• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pelayanan Publik

Davidow dalam Waluyo ( 2007:127) mendefenisikan pelayanan sebagai hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk, akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan . Pelayanan yang baik membutuhkan instruktur pelayanan uang sangat baik pula. Sedangkan menurut Boediono ( 2003: 60), pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengn cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptnaya kepuasan dan keberhasilan. Pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur Negara ( Men-PAN) No.81 tahun 1993 adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan lingkungan Baan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk barabg atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009, dinyatakan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Nurmandi (1999: 14) Pelayanan publik mempunyai beberapa ciri yaitu : a. Tidak dapat memilih konsumen, artinya setiap masyarakat yang datang dan

b. Peranannya dibatasi oleh undang-undang, artinya dalam menjalankan tugas melayani kepentingan masyarakat, tetap ada norma, aturan dan ketentuan yang menjadi batas dan dasar.

c. Politik menginstitusionalkan konflik, artinya berbagai konflik dan permasalahan yang terjadi sering merupakan dampak dari politik.

d. Pertanggungjawaban yang kompleks, karena mengatasnamakan negara maka dalam pelayanan publik ada berbagai prosedur yang tetap harus dijalankan. e. Sangat sering diteliti.

f. Semua tindakan harus mendapat justifikasi. g. Tujuan atau output sulit diukur atau ditentukan.

Dalam UU No 25 tahun 2009 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

a. pelaksanaan pelayanan;

b. pengelolaan pengaduan masyarakat; c. pengelolaan informasi;

d. pengawasan internal;

e. penyuluhan kepada masyarakat; dan f. pelayanan konsultasi

2.1.1. Asas Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan ((Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004) sebagai berikut:

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b.Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegangan pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

d.Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e.Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomis.

f.Keseimbangan Hak dan

Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

2.1.2. Kelompok Pelayanan Publik

Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis pelayanan menjadi empat kelompok. Adapun empat kelompok tersebuta dalah sebagai berikut: a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku

Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.

b. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

2.1.3. Paradigma Dalam Pelayanan Publik

Pada masa sekarang ini, telah terjadi berbagai perkembangan paradigma tentang pelayanan publik. Dalam konteks perkembangan Ilmu Administrasi Publik, terdapat tiga aliran atau periode yaitu The Old Publik Administration, New Publik Managemant dan The New Pulic Service. The Old Publik Administration

menempatkan masyarakat sebagai klien yamg tidak mempunyai kekuatan (powerless) sehingga harus patuh terhadap semua ketentuan birokrasi.

( Mardiasmo, 2003:6) Sedangkan dalam paradigma New Publik Managemant

meletakkan mekanisme pasar sebagai pedoman dalam pelayanan publik. Dalam paradigma ini konsep Reinventing Goverment yang merupakan hasil pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler, menjadi dasar dalam pelayanan publik. Paradigma yang sekarang adalah TheNew Pulic Service yang menempatkan warga masyarakat sebagai warganegara (citizens) yang memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari negara. Secara tegas TheNew Pulic Service menyodorkan doktrin baru dalam Studi Administrasi Publik yaitu :

1. Melayani warganegara, bukan konsumen. 2. Mengutamakan kebutuhan publik.

3. Nilai-nilai kewarganegaraan lebih berharga daripada kewirausahaan. 4. Berfikir strategis, bertindak demokratis.

5. Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan hal yang sederhana. 6. Lebih melayani daripada mengarahkan.

7. Mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, bukan sekedar mengejar produktivitas. (Denhardt & Denhardt, 2003 ).

Gambar 1 : Model Perubahan paradigma Dalam Pelayanan publik

PIRAMIDA I PIRAMIDA II

PENGUASA PELAYAN

Masyarakat Pengguna Manager Masyarakat Pengguna Pekerja Pekerja Manager

Sumber : Modul Reformasi Manajemen Pelayanan Publik, Kerjasama Pemko Binjai dengan PPs MAP UMA, Medan

Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa.Sedangkan bagi organisasi atau perusahaan yang menghasilkan barang, pengukuran kinerja dapat diukur dengan mengukur kualitas dari barang tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25PAN/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), dari hasil pengujian akademis/ilmiah yang dilaksanakan Kementrian PAN dengan BPS dapat diperoleh 14 (empat belas) unsure yang relevan,

valid dan reliable sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan termasuk pelayanan kesehatan, yaitu :

1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;

2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang

memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggungjawabnya);

4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;

5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;

6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan yang dilayani.

8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

10)Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

11)Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12)Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

13)Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14)Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Kualitas pelayanan secara umum harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan, juga tersedia sumberdaya dalam perusahaan.

Menurut UU No. 25 tahun 2009, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: 1. kepentingan umum;

2. kepastian hukum; kesamaan hak; 3. keseimbangan hak dan kewajiban; 4. keprofesionalan;

5. partisipatif;

6. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; 7. keterbukaan;

8. akuntabilitas;

9. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok 10.rentan;

11.ketepatan waktu; dan

12.kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

2.1.5. Konsep Kinerja Pelayanan Publik

Keban dalam H.A Nasir (2009:26) menjelaskan bahwa kinerja (performance) dapat didefenisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of

occomplishmnet “ atau dengan kata lain kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan

organisasi. Selanjutnya dikemukakan behwa dalam instansi pemerintah khususnya penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor, menyesuaikan budget, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.

Untuk dapat melakukan penilaian kinerja organisasi publik yang bersifat multidimensional ( dwiyanto dalam H.A. Nasir, 2009:8), menyatakan diperlukan penilaian kinerja dengan memperhatikan seluruh dimensi kinerja yang ada. Untuk itu Dwiyanto merekomendasikan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah organisasi dapat digunakan beberapa variabel dengan sumber data dan metodologi sebagai berikut:

a. Produktivitas

Produktivitas yang dimaksud adalah konsep produktivitas yang tidak hanay mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan yaitu seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan. Penilaian produktivitas organisasi dilakukan pada tingkat organisasi dengan menggunakan dokumen-dokumen seperti catatan dan laporan-laporan organisasi yang tersedia di organisasi tersebut. Penilaian produktivitas ini dapat dilakukan antara lain berdasarkan catatan mengenai penggunaan sumber daya organisasi dan hasil-hasil yang diperoleh organisasi.

b. Kualitas Layanan

Kualitas layanan sering sekali membentuk image masyarakat terhadap organisasi pelayanan publik. Banyak image negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kulaitas layanan

yang diterima dari organisasi publik. Oleh karena itu kepuasan masyarakat terhadap layanan publik dapat dijadikan sebagai indikator kinerja organisasi publik.

Sumber utama dari kualitas layanan adalah penilaian pengguna jasa atau masyarakat. Namun, uji silang juga dapat dilakukan dengan memeriksa laporan dan dokumen organisasi mengenai pelayanan yang diberikan. Survei adalah salah satu cara yang dapat digunakan untui mencari data mengenai kualitas layanan dengan mengukur tingkat kepuasan mereka terhadap kualitas layanan organisasi.

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,menyusun agenda dan proiritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keselarasan antara program-program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Data untuk menilai responsivitas bisa bersumber dari masyarakat dan organisasi. Data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasikan jenis kegiatan dengan masyarakat.

d. Responsibilitas

Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau yang sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Karena itu bisa saja responsibilitas akan bertentangan dengan responsivitas, yaitu ketika prinsip-prinsip harus dijalankan maka respon terhadap kebutuhan masyarakat akan diabaikan, atau sebaliknya. Responsibiltas sebuah organisasi dapat dinilai dengan menganalisa dokumen-dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Dalam hal

ini dicoba untuk mencocokkan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat dengan sendirinya haru mampu mewujudkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja juga seharusnya diukur dari eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi akan memiliki akuntabilitas yang tinggi bila kegiatan tersebut dianggap benar dan sesuia dengan nilai-nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

2.1.6. Biaya Pelayanan Publik

Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 diamanatkan agar penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat b. Nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa

c. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaaan, pengukuran dan pengajuan

d. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.7. Penilaian Kualitas Pelayanan

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk menemukan definisis penilaian kualitas. Parasuraman (1985;88) mendefinisikan penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan (superiority) dari suatu pelayanan (jasa). Dengan kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan. Selisih antara persepsi dan harapan inilah yang mendasari munculnya konsep gap (perception-expectation gap). Dari penelitian ini ditemukan bahwa penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan

emphaty. Penjelasan dari kelima dimensi tersebut adalah :

1. Tangibility, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

2. Reliability, yaitu kemampuan perusahan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.

3. Responsiveness, yaitu kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Assurance, mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Emphaty, mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.1.8. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Definisi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Republik Indonesia nomor 983.MENKES/SK/1992 mengenai pedoman rumah sakit umum dinyatakan bahwa: Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan. Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit secara lengkap, yaitu

a. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

b. Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan,

c. Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman, d. Melaksanakan pelayanan medis khusus,

e. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan, f. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi, g. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial, h. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,

i. Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi),

j. Melaksanakan pelayanan rawat inap, k. Melaksanakan pelayanan administratif, l. Melaksanakan pendidikan para medis, m. Membantu pendidikan tenaga medis umum, n. Membantu pendidikan tenaga medis spesialis, o. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan, p. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas “a, b, c, d”. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja atau kualitas rumahsakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia melalui Keputusan Dirjen Yan Medik ( Pelayanan Medik)

Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2000) kualitas dalam jasa kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang

diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional), dan kualitas manajemen (yang

berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya). Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur). BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.

2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat). AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada

diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran). TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur). BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

5. NDR (Net Death Rate). NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

6. GDR ( Gross Death Rate). GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Indikator yang akan digunakan sebagai skala dari kepuasan pasien yaitu indikator tinggi rendahnya kepuasan pasien ( Zahrotul, 2008:56), yang meliputi :

a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap petugas rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di rumah sakit, keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan kecepatan penerimaan pasien yang datang ke rumah sakit.

b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan

penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit.

c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien mulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan ketika keluar dari rumah sakit, kecekatan petugas dalam melayani pasien, dan penjelasan rincian biaya yang digunakan pasien selama berada di rumah sakit.

d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit.

e. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit.

Dokumen terkait