• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Tentang Pendidikan Akhlak Dalam

1. Pengertian Pendidikan, Akhlak dan Keluarga

Sebelum penulis membahas dan menjelaskan pengertian pendidikan akhlak dalam keluarga, terlebih dahulu disini penulis memberikan pengertian secara terpisah dari ketiga istilah tersebut yaitu pendidikan, akhlak dan keluarga.

a. Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari kata ”didik” dengan mendapat

awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan, hal,

cara. Istilah pendidikan ini juga berasal dari bahasa Yunani yaitu

“pedagogis” dengan arti bimbingan yang diberikan kepada anak yang

kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan istilah

education” yang berarti bimbingan atau perkembangan. Dan dalam

bahasa Arab disebut “tarbiyah (ةيبرت)” yang berarti pendidikan.

Menurut Abdur-Rahman An-Nahlawi kata at-tarbiyah (ةيبرّتلا) berasal dari kata, yaitu :

Pertama : raba-yarbu, (اوبري- ابر) yang artinya bertambah dan tumbuh. Kedua : rabiya--yarba, (ىبري- يبر) yang artinya menjadi besar

Tiga : rabba- yarubbu, (ا ْوُّبُري - ب َر) yang artinya memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara (An-Nahlawi,

23

Arti pendidikan secara etimologi “paedagogie” berasal dari

bahasa yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak dan “ again”,

diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak (Rohani dan Ahmadi, 1991:64). Sedangkan

menurut Ngalim Purwanto (2000:11) bahwa “Pendidikan ialah segala

usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk

memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan”.

Ahmad D. Marimba (1989:19), memberikan definisi

pendidikan adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju kearah kepribadian utama/terbentuknya kepribadian utama”.

Sedangkan Rama Yulis (1998:1), memberi pengertian

pendidikan adalah “segala usaha orang dewasa dalam pergaulan

dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani

menuju kearah kedewasaan”.

Amir Dalen Indrakusuma (1973:27), juga mendefinisikan

istilah pendidikan sebagai “segala bantuan yang diberikan dengan

sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaniyah

untuk mencapai tingkat dewasa”.

Dengan memahami definisi-definisi pendidikan di atas ditemukan unsur- unsur yang terkandung dalam pendidikan sebagai berikut :

24

2) Bahwa usaha itu dilakukan secara sadar.

3) Bahwa usaha itu dilakukan oleh orang-orang yang merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan anak.

4) Bahwa usaha itu selalu menuju kearah tujuan tertentu.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan teratur yang diberikan oleh orang dewasa untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan yaitu terbentuknya kepribadian yang utama dalam, jasmani dan rohani anak untuk mencapai ke tingkat kedewasaan.

b. Akhlak

Akhlak menurut pendekatan etimologi perkataan akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq (

قلاخا

) bentuk jamak dari al- khuluq (

قل خ لا

) yang berarti tabiat, budi pekerti, tingkah laku, tabiat. Kata akhlak mempunyai segi-segi persesuaian dengan khalqun yang artinya kejadian serta erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluq yang berarti yang diciptakan (Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, 2004:1).

Definisi akhlak di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara khaliq (pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai

hablumminallah. Dari produk hamlumminallah yang verbal biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan

25

AR dan Hasanuddin Sinaga, 2004:2). Dari kata akhlak itu sendiri dapat dipahami bahwa akhlak itu sangat erat kaitannya dengan khaliq dan makhluk, memang tuntutan akhlak itu harus menjalin hubungan erat antara lain yaitu manusia terhadap Allah, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Manusia yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan tiga sasaran tersebut maka belum dapat dikatakan manusia yang berakhlak.

Secara terminologi ada beberapa pendapat tentang pengertian akhlak, antara lain:

1) Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulumudin (juz III : 52), mengatakan:

قللخاف

ةرابع

نع

ةئيى

فى

سفنلا

ةخسار

اهنع

ردصت

لاعفلأا

ةلوهسب

رسيو

نن

ةجاحرِي

لىإ

ركف

ةيورو

اف

تناك

ةئيلها

ثيمح

ردصت

اهنع

لاعفلأا

ةليهلجا

ةدوهلمحا

لاقع

اعرشو

تيهتس

كلت

ةئيلها

اقلخ

انسح

إو

اك

رداصلا

اهنع

لاعفلأا

ةحيبفلا

تيسم

ةئيلها

تىلا

ىى

ردعلما

ئيساقلخ

ا

.

Akhlak adalah sifat yang tertanam (tetap) dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan perbuatan yang baik menurut akal dan syariat, maka disebut akhlak yang baik dan bila lahir darinya perbuatan yang buruk, maka disebut akhlak yang buruk.

Dari pengertian al-Ghazali diatas dapat dipahami bahwa akhlak itu harus tertanam kuat dalam jiwa dan melahirkan perbuatan yang selain benar secara akal dan harus benar secara syariat Islam, yaitu Al-Qur„an dan Al-Hadist. Hal inilah yang membedakan akhlak dengan moral dan etika. Akhlak tidak terbatas pada hubungan antara manusia dengan manusia lainnya,

26

tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dan dengan segala yang terdapat dalam kehidupan ini yaitu alam lingkungan.

2) Menurut Amin (1991:63), akhlak adalah kebiasaan kehendak, yang berarti bila kehendak itu dibiasakan, maka kebiasaan itu akan disebut sebagai akhlak.

Dalam hal ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka suatu perbuatan disebut akhlak jika memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a) Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang sehingga tertanam kuat dalam jiwa.

b) Perbuatan itu bisa timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau lebih dahulu sehingga benar-benar merupakan suatu kebiasaan (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2003:102).

Menurut Abuddin Nata (2009:6) bahwa perbuatan itu dapat disebut akhlak (khususnya akhlak yang baik) apabila perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena mengharapkan pujian dari orang lain.

Istilah akhlak itu sendiri masih bersifat netral, belum menunjuk kepada perbuatan yang baik atau buruk. Namun apabila akhlak itu disebut tersendiri, tidak dirangkai dengan sifat tertentu

maka yang dimaksud adalah akhlak yang baik. Misalnya “anak itu berakhlak baik“ maka maksudnya adalah bahwa anak itu memang

27

3) Elizabeth B. Hurlock (1978:386), menyatakan:

Behaviour which may be called “Have Morality” not only

conforms to social standards but also is carried out voluntarily.

“Tingkah laku yang boleh dikatakan sebagai moral yang

sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat

tetapi juga harus dilaksanakan dengan sukarela”.

Tingkah laku dalam pengertian Hurlock mengandung adanya kesukarelaan atau keikhlasan, hampir sama dengan pengertian akhlak yaitu tanpa pertimbangan dan pemikiran. Akan tetapi tolok ukur dari definisi Hurlock hanya pada standar sosial, sehingga tingkah laku disini tidak dapat disebut dengan akhlak, akan tetapi hanya sebatas moral dan etika. Karena pada dasarnya akhlak harus memenuhi adanya kebenaran secara aqliyah ataupun syar’iyyah, sedangkan moral dan etika hanya sebatas ukuran manusia.

c. Keluarga

Untuk mengetahui pengertian keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis, sosiologis dan paedagogi.

1) Tinjauan yuridis formal

Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan persekutuan hidup bersama atau seorang laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri,

28

adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Pujosuwarno, 1994:11).

2) Sudut pandang paedagogi

Secara paedagogi keluarga diartikan sebagai lembaga pertama dan utama dengan dialami seseorang dimana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaanya tidak terikat oleh waktu (Joesoef, 1992:64).

3) Sudut pandang sosiologis

Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta kewajiban bagi amsing-masing anggotanya (Shihab, 1993:255).

Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang dimaksud adalah dari perspektif paedagogi. Sebab dalam hal ini peran keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam pendidikan akhlak.

Secara tradisional keluarga adalah merupakan suatu unit sosial yang terkecil dalam masyarakat dan merupakan suatu sendi dasar dalam organisasi sosial masyrakat. Istilah keluarga juga mempunyai

arti “sanak saudara, kaum kerabat, atau kaum kerabat yang bertalian

29

Sedangkan menurut Hasan Langgulung (1978:346), keluarga dalam pengertian yang sempit adalah merupakan suatu unit sosial yang terdiri seorang suami dan seorang istri atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki dan seorang perempuan yang bersifat terus-menerus dimana yang satu merasa tentram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan agama dan masyrakat. Dan ketika kedua suami istri dikaruniai anak maka anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut di sampimg dua unsur sebelumnya.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga merupakan unit pertama dan istitusi pertama dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak dimana hubungan-hubungan di dalamnya bersifat langsung.

Berdasarkan pada definisi pendidikan, akhlak dan keluarga tersebut, maka yang dimaksud pendidikan akhlak dalam keluarga adalah usaha bimbingan, pengarahan dan atau latihan dengan membiasakan anak didik agar terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela, yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak, sehingga anak memperoleh sikap dan pengetahuan dari pengalamannya sehari-hari baik secara sadar atau tidak diperoleh dari keluarga.

Berbicara tentang akhlak tidak akan lepas dengan kepribadian muslim yang pembentukannya Iman, Islam dan Ihsan. Iman seseorang berkaitan dengan akhlaknya. Iman sebagai konsep dasar sedang akhlak

30

adalah aplikasi dari konsep dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku sehari-hari. Dalam kaitan ini Nabi saw bersabda:

يننن ؤلما لهكا : مّلس و ويلع الله ىّلص الله لوسر لاو : لاو ونع الله يضر ةريرى بيا نع

)ىذنترلا هاو ر( اقلخ مهنسحا انايُا

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a berkata: bahwa Rasulullah saw telah bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (Syeikh Islam Muhyidin Abi Zakaria Yahya bin Syarif An Nawawi, Riyadus Shalihin, t.th:304).

Tampak jelas bagaimana erat hubungan antara keimanan seseorang dengan ketinggian akhlaknya. Dalam memberikan analisisnya tentang akhlak yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian, Jalaluddin (2001:179)

mengutip dari Abdullah Darras mengemukakan bahwa: “pendidikan

akhlak berfungsi sebagai pemberi nilai-nilai Islam”.

Adanya nilai-nilai Islam itu dalam sikap dan perilaku seseorang maka terbentuklah kepribadiannya. Pendidikan akhlak adalah dasar dari pembentukan watak dan kepribadian. Watak itu terbentuk melalui proses pembentukan kebiasaan dan pengertian serta merupakan perpaduan yang meliputi bakat, pendidikan, pengalaman dan alam sekelilingnya, yang menyatakan diri dalam segala rupa tingkah laku. Kepribadian adalah suatu kesatuan fungsianal antara fisik dan psikis atau jiwa dan raga dalam diri individu yang membentuk karakteristik atau ciri khas unik yang terwujud di dalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya sebagai bentuk penyesuaian dengan lingkungan.

Jadi watak atau kepribadian itu adalah pribadi jiwa yang telah terbentuk yang menyatakan diri dan bercorak sebagai pekerti atau tingkah

31

laku atau organisasai kepribadian melingkupi kerja rohani dan kerja ragawi dalam kesatuan kepribadian. Penegasan bahwa pendidikan akhlak itu merupakan dasar pembentukan watak dan kepribadian, adalah telah digariskan oleh Nabi Muhammad saw dalam sabdanya:

ّ اولاا :مّلس و ويلع الله ىّلص الله لوسر تعسم :لاواههنع الله يضر رِشن نب اهعّنلا نع

بلقلا يىو ّلاا دسلجا رئ اس دسف تدسف اذ او دسلجا رئاس حلص اذاف ةغضن دسلجا فى

)يراخبلا او ر(

Artinya : Dari Nu’man bin Basyir ra. Berkata, saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Ingatlah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh itu terdapat segumpal darah, jika ia dalam keadaan baik maka baik pulalah keadaan seluruh tubuh, dan jika buruk keadaannya maka buruklah keadaan seluruh tubuh, ketahuilah bahwa segumpal darah ialah hati (Shahih Bukhari, Juz I:28).

Pengertian yang dapat diambil dari hadits nabi tersebut di atas bahwa keadaaan individu itu menentukan keadaan wataknya, keadaan budi individu itu dalam keadaan baik, maka wataknya serta pekertinya baik, sebaliknya kalau budinya dalam keadaan buruk, maka wataknya akan buruk pula. Jadi pembentukan watak itu merupakan suatu keharusan demi menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dan yang menjadi dasar pembentukan watak adalah mendidik akhlak.

Dokumen terkait