• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Atas Akta Notaris Terkait Dengan Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Dengan Cicilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Atas Akta Notaris Terkait Dengan Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Dengan Cicilan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

WANDA LUCIA

117011154/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

WANDA LUCIA

117011154/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

(5)

Nama : WANDA LUCIA

Nim : 117011154

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT

DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

antara kedua belah pihak apabila telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang belum diserahkan maupun harganya belum dibayar, sehingga pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan masih sering dijadikan sebagai suatu perjanjian pendahuluan dalam praktek Notaris.

Jenis penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yang bersifat normatif yaitu suatu penelitian yang diawali dengan meneliti data sekunder yakni aspek hukum positifnya dan peraturan-peraturan tertulis disamping praktek di lapangan. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan yang dibuat dihadapan Notaris mempunyai kekuatan hukum pembuktian sebagai suatu akta otentik, karena perjanjian perikatan jual beli dengan cicilan telah memenuhi ketentuan akta otentik yang ditentukan oleh ketentuan undang-undang.

Proses jual beli dengan akta pengikatan jual beli secara cicilan belum merupakan tindakan jual beli tunai dan terang seperti yang dimaskud oleh hukum tanah nasional melainkan suatu tindak lanjut dari perbuatan hukum dari perikatan jual beli yang masih dalam proses karena pemenuhan syarat untuk balik nama, misalnya harga belum dibayar lunas, dan hal ini kerap ditemui dalam praktek Notaris khususnya dalam pelaksanaan proses jual beli agar para pihak dapat terlindungi.

Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa proses jual beli hak atas tanah yang menggunakan akta jual beli dengan cicilan, tidak melanggar ketentuan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum.

Disarankan meskipun akta pengikatan jual beli secara cicilan merupakan suatu perjanjian pendahuluan dalam praktek Notaris, hendaknya para pihak menghormati perjanjian yang dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak lain.

(7)

on Article 1358 of the Civil Code, buying aid selling is considered valid when the two parties have agreed on the goods and the price although the goods have not been received and paid by the buyers. In this case, the purchase agreement on the land rights which is done with installment is used as the preliminary agreement in the practice of a Notary.

The type of the research was normative in which the research begins with secondary data which comprised positive legal aspect, written regulations, and field practice. The data were analyzed qualitatively, using deductive method. Based on the result of the research. It was found that the purchase agreement on the land rights by installment before a notary had legal force as an authentic deed because a purchase agreement with installment had complied with stipulations of an authentic deed based on legal provisions.

The process of buying and selling by a sales agreement with installment has not yet been the action of buying and selling and valid as it is intended by the national Land Act. However, it is the follow up from the legal act of the sales agreement which is still in process because it should fulfill the requirement of transferring title, such as the object has not yet been paid off. This is commonly found in the practice of a Notary, especially in the implementation of the buying and selling process; in this case, the parties concerned should be protected.

The results of the research showed that the process of buying and selling the land rights, using a sales agreement with installment does not violate legal provisions and is not contrary to law.

It is recommended that even though a sales agreement with installment is a preliminary agreement in the practice of a Notary, the parties concerned should respect the agreemtent so that it will not violate the law which can harm other parties.

(8)

dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian tesis dengan

judul : ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN

PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

pendidikan strata 2 (dua) Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh

dari sempurna, dan tesis ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, masukan,

bantuan dan dorongan semangat dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan Anggota Komisi Pembimbing, atas segala

waktu, bimbingan dan sarannya.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan dan Ketua Komisi Pembimbing, yang telah membantu

dan memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan dalam perbaikan tesis

ini hingga selesai.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan dan Anggota Komisi Pembimbing, atas segala

(9)

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberi pengajaran dan bantuan.

7. Perkenankan Penulis mengenang Almarhum kedua orang tua penulis yaitu

Bapak Maudin Saragih (Alm) dan Ibu Kornelia Boru Purba (Almh) yang

mendidik Penulis sejak kecil hingga dewasa.

8. Suami Penulis Drs. Fernando Tobing dan anak tercinta Priskila Putri

Maharani Tobing yang senantiasa memberi dukungan, doa dan semangat

sampai saat ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam

menyelesaikan tesis ini yang nama-namanya tidak dapat Penulis sebutkan satu

persatu.

Akhir kata, Penulis berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi banyak

pihak.

Medan, Januari 2013 Penulis

(10)

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 26 Juni 1963

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Taman Perwira Indah No.23 Medan

Agama : Kristen Protestan

II. KELUARGA

Nama Orang Tua (Ayah) : Maudin Saragih (Alm) Nama Orang Tua (Ibu) : Kornelia Boru Purba (Almh)

Nama Suami : Drs.Fernando Tobing

Nama Anak : Priskila Putri Maharani Tobing

III. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SDN No.4 Medan

Tahun 1969-1975 Sekolah Menengah Pertama : SMPN 1 Medan

Tahun 1976-1979

Sekolah Menengah Atas : Swasta Katolik Cahaya Medan Tahun 1979-1982

S-1 Fakultas Hukum : Universitas Dharmawangsa Medan Tahun 1988-1992

SpN-Spesialis Notaris : Universitas Sumatera Utara Tahun 1994-2000

S-2 Magister Kenotariatan : Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2012-2012

IV. PENGALAMAN KERJA

1. P.T.Putra Sumatera Sejati : Staff Marketing/Sekretaris Tahun 1983-1990

2. P.T.Bank Bira : Kabag Admin Kredit

(11)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 21

1. Jenis dan Sifat ... 21

2. Sumber Data ... 22

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Analisa Data ... 23

5. Metode Penarikan Kesimpulan ... 24

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ... 25

A. Perjanjian ... 25

1. Pengertian Perjanjian ... 25

(12)

2. Jual Beli Secara Cicilan Sebagai Jual Beli yang Disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 38

BAB III STATUS HUKUM PROSES JUAL BELI TANAH SECARA

CICILAN ... 40

A. Aturan Hukum Mengenai Jual Beli Terhadap Tanah ... 40

1. Pengertian Jual Beli ... 40

2. Jual Beli Terhadap Tanah ... 46

B. Status Hukum Proses Jual Beli Tanah Secara Cicilan ... 55

1. Pembayaran Secara Cicilan Dimaksud Adalah Dengan Sistem Berkala ... 55

2. Bentuk Jual Beli Sesuai dengan Tata Cara Pembuatan Akta Notaris ... 59

BAB IV STATUS HUKUM PEMBELI DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DALAM HAL PENJUAL WANPRESTASI ... 63

A. Prestasi, Wanprestasi Dan Akibat Wanprestasi Pada Umumnya 63 1. Prestasi Pada Umumnya ... 63

2. Wanprestasi Pada Umumnya ... 64

3. Akibat Wanprestasi Pada Umumnya ... 71

B. Prestasi, Wanprestasi Dan Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Secara Cicilan ... 91

1. Prestasi Dalam Perjanjian Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Secara Cicilan ... 91

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

(14)

antara kedua belah pihak apabila telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang belum diserahkan maupun harganya belum dibayar, sehingga pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan masih sering dijadikan sebagai suatu perjanjian pendahuluan dalam praktek Notaris.

Jenis penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yang bersifat normatif yaitu suatu penelitian yang diawali dengan meneliti data sekunder yakni aspek hukum positifnya dan peraturan-peraturan tertulis disamping praktek di lapangan. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan yang dibuat dihadapan Notaris mempunyai kekuatan hukum pembuktian sebagai suatu akta otentik, karena perjanjian perikatan jual beli dengan cicilan telah memenuhi ketentuan akta otentik yang ditentukan oleh ketentuan undang-undang.

Proses jual beli dengan akta pengikatan jual beli secara cicilan belum merupakan tindakan jual beli tunai dan terang seperti yang dimaskud oleh hukum tanah nasional melainkan suatu tindak lanjut dari perbuatan hukum dari perikatan jual beli yang masih dalam proses karena pemenuhan syarat untuk balik nama, misalnya harga belum dibayar lunas, dan hal ini kerap ditemui dalam praktek Notaris khususnya dalam pelaksanaan proses jual beli agar para pihak dapat terlindungi.

Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa proses jual beli hak atas tanah yang menggunakan akta jual beli dengan cicilan, tidak melanggar ketentuan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum.

Disarankan meskipun akta pengikatan jual beli secara cicilan merupakan suatu perjanjian pendahuluan dalam praktek Notaris, hendaknya para pihak menghormati perjanjian yang dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak lain.

(15)

on Article 1358 of the Civil Code, buying aid selling is considered valid when the two parties have agreed on the goods and the price although the goods have not been received and paid by the buyers. In this case, the purchase agreement on the land rights which is done with installment is used as the preliminary agreement in the practice of a Notary.

The type of the research was normative in which the research begins with secondary data which comprised positive legal aspect, written regulations, and field practice. The data were analyzed qualitatively, using deductive method. Based on the result of the research. It was found that the purchase agreement on the land rights by installment before a notary had legal force as an authentic deed because a purchase agreement with installment had complied with stipulations of an authentic deed based on legal provisions.

The process of buying and selling by a sales agreement with installment has not yet been the action of buying and selling and valid as it is intended by the national Land Act. However, it is the follow up from the legal act of the sales agreement which is still in process because it should fulfill the requirement of transferring title, such as the object has not yet been paid off. This is commonly found in the practice of a Notary, especially in the implementation of the buying and selling process; in this case, the parties concerned should be protected.

The results of the research showed that the process of buying and selling the land rights, using a sales agreement with installment does not violate legal provisions and is not contrary to law.

It is recommended that even though a sales agreement with installment is a preliminary agreement in the practice of a Notary, the parties concerned should respect the agreemtent so that it will not violate the law which can harm other parties.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku

III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata

perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “perjanjian”. Dimana

kata perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara dua orang atau

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.1

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum

kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada

satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

memberi prestasi.2 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian antara lain, hubungan hukum

(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)

atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang

suatu prestasi.

Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban tersebut. Menurut

R.Suroso, subyek hukum adalah “sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang

untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap

1Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta , 1992, hal.1.

(17)

bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak(rechtsbevoedgheid)dan merupakan

sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.”3

Perikatan adalah isi dari perjanjian yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya

dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua

belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan

undang-undang. Hal ini mengandung makna Buku III Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain

dengan beberapa syarat karena di dalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap

dan pemaksa sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata yaitu :4

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Karena itu persetujuan(overeenkomst)yang mengisi perjanjian itu tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang , kepentingan umum (openbare orde)dan

nilai-nilai kesusilaan (goeden zeden). Setiap perjanjian yang obyek/prestasinya

bertentangan dengan yang diperbolehkan oleh undang-undang, ketertiban umum dan

3R.Suroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal.223.

(18)

kesusilaan, perjanjian demikian melanggar persyaratan yang semestinya seperti yang

diatur dalam syarat ke 4 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.5 Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.”

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan

dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab

perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain

undang-undang.

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu

perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata tersebut di atas, yaitu :

1. Syarat subyektif

Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, syarat subyektif ini

meliputi :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

2. Syarat obyektif

Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian batal demi hukum, syarat obyektif ini

meliputi :

(19)

a. Suatu hal (obyek) tertentu;

b. Sebab yang halal.

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi

orang-perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Syarat-syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya,

sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yaitu mengenai keharusan adanya suatu causa yang halal dalam

setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.6

Sebelumnya sudah diuraikan bahwa apabila syarat subyektif dilanggar maka

perjanjian dapat dibatalkan, demikian juga apabila syarat obyektif dilanggar maka

perjanjian batal demi hukum. Dengan demikian apabila syarat subyektif dan syarat

obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum dapat dikatakan terjadi

karena dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum, sehingga akibat hukum

selanjutnya atas perjanjian tersebut dengan sendirinya tidak sah dan tidak mempunyai

kekuatan mengikat sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 ayat (3) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.7

Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu

perikatan, yang merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah

(20)

dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak

dan kewajiban terhadap isi dari perjanjian.

Secara garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengklasifikasikan

jenis-jenis perjanjian adalah :8

1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya.

2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Alas Hak Membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian Bernama dan tidak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak.

5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.

Menurut M.Yahya Harahap, suatu perjanjian adalah suatu hubungan

hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak

(21)

pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada

pihak lain untuk melaksanakan prestasi.9

Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan :

“suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah

pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk

itu.”

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, materi penelitian

ini sudah menunjukkan suatu bentuk prestasi yang penting untuk dicermati yaitu

prestasi untuk memberikan sesuatu yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang

dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan,10 yang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut sebagai perjanjian jual beli.

Salah satu cara memperoleh tanah adalah melalui jual beli. Jual beli hak atas

tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan

yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam jual beli ada dua subyek yaitu penjual dan pembeli, yang

masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, maka mereka masing-masing-masing-masing dalam beberapa

hal merupakan pihak yang melakukan kewajiban dan dalam hal-hal lain merupakan

(22)

pihak yang menerima hak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari persetujuan

jual beli (werdering overeenkomst).11 Dalam praktek disebut jual beli tanah, yang

dijual adalah hak atas tanahnya. Memang benar, dengan tujuan membeli hak atas

tanah ialah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah

tersebut.12

Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak ini

dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada kalanya

pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris. Perikatan jual beli ini terjadi

karena syarat-syarat jual belinya belum semua terpenuhi, misalnya karena

pajak-pajak PPh (Pajak Penghasilan), pajak-pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan) belum dibayar/dilunasi, belum ada bukti pembayaran BPHTB, karena

untuk pembayaran BPHTB ini harus melalui proses verifikasi/validasi dari Dinas

Pendapatan Kota Medan sesuai dengan Perda BPHTB Nomor I/2012 Tanggal 4

Pebruari 2011 yang diberlakukan di Kota Medan, atau harga yang belum dibayar

lunas (pembayaran berjangka) sesuai dengan kesepakatan, dan sebagainya. Disini

penjual dan pembeli secara bersama-sama mengikatkan diri dalam suatu akta

pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, karena syarat-syarat bagi

terpenuhinya suatu jual beli tanah menurut ketentuan hukum tanah atau

Undang-Undang Pokok Agraria belum sepenuhnya dapat dipenuhi, baik oleh penjual maupun

11Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Memuat Hukum Perdata, Fakultas Hukum USU Medan, 2004, hal.36.

12 Efendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994,

(23)

pembeli. Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas

haknya berupa Surat Keterangan Camat, para pihak biasanya tidak terlalu

memperhatikan mengenai pajak-pajak ini, karena pembayarannya dilakukan pada

saat permohonan sertipikat pada kantor pertanahan setempat.

Dalam cara pembayaran yang dilakukan lunas sekaligus, akta pengikatan jual

beli ini kemungkinan untuk bermasalah sangat kecil dan bisa langsung ditindaklanjuti

dalam Akta Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk

seterusnya dilakukan balik nama hak atas tanah pada kantor pertanahan setempat dan

pembeli dapat secara sah memilikinya, karena peralihan haknya sudah langsung

terjadi namun untuk pembayaran yang dicicil (pembayaran berjangka) sangat besar

kemungkinan timbul permasalahan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain,

ketidaksanggupan salah satu pihak (pembeli) untuk memenuhi pelunasan

pembayaran, atau pihak penjual tidak bersedia menyerahkan hak atas tanahnya pada

saat pelunasan pembayaran atau pada saat jangka waktu pembayaran terakhir hampir

tiba dengan alasan harga sudah tidak sesuai lagi.

Pertama sekali harus disadari, sesuai dengan maksud undang-undang,

pengertian pembayaran dalam hal ini harus dipahami secara luas, tidak boleh

diartikan dalam ruang lingkup yang sempit seperti yang selalu diartikan orang hanya

terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang semata-mata tidaklah

selamanya benar. Karena ditinjau dari segi yuridis, pembayaran prestasi dapat

(24)

pembayaran menghapuskan hutang itu dimaksudkan untuk memenuhi prestasi

perjanjian sudah cukup bagi hukum.13

Pembayaran merupakan tindakan nyata, namun dalam praktek terhadap

hal-hal tertentu dalam pembayaran bertemu tindakan nyata dengan tindakan hukum. Pada

keadaan tertentu kerjasama dan tindakan hukum menentukan sahnya pembayaran.

Akan tetapi seperti yang dikatakan bahwa pembayaran sudah dianggap sah dan

menghapus perjanjian apabila secara nyata uang diserahkan kepada penjual, tanpa

tindakan hukum selanjutnya. Sebab tanpa pelunasan, hanya masalah yang

menyangkut soal pembuktian apabila terjadi perselisihan diantara para pihak.

Kewajiban penjual menurut Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata terdiri dari dua :

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban penjual memberi jaminan(vrijwaring)bahwa barang yang dijual tidak

mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan maupun pembebanan.

Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang

yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan

barang tadi diperlukan penyerahan yuridis (juridische levering) disamping

penyerahan nyata (feitelijke levering) agar pemilikan pembeli menjadi sempurna,

penjual harus menyelesaikan penyerahan tersebut. Penyerahan nyata yang dibarengi

dengan penyerahan yuridis umumnya terdapat pada penyerahan benda-benda tidak

bergerak.

(25)

Penyerahan memang tidak wajib dilakukan bila penjual tidak memberi

kelonggaran tentang pembayaran, pembeli harus melakukan pembayaran atas seluruh

harga barang. Dalam hal pembelian dengan pembayaran tunai sekaligus, maka

apabila pembeli belum juga membayar harga, penjual tidak wajib melaksanakan

penyerahan barangnya. Menurut Pasal 1478 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tersebut di atas, jika penjual lupa atau lalai menyerahkan barang yang dibeli kepada

pembeli, maka pembeli dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan

Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

pada perjanjian timbal balik, bilamana salah satu pihak tidak menunaikan

kewajibannya, maka kelalaian demikian adalah merupakan “syarat yang

membatalkan” perjanjian. Akan tetapi perlu diingat, batalnya itu tidak dengan

sendirinya. Pembatalan harus diminta ke pengadilan karena syarat yang membatalkan

tersebut bukan dengan sendirinya batal tetapi sifatnya “dapat diminta pembatalan”.14 Namun demikian tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 1266 tersebut di

atas, maka Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat pula

ketentuan, apabila salah satu pihak tidak menepati perjanjian, pihak lain dapat

memilih :

1. Memaksa pihak lain supaya menepati kewajiban yang diperjanjikan bilamana

pelaksanaan masih mungkin.

(26)

2. Atau menuntut pembatalan atau pembubaran perjanjian yang dibarengi dengan

tuntutan ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga.15

Ataupun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana pada saat

persetujuan dilakukan, berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak

atas segala hasil yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada

pembeli.

Pada dasarnya pengikatan jual beli tidak lunas, hak kebendaan itu belum dapat

dikatakan beralih, meskipun pihak pembeli sudah membayar lebih 80% dari harga.

Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, jual beli secara cicilan dapat dilakukan

di dalam masyarakat, meskipun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

sama sekali tidak diatur.

Dalam perjanjian jual beli tidak lunas ini, kewajiban pembeli ditentukan

dengan membayar harga barang “secara cicilan” atau berkala, sebaliknya penjual

biasanya masih tetap berhak menarik barang yang dijual dari tangan pembeli apabila

pembeli tidak tepat waktu membayar harga secara cicilan yang dijadwalkan. Adanya

hak penjual untuk menarik kembali barang yang telah dijual karena akibat

keterlambatan membayar cicilan, adalah merupakan syarat yang disebut klausul yang

menggugurkan.

Salah satu bentuk jual beli secara berjangka adalah tidak dibarengi dengan

penyerahan hak milik, karena penyerahan hak milik tersebut dapat dilakukan di depan

(pada saat perjanjian ditandatangani) atau diserahkan di belakang (pada saat

(27)

pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli). Transaksi jual beli yang terjadi

antara penjual dan pembeli kadang kala menghadapi hambatan di dalam realisasi

transaksinya, walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk

melakukan penjualan dan pembelian, namun kadang kala masih ada hal-hal yang

masih belum lengkap misalnya pembayaran harga yang belum lunas sehingga untuk

itu belum dapat direalisasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka dibuatlah dengan akta Notaris pengikatan jual

beli dengan cicilan. Dalam penelitian ini hak milik yang dimaksud yaitu berupa

sertipikat tanah yang penyerahannya baru diserahkan pada saat pembayaran termein

terakhir dilakukan pembeli. Dalam penelitian ini, kasus yang terjadi adalah penjual

melakukan perbuatan melawan hukum yaitu membatalkan perjanjian secara sepihak.

Oleh karena adanya ketentuan ganti kerugian inilah pihak pembeli dapat

mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Hal ini telah dengan jelas

ditentukan didalam perjanjian bahwa apabila tenggang waktu pembayaran telah

lewat, maka uang muka yang telah dibayar calon pembeli kepada penjual tidak dapat

dikembalikan. Dengan demikian status pembeli sudah dengan tegas ditentukan dalam

(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang

disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan?

3. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli secara

cicilan dalam hal penjual wanprestasi ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah secara cicilan

tersebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

2. Untuk mengetahui status hukum proses jual beli tanah secara cicilan.

(29)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dapat gambaran cara

perkembangan hukum perikatan pada khususnya, terutama tentang klausula cara

pembayaran dalam pengikatan jual beli hak atas tanah, sehingga memberikan

kepastian hukum serta manfaat yang merupakan tujuan dari hukum.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharap dapat memberi masukan bagi kalangan praktisi serta

pertimbangan bagi ilmu pengetahuan bagi kalangan praktisi hukum khususnya

Notaris tentang klausula cara pembayaran dalam akta perjanjian pengikatan jual

beli tidak lunas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran pada kepustakaan di lingkungan

Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister

(30)

Tinjauan Yuridis atas Akta Notaris Pengikatan Jual Beli tidak Lunas, akan tetapi

menyangkut penelitian jual beli pernah ada dilakukan sebelumnya yaitu :

1. Tesis Ibu Chairani Bustami, NIM 002111046, tahun 2000 dengan judul

Aspek-Aspek Hukum yang Terkait dengan Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat Notaris

dalam Kota Medan;

2. Tesis Saudari Amelia Prihartini, NIM 037011004/MKn, tahun 2003 dengan judul

Analisis Hukum Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli

Hak atas Tanah Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli

Hak Atas Tanah ;

3. Tesis Saudari Aisyah Hanom, NIM 057011004, tahun 2005 dengan judul Peranan

Notaris Dalam Pembuatan Akta Perikatan Jual Beli Tanah Bekas Agunan yang

diambil Alih Bank dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Kasus Terhadap

Agunan PT. Bank Sumut yang Diambil Alih dan Diselesaikan Kredit Macetnya

oleh PT. Sinabung Mega Persada di Kabupaten Karo;

4. Tesis Saudari Lestriana, NIM 097011056, tahun 2009 dengan judul Aspek

Hukum Terhadap Kuasa Mutlak pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah.

Sehingga penelitian dengan judul Analisis Yuridis atas Akta Notaris

Terkait dengan Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah dengan Cicilan ini dengan

(31)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, defenisi dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep.16

Menurut Soerjono Soekanto, kontinuitas perkembangan ilmu hukum

selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial,

juga sangat ditentukan oleh teori.17

Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara bagaimana

mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.18 Penelitian bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan dan

menjelaskan gejala spesifik atau proses yang terjadi, namun harus diuji

dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang mampu menunjukkan kebenaran

melalui teori-teori.

Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan

melalui proses penelitian yang dimaksud untuk menggambarkan dan

menjelaskan suatu masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan

mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena

(32)

berdasarkan teori variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi

variabletak bebas atau merupakan salah satu penyebab.19

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah

teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang

mengatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu

atau bahwa ia memikul tangung jawab hukum atas sanksi dalam hal perbuatan

yang bertentangan.

Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola

perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang

ditentukan itu atau setiap orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang

telah ditentukan.20

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka

teoritis yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans Kelsen yaitu

yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. Bahwa seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau ia

memikul tanggung jawab hukum berarti ia bertanggung jawab atas suatu

sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan.21 Biasanya dalam

19J.Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.192-193. 20Bernard L. Tanya, dkk,Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal.201.

(33)

sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggungjawab atas

perbuatannya sendiri.

Tanggungjawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban

hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah

hak di sini adalah hak hukum (legal right). Secara tegas dinyatakan bahwa

suatu jual beli tidak dapat dirubah, diganti atau bahkan diakhiri dengan hanya

berdasarkan pada kemauan atau kehendak salah satu pihak baik penjual

maupun pembeli.

Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan

finalitas atau kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan

kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kepastian, maka

pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni :

a. Keadilan, yaitu menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum.

b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni memajukan

kebaikan dalam kehidupan manusia.

c. Kepastian, yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang didalamnya

berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai

hukum yang ditaati.22

Sehingga dengan demikian di dalam pelayanan hukum harus

memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit

untuk dipastikan, namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif

(34)

yang hidup didalam masyarakat yang akan melahirkan suatu kepastian

hukum.23

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena

konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang

sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara

abstraksi dan realitas.24 Selanjutnya Samadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah berkaitan

dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan

abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan

defenisi operasional.25

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.

Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi

merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta

sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam

fakta-fakta tersebut. Defenisi operasional perlu disusun untuk memberikan

pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas karena istilah yang

(35)

digunakan untuk membahas suatu masalah tidak boleh memiliki makna

ganda. Selain itu, konsepsi digunakan juga untuk memberi pegangan pada

proses penelitian oleh karena itu dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan

serangkaian defenisi agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran.26

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini

harus didefenisikan beberapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian

yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut :

a. Akta Notaris

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1868, akta otentik

adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta itu, dimana akta itu dibuat.27 b. Pengikatan Jual Beli tidak Lunas

Dalam hal pembayaran tidak lunas, maksudnya tidak selesai dibayar.28 Jual beli tidak lunas adalah tidak selesai membayar atas sejumlah uang

yang telah ditetapkan.

c. Jual Beli Tanah

Yang dimaksud dengan jual beli tanah adalah menjual hak atas tanah agar

pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakannya.29 Tanah

26Masri Singarimbun, dkk,Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal.34. 27R.Subekti dan Tjitrosudibio,Op.Cit, hal.475.

(36)

dalam hal ini adalah yang telah memiliki sertipikat baik hak milik, hak

guna bangunan maupun hak pakai.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

bersifat deskriptif analisis yaitu untuk memperoleh gambaran secara rinci dan

sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti.30 Analisis dimaksudkan untuk mendapat jawaban atas permasalahan cara pembayaran dalam

pengikatan jual beli secara cicilan.

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif

yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya kecuali itu diadakan juga

pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul.31

30Suharyati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir Abad Ke-20,Alumni, Bandung, 1994, hal.101.

(37)

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data

sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer berupa bahan hukum perundang-undangan yang

berhubungan dengan materi penelitian serta melakukan analisis data

diperoleh dalam praktek sehari-hari selaku notaris.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan-bahan yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti buku-buku

dan hasil praktek sehari-hari.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan pendukung di luar bidang hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier seperti

kamus, ensiklopedia.32

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan, yaitu penelitian hukum sebagai sebuah sistem norma,

asas-asas, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian serta doktrin.33

32 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.194.

(38)

Untuk lebih mengembangkan data kasus-kasus yang ada dalam akta

notaris pengikatan jual beli secara cicilan ini, peneliti melakukan wawancara

dengan informan rekan notaris dan Majelis Pengawas Daerah (MPD), yaitu :

a. Rekan Rudy Haposan, Sarjana Hukum, selaku notaris di Kota Medan pada

tanggal 20 Mei 2012.

b. Bapak Jansen Ricardo Sitanggang, Sarjana Hukum, selaku Majelis

Pengawas Daerah (MPD) Ikatan Notaris Indonesia di Medan pada tanggal

20 Mei 2012.

Dan ternyata terdapat beberapa kasus yang terjadi, misalnya mengenai

proses hukum pengikatan jual beli tidak lunas melalui prosedur hukum yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data

kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian

dianalisis agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Setelah analisa data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai

(39)

Adapun pemanfaatan penelitian kualitatif antara lain :

a. Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar

belakang subyek penelitian.

b. Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah

banyak diketahui.

c. Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.

d. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar

belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap dan persepsi.

e. Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk mempergunakan hal-hal

yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.

f. Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi

prosesnya.34

5. Metode Penarikan Kesimpulan

Setelah data yang dikumpulkan dianalisa dan berfungsi untuk

mendapat kejelasan permasalahan yang akan dibahas, maka kemudian

dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif yang

merupakan suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah sehingga

diperoleh jawaban atas masalah yang sedang diteliti.

(40)

BAB II

PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian adalah merupakan bagian dari hukum perdata yang

berlaku di Indonesia. Hal janji adalah sendi yang amat penting dalam hukum

perdata, oleh karena hukum perdata banyak mengandung peraturan-peraturan

hukum yang berdasar atas janji seseorang.35

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana

satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atu lebih. Pengertian

perjanjian menurut pasal tersebut menurut para sarjana hukum perdata

dianggap kurang lengkap dan mengandung kelemahan-kelemahan yaitu :36 a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja.

Kata mengikatkan dalam rumusan satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih merupakan kata kerja yang

mengandung arti perbuatan tersebut berasal dari satu pihak saja, tidak dari

kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian adalah mengikatkan

35R.Wirjono Prodjodikoro,Azas-azas Hukum Perjanjian, C.V.Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.1.

(41)

diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana

setidaknya perlu ada rumusan ”saling mengikatkan diri”.

Dengan penambahan rumusan tersebut akan nampak jelas adanya

konsensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat

perjanjian.

b. Kata perbuatan mencakup juga perbuatan yang tanpa kesepakatan.

Dalam pengertian termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang

lain dan perbuatan melawan hukum. Kedua tindakan tersebut merupakan

perbuatan dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang menimbulkan

perbuatan hukum.

c. Pengertian perjanjian dalam rumusan terlalu luas.

Perjanjian yang terlalu luas tersebut dapat juga diartikan sebagai

perjanjian kawin padahal perjanjian kawin telah diatur dalam hukum

keluarga. Dalam pelaksanaan rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata adalah hubungan antara kreditur dan debitur ini terletak

dalam lapangan hukum mengenai harta kekayaan.

d. Pengertian perjanjian tanpa menyebutkan tujuan.

Pengertian perjanjian yang banyak mengandung kelemahan tersebut

menjadikan banyak sarjana hukum perdata mendefenisikan perjanjian

(42)

peristiwa dimana seseorang lain atau dimana orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.37

Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah “suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.”38

Wirjono Projodikoro memberikan pengertian “perjanjian sebagai suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan dua belah pihak, dalam

mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal

sedang pihak yang lain berhak menuntut perjanjian itu.”39

Menurut R.Subekti, perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada seorang lain atau dua orang lain itu saling berjanji untuk

melakukan sesuatu hal.”40

Menurut Hartono Hadisoeprapto, perjanjian adalah “suatu

perhubungan hukum antara dua oran atau dua pihak, berdasarkan mana pihak

yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang

berkewajiban memenuhi tuntutan itu.”41

37Subekti,Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta, 1987, hal.4.

38Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1990, hal.77. 39Wiryono Projodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1989, hal 9. 40R.Subekti,Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta , 1985.

(43)

Pendapat sama juga disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo yang

menyebutkan bahwa “perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak

atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”42 Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah

“suatu yang abstrak, merupakan suatu hubungan hukum yang bersumberkan

pada undang-undang dan persetujuan.”

R.Subekti berpendapat bahwa :

“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah timbul suatu perikatan. Artinya perjanjian itu menerbitkan perikatan antar dua orang atau lebih yang membuatnya, dan dalam bentuknya mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.”43

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu saling setuju untuk melakukan

sesuatu.

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu :

a. Asas Konsensualitas

Perkataan konsensualitas berasal dari kataconsensusyang berarti sepakat.

Berdasarkan asas konsensualitas, suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak

42 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.97.

(44)

adanya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian. Asas

ini tersimpul dari Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Terhadap asas ini terdapat pengecualian, yaitu oleh undang-undang

ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam

perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak

memenuhi bentuk tertentu, misalnya hipotek, yang harus secara tertulis

dengan suatu akta notaris.

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak pada pasal ini,

terdapat pada kata “semua perjanjian”. Ini berarti bahwa setiap orang

diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisikam apa saja.

Walaupun demikian terdapat pembatasan yang melekat pada asas tersebut

yaitu :44

1) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kesusilaan.

3) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum dan

undang-undang.

(45)

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak, dapat dikatakan bahwa Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga menganut sistem terbuka.

c. Asas Kekuatan Mengikat.

Asas kekuatan mengikat adalah suatu asas yang menentukan bahwa suatu

perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat para pihak sebagaiamana

mengikatnya undang-undang. Asas ini tersimpul pada Pasal 1338 ayat (2)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa persetujuan

tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau

karena adanya alasan-alasan yang oleh undang-undang yang dinyatakan

cukup untuk itu.45 d. Asas Itikad Baik

Asas ini terdapat di dalam pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Isi dan pasal tersebut adalah bahwa perjanjian-perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik mengandung makna bahwa

pelaksanaan dari suatu perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan

norma-norma kepatutan dan keadilan.

e. Asas Hukum Pelengkap

Maksud asas ini adalah para pihak dalam membuat perjanjian diberi

kebebasan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian

menurut kehendak para pihak. Apabila di dalam perjanjian yang dibuat

tersebut masih terdapat hal-hal yang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan

(46)

yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata akan

mengaturnya, misalnya janji-janji dalam surat kuasa membebankan hak

tanggungan diperbolehkan, asalkan tidak melanggar kepatutan dan keadilan

(itikad baik).

2. Sifat dari Perjanjian

Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dari pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak,

akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa

sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang

sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan

sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas

dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu

perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

Suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian

(47)

lisan. Untuk kedua bentuk perjanjian tersebut sama kekuatannya dalam arti

sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja

bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dijadikan alat bukti

bila sampai terjadi sengketa terhadap perjanjian tersebut. Sedangkan dalam

bentuk lisan jika terjasi perselisihan, maka sebagai alat pembuktian akan lebih

sulit, disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi juga itikad baik para

pihak dalam perjanjian itu.46

Dalam praktek, para pihak dari suatu perjanjian menginginkan dibuat

dalam bentuk tertulis dan dilegalisir oleh notaris atau dalam bentuk akta

otentik (akta notariil) untuk memperkuat kedudukan para pihak jika terjadi

sengketa dikemudian hari. Ada beberapa bentuk perjanjian tertulis yang diatur

dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris antara lain:47

a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja. Perjanjian semacam itu hanya mengikat para pihak

dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat para pihak.

Para pihak atau salah satu pihak berkewajiban untuk mengajukan

bukti-bukti yang diperlukan untuk membukti-buktikan bahwa keberatan pihak ketiga

dimaksud adalah tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

46Purwahid Patrik,Op.Cit., hal.49.

(48)

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian notaris atau suatu dokumen semata-mata hanya untuk

melegalisir kebenaran tandatangan para pihak. Akan tetapi kesaksian

tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian,

namun pihak yanng menyangkal adalah pihak yang harus membuktikan

penyangkalannya.

3. Sahnya Suatu Perjanjian

Sebagaimana disebutkan dalam doktrin lama (teori lama) yang disebut

perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum. Dalam defenisi ini telah tampak adanya asas

konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyap hak dan

kewajiban) kemudian menurut doktrin baru (teori baru) yang dikemukakan

oleh Van Dunne, perjanjian diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara

dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum.”48

Membedakan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian

itu melahirkan perikatan dan perikatan lahir karena adanya perjanjian. Jadi

pada hakekatnya perikatan itu lebih luas dari perjanjian karena perikatan

mencakup semua kekuatan dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum

(49)

Perdata, baik itu perikatan yang bersumber dari perjanjian maupun perikatan

yang bersumber dari undang-undang.

Suatu perjanjian baru sah menurut hukum, apabila syarat-syarat untuk

sahnya perjanjian itu dapat dipenuhi. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian baru sah kalau memenuhi 4 syarat

sebagai berikut :

a. Kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian.

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian.

c. Adanya suatu hal tertentu

d. Adanya suatu sebab yang halal.

Di dalam suatu perjanjian, oleh undang-undang disyaratkan adanya

suatu sebab yang halal. Yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah

isi dan tujuan atau maksud di dalam suatu perjanjian tidak bertentangan

dengan ketentuan perundang-undangan atau dengan kesusilaan dan ketertiban

umum.

Suatu sebab yang halal, menurut Pasal 1335 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata suatu perjanjian tanpa sebab atau karena sesuatu sebab yang

palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Kemudian dalam Pasal 1337

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa suatu sebab

terlarang apabila oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan dan

(50)

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena

berhubungan dengan orang-orang sebagai subyek yang mengadakan

perjanjian. Suatu perjanjian yang mengandun cacat pada subyeknya tidak

menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya, tetapi

memberi kemungkinan untuk dibatalkan, artinya perjanjian terebut dapat

dibatalkan dengan tuntutan.

Syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut

obyek perjanjian. Suatu yang mengandung cacat pada obyeknya

mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.

B. Jual Beli Secara Cicilan Sebagai Jual Beli dalam Pasal 1457 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

1. Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan

perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli

merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang memberikan kebebasan

seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa

saja dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan

(51)

Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau

terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang

berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat

penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah.

Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan

perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak

yang melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan yang timbul dari

undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual Beli (AJB)

dapat ditandatangani.

Pada umumnya persyaratan yang sering timbul adalah persyaratan

yang lahir dari kesepakatan para pihak yang akan jual beli, misalnya pada

waktu akan melakukan jual beli, pihak pembeli menginginkan adanya

sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang

akan dijual belum mempunyai sertipikat dan di lain sisi, misalnya pihak

pembeli belum mampu untuk membayar semua biaya pengurusan penerbitan

bukti hak atas tanah secara lunas, sehingga baru dibayar sebahagian dari harga

yang disepakati secara bersama antara para pihak.

Dengan keadaan tersebut maka akan dapat menghambat pembuatan

suatu akta jual beli, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk

membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan

(52)

jual beli akan dilakukan setelah sertipikat selesai diurus atau setelah harga

dibayar lunas dan sebagainya.49

Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana dengan baik sementara

persyaratan yang diminta bisa diurus maka biasanya pihak yang akan

melakukan jual beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk

perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual

beli.

Pengertian pengikatan jual beli menurut R.Subekti dalam bukunya

adalah “perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum

dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus

dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertipikat belum ada

karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga.”50

Sedang menurut Herlien Budiono, “perjanjian pengikatan jual beli

adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai pendahuluan yang

bentuknya bebas.”51

Pengertian perjanjian pengikatan jual beli merupakan sebuah

perjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian

utama atau perjanjian pokoknya.

49Pasal 39 ayat (1) butir d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

50R.Subekti, Hukum Perjanjian,Op.Cit, hal.75.

(53)

2. Jual Beli Secara Cicilan Sebagai Jual Beli yang Disebut dalam Pasal 1457

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Menurut R.Subekti dalam bukunya, pengikatan jual beli adalah

“perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya

jual beli dikarenakan adanya causa-causa yang haru dipenuhi untuk jual beli

tersebut anatara lain adalah sertipikat hak atas tanah belum terdaftar atas nama

penjual dan masih dalam proses balik namanya dan belum terjadinya

pelunasan harga obyek jual beli atau sertipikat masih diroya.” Sedangkan

Herlien Budiono, menyatakan “perjanjian pengikatan jual beli adalah

perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pengikatan jual beli

adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan

yang bentuknya bebas.”

Pengikatan jual beli merupakan sebuah tindakan yang dipakai oleh

para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Pengikatan jual beli

dipakai untuk memudahkan para pihak yang akan melakukan jual beli hak

atas tanah karena jika mengikuti semua aturan yang ditetapkan dalam

melakukan jual beli hak atas tanah, tidak semua pihak dapat memenuhinya

dalam sekali waktu, seperti membayar harga jual beli yang disepakati dan

penyiapan berkas-berkas untuk kelengkapan balik nama.

Keadaan tersebut tentunya tidak menguntungkan atau bahkan bisa

(54)

Karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda

dulu penjualan tanahnya agar semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi

yang dengan sendirinya juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan uang

dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. Hal yang sama juga berlaku

terhadap pihaj pembeli, dengan keadaan tersebut pihak pembeli juga tertunda

keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya.

Jual beli tanah secara cicilan tersebut adalah sama yang dimaksud

dalam jual beli yang diatur dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang untuk itu (Notaris)

karena sudah tercakup ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang mana

dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Di dalam pengikatan

jual beli tanah secara cicilan sudah termuat adanya perjanjian, adanya

pengikatan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan adanya pihak yang

berjanji untuk membayar suatu harga meskipun dengan sistem cicilan.

Untuk mengatasi hal tersebut dan guna kelancaran tertib administrasi

(55)

BAB III

STATUS HUKUM PROSES JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN

Proses jual beli tanah merupakan bagian dari tindakan hukum transaksi jual

beli tanah yang tunduk pada hukum pertanahan nasional, dimana hukum pertanahan

sendiri mengisyaratkan bahwa jual beli terhadap tanah harus dilakukan secara tunai

dan terang. Namun demikian, dalam praktek lapangannya walaupun tanah belum

dibayar lunas dan syarat-syarat administratif belum bisa terpenuhi, sehingga

timbullah perikatan jual beli untuk melindungi para pihak terhadap hak dan

kewajiban, yang menyatakan kesanggupan menjual dan membeli dikemudian hari

pada saat pembayaran dilunasi.

A. Aturan Hukum Mengenai Jual Beli Terhadap Tanah

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu

perjanjian timbal ballik dalam mana pihak yang satu berjanji untuk

menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya berjanji

untuk membayar harga terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari

perolehan hak milik tersebut.52

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan

dinamakan menjual, sedangkan dari pihak dinamakan membeli. Istilah yang

mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah

(56)

Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak

yang satu “verkoop”sedang yang lainnya“koopt”(membeli). Dalam bahasa

Inggris jual beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti penjualan”

(hanya dilihat dari sudut penjual), begitu pun dalam bahasa Perancis disebut

hanya dengan“vente”yang juga berartipenjualan” sedangkan dalam bahasa

Jerman dipakai perkataan“kauf”yang berartipembelian”.53

Untuk memahami pengertian jual beli, maka perlu ditafsirkan

substansi norma hukum dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, yaitu perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak

lain untuk membayar harga yang diperjanjikan.

Adanya unsur yang terkandung dalam pengertian yuridis perjanjian

jual beli dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :54 a. Adanya subyek hukum, yaitu penjual dan pembeli;

b. Adanya kesepakatan antar penjual dan pembeli tentang barang dan harga;

c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antar pihak penjual dan pembeli.

Oleh M.Yahya Harahap dari pengertian yang diberikan Pasal 1457

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persetujuan jual beli sekaligus

membebankan dua kewajiban, yaitu :55

a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada

pembeli.

53Ibid, hal.2.

54Salim H.S.,Op.Cit, hal.49.

Referensi

Dokumen terkait

Pengguna akan memasukan url domain ke dalam form input kemudian sistem yang ada pada aplikasi akan melakukan analisis terhadap semua parameter dalam satu waktu,

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan usaha popcorn di Gampong Geulumpang Payong Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen

Hasil penelitian pengembangan ini berupa media pembelajaran yang menggunakan Augmented Reality yang berbasis android yang dapat dimanfaakan oleh siswa Kelas X Mata

Hal ini didasarkan atas beberapa faktor antara lain, belum ada database yang siap untuk diakses pemustaka dan belum adanya pelayanan melalui perangkat yang

Pada tahapan sebelumnya, telah dihitung total dari jarak yang telah ditempuh oleh rute pendistribusian baru dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode

Untuk melakukan studi evaluasi ini maka diperlukan suatu standar klinik bagi para mahasiswa yang- akan bekerja di Klinik Kerja Mahasiswa.Pengelolaan Klinik. Kerja Mahasiswa akan