• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengangkatan Anak (Adopsi)

Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari kata “adoptie” dalam bahasa Belanda atau “adoption” dalam bahasa Inggris.

Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan

pengangkatan anak yaitu“adoption of child.”46

Dari segi terminologi, adopsi diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu, “anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan

anaknya sendiri”.47 Dalam ensiklopedia umum disebutkan, adopsi adalah suatu cara

untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Biasanya adopsi diadakan untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak mempunyai anak.

Menurut Soerjono Soekanto adopsi adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.48

Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, kita dapat membedakannya dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi.

1. Pengertian secara etimologi pengangkatan anak berasal dari kata “adoptie” dalam

46Jhon M. Echols dan Hasan Shadily., Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta , 1981, hal 13 47

Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal. 48. 48

bahasa Belanda atau “adopt” dalam bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.

2. Pengertian secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan

dengan anaknya sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa

pengangkatan anak adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan.49

Senada dengan pendapat di atas oleh Soerojo Wignjodipuro menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang mengangkat anak dan anak yang diangkat itu timbul hubungan hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada diantara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.50

Adapun Pengertian pengangkatan anak menurut beberapa ahli hukum adat sebagai berikut:

a. Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya Hukum Perkawinan di Indonesia yang di katakana anak angkat tersebut adalah: Seorang bukan keturunan dua orang suami isteri yang di ambil, di pelihara, diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri.”51

b. Bertling yang menyatakan bahwa : Anak angkat adalah bukan waris terhadap barang-barang asal orang tua angkatnya, melainkan ia mendapatkan keuntungan sebagai anggota rumah tangga, jikalau barang-barang gono gini tidak mencukupi, pada pembagian harta peninggalan nanti anak angkat dapat minta bagian dari barang asal orang tua angkatnya yang tidak mempunyai anak kandung.52

c. Hilman Hadikusuma, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Adat” bahwa anak angkat anak orang lain yang di anggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, di karenakan

49

Muderis Zaini,Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika,Jakarta, 1999, hlm. 4. 50

Soerojo Wignjodipuro,Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Bandung, 1989, hal 123. 51

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta , 1970, hal. 63 52

tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaaan rumah tangga.53

Menurut M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata, anak angkat adalah pengambilan anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari orang tua angkatnya. ditambahkan bahwa adopsi ini dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga anak itu baik lahir maupun batin merupakan anaknya sendiri.54

Dapat disimpulkan dalam rangkuman di atas bahwa perbuatan mengangkat anak merupakan perbuatan memasukkan anak dalam kehidupan rumah tangga dan di anggap sebagai anggota rumah tangga orang tua yang mengangkatnya sehingga menimbulkan “kekuasaan orang tua” atas anak angkatnya.

Menurut perdapat seorang Sarjana Hukum Belanda yang khusus mempelajari tencang pengangkatan anak, yaitu J.A. Nota yang dikutip oleh Purnadi Perbotjaroko dan Soerjono Soekanto memberi rumusan, bahwa adopsi adalah suatu lembaga

hukum (eer. rechtsinstelling) melalui mana seorang berpindah kedalam ikatan

keluarga yang baru sehingga menimbulkan secara keseluruhan atau sebagian hubungan - hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya.

Beberapa jenis pengangkatan anak, yaitu:

1. Pengangkatan anak sempurna, yaitu pengangkatan seorang anak dengan tujuan

untuk memutuskan hubungan kekeluargaan seorang anak dengan keluarga semula dan dengan mengadakan hubungan kekeluargaan yang baru antara yang diangkat dengan yang mengangkat

2. Pengangkatan anak sederhana, yaitu pengangkatan anak yang tidak memutuskan

hubungan dengan keluarga asli.

3. Pengangkatan anak secara langsung, yaitu pengangkatan anak yanglangsung

dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat.

4. Pengangkatan anak oleh seorang wanita atau laki - laki, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah atau belum menikah.

5. Pengangkatan anak anumerta, merupakan permohonan pengangkatan anak yang

53 Hilman Hadikusuma,Op.Cit.,hal. 114

54 M. Djojodiguno dan R. Tirtawinata dalam Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum

diajukan oleh salah seorang suami atau istri yang hidup terlama, setelah meningnalnya suami atau istri yang lain, dengan syarat apabila ternyata pada waktunya mengambil alih pengangkatan anak masih dalam ikatan perkawinan, akan tetapi kematian menghalangi pengangkatan anaknya.55

Dalam ketentuan KUH Perdata tidak mengatur tentang lembaga pengangkatan anak yang berlaku bagi anak angkat keturunan Tionghoa yang berkebangsaan Warga Negara Indonesia, yang ada hanyalah pengakuan anak luar kawin yang disahkan.

Pengangkatan anak atau adopsi dapat di bagi menjadi 2 pengertian yaitu:

1. Pengangkatan anak dalam arti luas yaitu pengangkatan anak orang lain ke dalam

keluarga sendiri sedemikan rupa sehingga antara anak yang di angkat dengan orang tua angka akan timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua sebagai orang tua sendiri.

2. Pengangkatan anak dalam arti terbatas yaitu pengangkatan anak orang lain ke

dalam keluarga sendiri dan hubungan dengan anak yang di angkat dengan orang tua angkat hanya sebatas pada hubungan sosial saja.56

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam masyarakat adat di Indonesia dikenal 3 (tiga ) macam sistem kekerabatan, yaitu:

1. Sistem Kekerabatan Patrilinial

Sistem kekerabatan patrilinial berarti pertalian kekerabatan yang didasarkan atas garis keturunan bapak. Sebagai konsekuensinya anak laki-laki lebih utama daripada anak wanita, sehingga apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki akan melakukan pengangkatan anak laki-laki. Pada sistem kekerabatan patrilinial ini, pada umumnya berlaku adat perkawinan dengan pembayaran jujur. Seorang perempuan setelah perkawinannya, di lepaskan dari hubungan kekeluargaan kerabat aslinya dan masuk menjadi anggota kerabat suaminya. Anak-anak yang lahir dari perkawinan itu juga masuk dalam lingkungan kekeluargaan ayahnya. Sistem kekeluargaannya bersifat patrilinial hanya anak

laki-laki mewarisi harta warisan. Dalam hal ini anak perempuan itu tetap

menjadi ahli waris bersama-sama dengan ahli waris lain.

2. Sistem Kekerabatan Matrilineal

Sistem kekerabatan matrilineal adalah merupakan kebalikan dari sistem

kekerabatan patrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal adalah sistem

kekerabatan yang didasari oleh atas garis keturunan ibu. Sebagai konsekuensinya dari sistem kekerabatan ini adalah mengutamakan anak-anak dari wanita dari

55Dewi Sartika,Kedudukan Anak Angkat Dalam Mewarisi Harta Orang tua Angkatnya,

Semarang, 2002, hal. 45-46

pada anak-anak laki. Dalam sistem kekerabatan matrilineal ini pada umumnya berlaku adat perkawinan semenda, yang setelah perkawinan si suami mengikuti isteri. Namun suami tetap menjadi anggota kerabat asalnya dan tidak masuk ke dalam lingkungan kerabat isterinya. Sedangkan anak – anak yang lahir dari perkawinan itu menjadi anggota kerabat ibunya.

3. Sistem Kekerabatan Parental.

Sistem kekerabatan parental adalah sistem kekerabatan yang didasarkan atas garis keturunan bapak dan ibu. Dalam sistem kekerabatan ini, antara anak laki- laki dan anak perempuan tidak dibedakan dalam pewarisan.57

Ciri-ciri khas masyarakat Hukum Adat pada garis besarnya dapat kita

jabarkan sebagai berikut :

(1) Dalam kehidupan lahiriah mereka pada umumnya mempunyai petanda atau sifat- sifat:

a. Terikat kepada alam, yang artinya sanagt minim untuk menolak pengaruh alam, apalagi mengubah alam

b. Isolemen atau menutup bagi dunia luar karena mereka hanya membentuk

rumah tangga masyarakat yang tertutup

c. Uniformitif yaitu bersifat seragam dalam banyak hal dan faktor dalam

kehidupannya.

d. Indeferensiasi artinya hampir tidak mengenal perbedaan atau pemisahan yang

tegas terhadap berbagai jenis kegiatan warga. Siapa saja dapat mengerjakan tugas apa saja sepanjang ia mampu melakukan.

e. Konservatif artinya mereka lebih cenderung mempertahankan segala

kehidupan yang sudah ada dan dapat di katakana tidak mudah untuk menerima berbagai macam pembaharuan.

(2) Dalam kehidupan batiniah mereka pada umumnya pertanda- pertanda sifat

yang menurut Holleman adalah :

a. Kosmis religio magis/sacral artinya percaya pada kekuatan gaib sebagai suatu kekuatan yang menguasai alam semesta dan seisinya dalam keadaan keseimbangan yang mantap

b. Komunalistis artinya memiliki sifat kebersamaan yang amat besar antara warga yang satu dengan yang lain dalam masyarakat yang bersangkutan c. Kontan dan tunai, sebagi sifat yang mewarnai sikap tindak mereka terutama

dalam hal sikap tindak hukum yang di lakukan dan selesai seketika itu juga . d. Konkrit artinya segala tindakan mereka itu selalu di lakukan terang-terangan

dengan memakai tanda yang di mengerti oleh para warga masyarakat lainnya dalam lingkungan Hukum adapt itu sendiri.

e. Asosiatif artinya mereka sering menghubung-hubungkan dan mengasosiakan

berbagai kejadian dengan kejadian di luar pemikiran biasa.

f. Simbolik artinya mereka melakukan tindakan tertentu yang mempunyai 57

maksud tertentu.58

Dengan demikian ditinjau dari susunan tersebut, maka masyarakat Hukum

Adat kemungkinan terjadi kombinasi yaitu masyarakat Hukum AdatGenealogisyang

tunggal, yang bertingkat dan berangkai, kemungkinan terjadi kombinasi sesuai dengan perkembangan masyarakat Hukum adat yang bersangkutan.

Pengangkatan anak secara sah menurut hukum yang berlaku diperlukan suatu lembaga pengangkatan anak. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak mengenal lembaga adopsi, yang diatur dalam KUHPerdata adalah pengakuan anak luar kawin yaitu dalam Bab XII bagian ke III Pasal 280 sampai 290 KUHPerdata. Maka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, pemerintah Belanda pada tahun 1917 mengeluarkan Staatblad nomor 129 yang mengatur masalah adopsi bagi golongan masyarakat Tionghoa (Pasal 5-Pasal15).59

Dalam kehidupan masyarakat adat Tionghoa khususnya di Sumatera ini masih bersifat patrilineal, Ini dikarenakan anak laki – laki mempunyai kewajiban yang harus di lakukan oleh anak laki – laki sesuai dengan adat yang sudah berlaku sejak dulu sampai sekarang seperti:

1. Meneruskan nama marga atau garis keturunan dari keluarga besar

2. Melakukan upacara/ sembahyang apabila ada keluarga inti yang meninggal.

3. Menjaga/ merawat orangtua.

B. Hukum Adat Tionghoa di Indonesia.