• Tidak ada hasil yang ditemukan

c. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.2. PK.04.10 Tahun 2010 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pemebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat (Pasal 1 butir 2) istilah yang dipakai adalah “Pembebasan Bersyarat”.

“Pembebasan Bersyarat adalah proses Pembinaan Narapidana dan anak didik pidana di luar LAPAS stelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (Sembilan) bulan.”

d. Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesi, istilah yang dipakai adalah “Pelepasan Bersyarat”.

2. PENGERTIAN PELANGGARAN

Hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di

dalam masyarakat.9

Maka, pelanggaran dapat diartikan sebagai akibat dari perealisasian kepentingan atau hak dari saetiap anggota atau kelompok masyarakat dalam Setiap anggota masyarakat memiliki kepentingan dan hak masing-masing, yang sangat beraneka ragam dan dapat menimbulkan bentrokan satu sama lain, jika antara masyarakat melakukan atau menunutut apa yang menjadi haknya tanpa memperhatikan hak dari orang lain. Untuk hal seperti ini, hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu di dalam masyarakat.

Hubungan ini ada diantara orang-orang perseorangan, atau berbagai kelompok orang, atau antara suatu kelompok dengan seorang oknum tertentu, atau antara masyarakat seluruhnya di satu pihak dan orang-orang perseorangan atau kelompok orang lain di lain pihak. Dalam pembahasan skripsi ini, hubungan yang dimaksud adalah bagaimana hukum atau peraturan yang berlaku mengatur hubungan antara klien dengan kewajibannya dalam mewujudkan kesuksesan program pembebasan bersyarat yang diterimanya.

Dalam mengatur segala hubungan ini, hukum bertujuan mengadakan suatu perbandingan diantara berbagai kepentingan. Perbandingan yang dimaksud adalah bagaimana agar setiap kepentingan tidak bertabrakan dan menimbulkan konflik yang lebih sulit untuk diperbaiki. Dan hubungan yang diadakan oleh hukum tersebut merupakan langkah untuk menghindari atau mengurangi pelanggaran atas hukum atau aturan yang berlaku.

9

Wirjono Projodikoro. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta. Refika Aditama. Hlm. 15.

hal ini klien pemasyarakatan atau warga binaan, yang menimbulkan kepentingan atau hak pihak lain menjadi terganggu dan dirugikan. Oleh karena itu, hukum dengan sanksinya perlu untuk membatasi setiap perealisasian dari setiap hak atau kepentingan yang ada.

Klien pemasyarakat memiliki hak dan kepentingan masing-masing, tetapi hak dan kepentingan tersebut telah dibatasi dengan kewajiban yang diterimanya sebelum beralih dari warga binaan menjadi klien pemasyarakatan. Oleh karena itu ketika klien melakukan tindakan yang mengakibatkan kewajibannya tidak terlaksana, maka tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran. Pelanggaran ini dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat ada 2 (dua), yaitu ; pelanggaran ringan yang dapat ditolerir seperti terlambat melapor, tidak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dijadwalkan; dan pelanggaran yang tidak dapat di tolerir, seperti mengulangi tindak pidana sebelumnya atau melakukan tindak pidana yang baru.10

10

Hasil wawancara dengan Ibu Peristiwa Sembiring S.H., pada tanggal 7 April 2015 di Gedung BAPAS Kelas I Medan.

Terminologi pelanggaran merupakan salah satu hasil dari penelitian di BAPAS Kelas I Medan, dimana jika dibandingkan dengan pemaknaan yang terletak di dalam KUHP, isitilah yang seharusnya digunakan adalah “Kejahatan”. Tetapi dalam proses penelitian penulis menemukan bahwa istilah yang dipakai dengan makna yang sama adalah pelanggaran, jadi pada kesimpulannya, istilah tersebut tidak dapat dirubah karena akan memperngaruhi isi dan hasil penelitian secara keseluruhan.

Terkait dengan pelanggaran ringan, dapat ditolerir bukan berarti menjadi pelanggaran yang dapat di ulangi, tetapi ada batasan sebagaimana teknis prosedur yang berlaku, dalam arti bahwa jika sudah diperingati dalam waktu tertentu dan diulangi maka pelanggaran ringan tersebut dapat mengakibatkan penangguhan izin bebas bersyarat dari klien yang bersangkutan.

3. PENGERTIAN KLIEN PEMASYARAKATAN (Klien)

Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Setiap klien yang masuk didalam BAPAS wajib didaftar tetapi bukan dalam rangka merubah status tetapi untuk memenuhi tertib administrasi. Klien sebagai mana dimaksud adalah terdiri dari11

1. Terpidana bersyarat;

:

Narapidana, anak pidana, dan anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat (bebasnya narapidana setelah menjalani pidananya sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya dengan ketentuan 2/3 tersebut tidk kurang dari 9 bulan) atau cuti menjelang bebas (cuti yang diberikan kepada narapidana yang telah menjalani hukuman sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya dengan ketentuan harus berkelakuan baik dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 bulan)

11

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN. Modul III Bab II, tentang Unsur-unsur Pembimbingan. Hlm. 106.

2. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;

3. Anak Negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat dilingkungan Direktorat jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan social;

4. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya;

5. Anak yang diputus menjalani pidana pengawasan.

Dalam hal bimbingan anak Negara dilakukan oleh orang tua asuh atau badan sosial, maka orang tua asuh atau badan sosial tersebut wajib mengikuti secara tertib pedoman pembimbingan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM.

Upaya pembinaan dan bimbingan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu sarana perlakuan yang baru terhadap warga binaan dan klien untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan warga binaan dan klien

untuk dapat kembali menjadi anggota masyarakat. Bimbingan klien adalah

suatu pelaksanaan dalam rangka penegakan hukum, sama halnya dengan pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi sebagai salah satu pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang dilakukan di luar Lembaga pemasyarakatan. Jadi dalam hal ini kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembinaannya hampir sama tetapi hanya berbeda lokasinya saja. Bimbingan klien pemasyarakatan pada hakekatnya adalah pembinaan klien di luar Lembaga sebagai salah satu sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Untuk membimbing klien tidak lepas dari Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang bertujuan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.

Secara singkat bimbingan klien adalah daya upaya yang bertujuan untuk memperbaiki klien dengan maksud secara langsung dapat menghindarkan diri atas terjadinya pengulangan tingkah laku atau perbuatan yang melanggar norma atau hukum yang berlaku. Bimbingan klien ini dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat, di dalam keluarga tidak di dalam Lapas. Bimbingan yang diberikan harus dapat mendorong dan memantapkan hasrat klien untuk sembuh dan memiliki kedudukan sosial serta dapat melaksanakan peran sosialnya secara wajar dalam masyarakat.12

4. Balai Pemasyarakatan (BAPAS)

BAPAS adalah singkatan dari Balai Pemasyarakatan, yang menjadi salah satu lembaga yang memabantu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dalam membina narapidana/warga binaan dalam hal ini untuk menerima laporan perkembangan dari tiap klien pembebasan bersyarat yang diawasi dan yang dibantu juga oleh kejaksaan.

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok Direktoral Jendral Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembimbingan klien

12

Di kutip dari Skripsi PICTA DHODY PUTRANTO, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (CM Marianti Soewandi, 2003:31)

pemasyarakatan didaerah. Bentuk dari bimbingan yang diberikan macam-macam, mulai dari pemberian pembinaan tentang agama, keterampilan, sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai warga negara serta bertanggung jawab, untuk memberikan motivasi, agar dapat memperbaiki diri sendiri, dan tidak mengulangi kejahatan (residive). Pada dasarnya peran BAPAS ini tidak hanya berlaku pada narapidana yang dibina di luar LAPAS, tetapi juga memiliki kewenangan atau bahkan kewajiban untuk membina warga binaan atau narpidana didalam LAPAS.

Berdasarkan sistem hukum pidana Indonesia maka, BAPAS berperan dalam menangani tiap narapidana maupun mantan narpidana yang baru dibebaskan, agar tiap orang yang dibina tersebut dapat diyakinkan tidak melakukan kejahatan lagi. Karena selain yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan, tujuan pemidanaan yang sekarang dipergunakan dalam praktek hukum adalah melakukan pengayoman dan pembinaan. Seperti yang diutarakan oleh para ahli seperti; Protagoras, Seneca dan Jeremy Bentham, dimana jika disimpulkan dari pemahaman mereka, tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan, dan jika sudah terjadi untuk menangani agar tidak tercipta dendam dalam tiap pidak yang bermasalah.walaupun dalam kenyataanya selalu ada pertentangan juga.13

Selain BAPAS, dikenal juga suatu lembaga yang berfungsi hampir sama yakni BISPA. Istilah BISPA merupakan singkatan dari bimbingan kemasyarakatan dan Pengentasan anak, yang pertama sekali dicetuskan oleh

13

R. Waliman Hendrasusilo.14

3. Ruang Kasi. Bimbingan Klien Dewasa.

Tujuan dari pendirian badan ini adalah untuk pembinaan diluar penjara atau LAPAS yang menangani anak sebagai klien pemasyarakatannya.

Bapas Kelas I Medan mempunyai wilayah kerja yang meliputi kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Tanah Karo, Dairi, Kota Rantau Parapat.

Sasaran garapan Bapas Kelas I Medan Meliputi : a. Klien Pembebasan Bersyarat (PB)

b. Klien Asimilasi

c. Klien Cuti Menjelang Bebas (CMB) d. Klien Cuti Bersyarat (CB)

Bapas Kelas I Medan terdiri dari 2 bangunan lantai dengan beberapa ruangan. Bangunan lantai I terdiri dari 4 ruangan yaitu :

1. Ruangan Kepala Bagian Tata Usaha. 2. Ruangan Urusan Umum.

3. Ruangan Kepegawaian. 4. Ruangan Aula.

Bangunan lantai II terdiri dari 8 ruangan yaitu : 1. Mushola.

2. Ruang Rapat.

14

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN, MODUL II. BAB II. Sejarah Perkembangan Pembimbingan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemnetrian Hukum dan Ham Republik Indonesia.Hlm. 49.

4. Ruangan Kasi. Bimbingan Klien Anak. 5. Ruangan Keuangan.

6. Ruangan PK I 7. Ruangan PK II 8. Ruangan PK I

Jumla Petugas/Pegawai Bapas Medan ada 53 Orang yang terdiri dari : Laki-laki :34 Orang

Perempuan`:19 Orang

F. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

1. Jenis Penelitian

Dalam tulisan skripsi ini penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif (penelitian hukum doktriner) dan bersifat yuridis empiris (studi lapangan). Penelitian yang bersifat Yuridis Normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang berkaitan. Penelitian yang bersifat Yuridis Empiris adalah penelitian yang melakukan pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara dari narasumber (informan) secara langsung yang disertai dengan penyebaran angket untuk menambah kepastian data hasil penelitian yang lebih akurat, dan hal tersebut dilakukan kepada pihak yang terkait dalam hal ini, pihak yang dimaksud adalah BAPAS dan klien pemasyarakatan (narapidana) Pembebasan Bersyarat.

Jenis data penelitian ini adalah bersumber dari data primer dan data sekunder. Sumber data Primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari responden atau sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.15

a. Bahan Hukum Primer, dalam Penelitian ini dipakai :

Maka dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian lapangan (riset) yaitu melalui wawancara dengan Petugas yang berwenang di dalam BAPAS kelas I Medan, dan di tambahi juga dengan penyebaran kuisoner kepada narapidana yang telah diberikan izin bebas bersyarat.

Adapun jenis data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah bersumber dari data sekunder sebagai berikut :

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 3. Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

4. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.2. PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pemebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

5. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 21 Tahun 2013 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Dan Cuti Bersyarat.

15

6. PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

7. PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

b. Bahan Hukum Sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang sedang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus umum dalam hal ini yang dipergunakan adalah KBBI, dan ditambahi dari website yang dianggap penulis baik dan benar untuk disajikan dalam tulisan skripsi ini.

3. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

a. Sumber Data

Didalam penulisan skripsi ini, sumber data yang dipakai, adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari penelitian lapangan yaitu melalui hasil wawancara dengan pegawai BAPAS dalam hal Pengawasan terhadap klien (narapidana) Pembebasan Bersyarat, dan ditambahi dengan hasil angket yang disebarkan kepada Klien (narapidana) pembebasan bersyarat, sabagai tambahan data yang akurat. Sedangkan data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan kepustakaan hukum dan dokumen-dokumen yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang diuaraikan sebelumnya, data ini didapatkan melalui studi pustaka dengan melakukan pencarian berbagai konsep, teori-teori, asas-asas, doktrin-doktrin dan hal lain yang dapat mendukung kelengkapan

data untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan mengutamakan untuk memecahkan permasalahan yang ada.

b. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini data yang dipakai adalah data yang didapatkan melalui wawancara dengan Pegawai BAPAS Kelas I Medan, serta penyebaran angket kepada klien (narapidana) pembebasan bersyarat. Langkah tersebut diatas dilakukan untuk mendapat data yang akurat dan mendukung untuk pemecahan masalah dalam penyelesaian penelitian ini.

Tabel 2

Tabulasi data angket klien pemasyarakatan PB BAPAS Kelas I Medan 2015

NO NAMA Pihak Mengajukan PB Wajib Lapor

Respon Masyarakat Pelanggaran

Kelurga Lapas Jaksa Ya Tidak Baik Kurang biasa Ada Tidak

1 Ervan - - - - - - 2 Fernando - - - - - - 3 Indra - - - - - - 4 Pujianto - - - - - - 5 Rahmad - - - - - - 6 Yosi - - - - - -

Sumber : Data diolah dari angket yang disebarkan terhadap klien pemasyarakatan di BAPAS Kelas I Medan, Tanggal 9 April 2015. (terlampir)

4. Analisis Data

Dalam Pengolahan data yang didapat dari pencarian data kepustakaan, maka dapat dikatakan hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Hal ini dapat dikatakan menggunakan analisa kualitatif karena pada tulisan ini dilakukan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, yang mengakibatkan dari teori-teori tersbut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan akhir untuk kepentingan pembahasan tulisan skripsi ini.

Dokumen terkait