• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian adalah merupakan bagian dari hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah sendi yang amat penting dalam hukum perdata, oleh karena hukum perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji seseorang.35

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atu lebih. Pengertian perjanjian menurut pasal tersebut menurut para sarjana hukum perdata dianggap kurang lengkap dan mengandung kelemahan-kelemahan yaitu :36 a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja.

Kata mengikatkan dalam rumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih merupakan kata kerja yang mengandung arti perbuatan tersebut berasal dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian adalah mengikatkan 35R.Wirjono Prodjodikoro,Azas-azas Hukum Perjanjian, C.V.Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.1.

36Purwahid Patrik, Hukum Perdata II-Perikatan yang Lahir Dari Undang-Undang-Jilid I, FH Semarang Undip, hal.24.

diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana setidaknya perlu ada rumusan ”saling mengikatkan diri”.

Dengan penambahan rumusan tersebut akan nampak jelas adanya konsensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian.

b. Kata perbuatan mencakup juga perbuatan yang tanpa kesepakatan.

Dalam pengertian termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan hukum. Kedua tindakan tersebut merupakan perbuatan dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang menimbulkan perbuatan hukum.

c. Pengertian perjanjian dalam rumusan terlalu luas.

Perjanjian yang terlalu luas tersebut dapat juga diartikan sebagai perjanjian kawin padahal perjanjian kawin telah diatur dalam hukum keluarga. Dalam pelaksanaan rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah hubungan antara kreditur dan debitur ini terletak dalam lapangan hukum mengenai harta kekayaan.

d. Pengertian perjanjian tanpa menyebutkan tujuan.

Pengertian perjanjian yang banyak mengandung kelemahan tersebut menjadikan banyak sarjana hukum perdata mendefenisikan perjanjian secara lengkap. Pengertian perjanjian menurut Subekti adalah suatu

peristiwa dimana seseorang lain atau dimana orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.37

Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah “suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.”38

Wirjono Projodikoro memberikan pengertian “perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal sedang pihak yang lain berhak menuntut perjanjian itu.”39

Menurut R.Subekti, perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang lain itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.”40

Menurut Hartono Hadisoeprapto, perjanjian adalah “suatu perhubungan hukum antara dua oran atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.”41

37Subekti,Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta, 1987, hal.4.

38Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1990, hal.77. 39Wiryono Projodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1989, hal 9. 40R.Subekti,Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta , 1985.

41 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal 78.

Pendapat sama juga disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo yang menyebutkan bahwa “perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”42

Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah “suatu yang abstrak, merupakan suatu hubungan hukum yang bersumberkan pada undang-undang dan persetujuan.”

R.Subekti berpendapat bahwa :

“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah timbul suatu perikatan. Artinya perjanjian itu menerbitkan perikatan antar dua orang atau lebih yang membuatnya, dan dalam bentuknya mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.”43

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu saling setuju untuk melakukan sesuatu.

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu : a. Asas Konsensualitas

Perkataan konsensualitas berasal dari kataconsensusyang berarti sepakat. Berdasarkan asas konsensualitas, suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak

42 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.97.

adanya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian. Asas ini tersimpul dari Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terhadap asas ini terdapat pengecualian, yaitu oleh undang-undang ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk tertentu, misalnya hipotek, yang harus secara tertulis dengan suatu akta notaris.

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak pada pasal ini, terdapat pada kata “semua perjanjian”. Ini berarti bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisikam apa saja. Walaupun demikian terdapat pembatasan yang melekat pada asas tersebut yaitu :44

1) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum. 2) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kesusilaan.

3) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum dan undang- undang.

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak, dapat dikatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga menganut sistem terbuka. c. Asas Kekuatan Mengikat.

Asas kekuatan mengikat adalah suatu asas yang menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat para pihak sebagaiamana mengikatnya undang-undang. Asas ini tersimpul pada Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena adanya alasan-alasan yang oleh undang-undang yang dinyatakan cukup untuk itu.45

d. Asas Itikad Baik

Asas ini terdapat di dalam pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Isi dan pasal tersebut adalah bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik mengandung makna bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan keadilan.

e. Asas Hukum Pelengkap

Maksud asas ini adalah para pihak dalam membuat perjanjian diberi kebebasan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian menurut kehendak para pihak. Apabila di dalam perjanjian yang dibuat tersebut masih terdapat hal-hal yang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan 45R.Subekti,Ibid., Pasal 1338 ayat (2).

yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata akan mengaturnya, misalnya janji-janji dalam surat kuasa membebankan hak tanggungan diperbolehkan, asalkan tidak melanggar kepatutan dan keadilan (itikad baik).

Dokumen terkait