalah perbuatan

yang buruk (jahat).

Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat suatu perbuatan sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh perhatian dan pengetahuan pelakunya, latar belakang stabilitas emosional, keadaan dan perlakuan personal lainnya. Moralitas subjektif ini mempertanyakan apakah suatu perbuatan itu sesuai atau tidak sesuai dengan hati nurani pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhubungan dengan semua perbuatan yang diwarnai oleh niat pelakunya, niat baik maupun niat jahat. Dalam suatu

[ 32 ] Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

musibah kebakaran misalnya, orang-orang yang membantu me-nyela matkan harta benda korban ini adalah perbuatan yang baik dari moralitas yang baik. Tetapi jika tujuan akhirnya adalah untuk mencuri harta benda korban, maka perbuatan tersebut adalah jahat. Jadi nilai moralitasnya terletak pada niat pelaku.

Selain moralitas objektif dan subjektif, moralitas juga dikate gorikan kepada moralitas “intrinsik” dan “ekstrinsik”. Mo-ra litas intrinsik menentukan perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah hakekatnya, terlepas dari pengaruh hukum po sitif arti-nya penentuan baik atau buruk, benar atau salah suatu perbuatan tidak tergantung kepada aturan hukum positif, misal nya gotong royong di lingkungan tempat tinggal adalah per buatan yang baik, meskipun tidak diatur di dalam hukum positif kita.

Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu baik atau buruk benar atau salah berdasarkan pada ketentuan yang diatur oleh hukum positif, misalnya larangan menggugurkan kandungan, kewajiban melaporkan adanya tindak kejahatan dan lain-lain.

Persoalan moralitas hanya relevan apabila dikaitkan dengan eksistensi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki nilai pribadi, kesadaran diri dan dapat menempatkan disebut/dikategorikan sebagai perbuatan moral (perbuatan bernilai) kehendak pelakunya. Kesadaran adalah suara hati nurani dirinya menurut aspek kemanusiaan. Tidak setiap per buatan manusia dapat disebut sebagai perbuatan moral. Suatu per buatan moral apabila di dalamnya terkandung kesadaran dan kebebasan, sedangkan kebebasan kehendak adalah berdasarkan atas kesadaran seseorang.

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum

Dalam dokumen ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM (Halaman 44-49)

Dokumen terkait