• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.2. Motivasi Kerja

2.2.1. Pengertian Motivasi Kerja

Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moekijat bahwa orang merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi (Moekijat, 2002:1). Untuk mencapai tujuan organisasi maka salah satu hal yang perlu dilakukan pemimpin adalah memberikan daya pendorong yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku para pegawai agar bersedia bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Daya pendorong tersebut disebut sebagai motivasi.

Tujuan apapun yang ditetapkan perusahaan, kecil kemungkinan tercapai jika tanpa motivasi dari setiap karyawan untuk dapat bekerja secara optimal. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus peka terhadap keinginan dan harapan karyawannya. Hal ini dilakukan sebagai rangsangan untuk menimbulkan motivasi karyawan. Dengan motivasi karyawan yang tinggi akan mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun secara kualitas.

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi (motivation) dalam manjemen ditujukan pada sumber daya manusia yang bergerak di dalam suatu organisasi atau prusahaan. Banyak orang beranggapan bahwa motivasi

merupakan ciri pribadi dari setiap individu, yaitu ada yang memilikinya dan ada juga yang tidak. Oleh karena itu, perlu di ingat bahwa tingkat motivasi tiap individu beraneka ragam.

Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan usaha seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya.

David B. Guralnik mengemukakan bahwa “motive : an inner drive, impulse, etc. that causes one to act” (motif : suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu) (Moekijat, 2002:4). Kemudian Malayu S.P. Hasibuan mengemukakan “Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang (Hasibuan, 2003:141). Motif terkadang didefinisikan sebagai kebutuhan (needs), pengendali (drives), atau impuls dalam diri seseorang”.

Dari pengertian motivasi yang telah dikemukakan pada bab 1 (satu) sebelumnya, disini penulis mencoba menyimpulkan kembali pengertian motivasi yang berasal dari Harold Koontz, et.al. Koontz mengemukakan bahwa motivasi menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan.

Greenberg dan Baron memberikan pengertian motivasi kerja sebagai suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia kearah pencapaian suatu tujuan (Djatmiko, 2005:67). Senada dengan pernyataan Ernest J. McCormick dalam hubungannya dengan lingkungan kerja mengemukakan bahwa “Work motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction and maintenance of behaviors relevant in work setting. Yang artinya bahwa “Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja” (Mangkunegara, 2005:94) .

Dari pengertian tentang motif, motivasi dan motivasi kerja yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu perangsang atau daya pendorong dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Motivasi adalah daya pendorong yang menimbulkan kemauan dan kerelaan dalam diri individu untuk mengerjakan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan. Motivasi timbul atas dorongan pada seorang individu yang dapat menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Sedangkan motivasi kerja adalah proses mendorong, mengarahkan perilaku manusia yang berhubungan dengan lingkungan kerja untuk mencapai tujuan.

Disini penulis akan mengungkapkan teori motivasi yang paling banyak diacu secara luas, yaitu : teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow. Teori ini disebut dengan teori hirarki kebutuhan karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja.

Dari gambar yang telah dipaparkan dalam bab 1 (satu) tentang hirarki kebutuhan menurut Maslow, dalam bab 2 (dua) ini penulis mencoba menjelaskan pengertian dari gambar yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.

1. Kebutuhan Fisiologis

Adalah kebutuhan-kebutuhan untuk menunjang kehidupan manusia, seperti : makan, minum, pakaian, tempat tinggal, tidur, dan pemuasan seks. Maslow berpendapat bahwa apabila kebutuhan fisiologis belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian.

2. Kebutuhan akan Rasa Aman (Security)

Kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk bebas dari bahaya fisik dan rasa takut akan kehilangan pekerjaan, harta benda, makanan, pakaian, atau tempat tinggal atau dengan kata lain kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Dalam kebutuhan ini individu senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.

Kalau dilihat dalam perusahaan, kebutuhan ini dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : kebutuhan akan keamanan dan kesehatan jiwa di tempat pekerjaan membutuhkan alat pelindung seperti masker bagi tukang las yang diberikan oleh manajer. Pentingnya memuaskan kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi (astek) kepada para karyawan.

3. Kebutuhan Afiliasi atau Akseptansi

Adalah kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri. Karena manusia makluk sosial sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok, yaitu: kebutuhan perasaan diterima orang lain di lingkungan ia bekerja, kebutuhan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan serta kebutuhan akan perasaan ikut serta.

4. Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs)

Adalah kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh orang lain. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya. Jadi, inti dari kebutuhan ini adalah adanya kepuasan dalam diri individu, seperti : kuasa, prestise, status, dan keyakinan akan diri sendiri.

5. Kebutuhan Perwujudan Diri (Self Actualization)

Maslow memandang hal ini sebagai kebutuhan yang paling tinggi dalam hirarki kebutuhan. Kebutuhan ini menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap sesuatu. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Disini seseorang akan memaksimalkan potensinya untuk mencapai sesuatu yang didambakannya. Untuk menunjang kebutuhan perwujudan diri ini, para pimpinan perusahaan biasanya menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk karyawan.

Kebutuhan utama manusia berada pada tingkatan pertama yaitu kebutuhan fisiologis. Setelah kebutuhan pertama ini terpenuhi barulah menginjak pada kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi sampai pada akhirnya terpenuhi kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi sampai pada akhirnya terpenuhi kebutuhan kelima. Kebutuhan-kebutuhan itu saling tergantung dan saling menopang, suatu kebutuhan yang lebih rendah tidak begitu saja hilang bila kebutuhan yang lebih tinggi muncul. Semua kebutuhan cenderung menjadi bagian kepuasan dalam setiap karyawan. Bila pemenuhan-pemenuhan kebutuhan dalam setiap karyawan telah

terpuaskan maka kebutuhan yang telah terpuaskan tersebut masih akan mempengaruhi perilaku, hanya intensitasnya kecil (Mangkunegara, 2000:95).

Dokumen terkait